FPI Tuding Terbitnya Perpu Ormas Politik Balas Dendam, Jimly Asshiddiqie Sebut Kontroversial

FPI Tuding Terbitnya Perpu Ormas Politik Balas Dendam, Jimly Asshiddiqie Sebut Kontroversial
BENTENGSUMBAR.COM - Front Pembela Isalam (FPI) mengkritik Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). FPI mempertanyakan alasan penerbitan perppu itu.

"Jadi kami melihat ini politik balas dendam negara, ini bukan dalam keadaan darurat," kata Sekjen FPI Habib Novel Bamukmin, Jakarta, Kamis, 13 Juli 2017.

Menurut dia, perppu dapat diterbitkan bila keadaan negara sedang darurat atau adanya ormas yang benar-benar ingin memecah belah bangsa dan negara. Namun, kondisi ini tidak terjadi.

Saat ini, kata dia, tidak ada ormas yang ingin memecah belah bangsa. Dia menegaskan, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan FPI menjunjung nilai-nilai Pancasila. "Apanya yang mendesak?" ucap dia.

Pemerintah resmi menerbitkan peraturan Perppu 2 Tahun 2017 Tentang Ormas, Rabu, 12 Juli 2017. Perppu ini memuat larangan dan sanksi terhadap ormas.

Perubahan substansial terletak dalam beberapa pasal. Pasal 59, contohnya, melarang ormas menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan lembaga pemerintahan, negara lain, atau lembaga/badan internasional, ormas lain serta partai politik. 

Ormas pun tidak diperbolehkan menerima dan memberikan sumbangan kepada pihak manapun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Mereka juga dilarang mengumpulkan dana untuk partai politik.

Perppu ini diyakini sebagai tindak lanjut rencana pemerintah untuk membubarkan organisasi HTI yang dianggap memiliki asas dan kegiatan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Sementara itu, pemerintah menerbitkan perppu ini dengan alasan, UU Ormas belum secara komprehensif mengatur mekanisme pemberian sanksi yang efektif sehingga terjadi kekosongan hukum. 

Jimly Asshiddiqie Sebut Kontroversial

Sementara itu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menyatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2/2017 tentang perubahan atas UU 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) adalah produk kontroversial. Tak ada kondisi genting yang memaksa pemerintah harus mengeluarkan perppu.

"Dalam sejarahnya, perppu merupakan tranformasi dari UU darurat," kata Jimly dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu 15 Juli 2017.

Penerbitan perppu, kata dia, dimulai saat pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS). Saat itu, lanjutnya, negara memang dalam kondisi darurat. "Perppu di UUD 45 enggak ada."

Sejumlah negara juga mulai meninggalkan penerbitan UU darurat. Mereka khawatir beleid itu disalahgunakan. "Makanya, harus hati-hati dengan produk perppu ini," ujarnya.

Pemerintah resmi menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 atas Perubahan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan pada 11 Juli 2017. Sejumlah pasal dalam UU Ormas dihapus, direvisi, dan ditambahi. Melalui Perppu ini pemerintah bisa membubarkan ormas tanpa melalui pengadilan.

Penerbitan Perppu dipicu temuan pemerintah terhadap ideologi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dinilai bertentangan dengan Pancasila.

(buya/mtn)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »