"Dulu Presiden Jokowi Dibilang ‘Klemar-Klemer’, Giliran Tegakkan Hukum Kok Malah Dibilang Diktator"

"Dulu Presiden Jokowi Dibilang ‘Klemar-Klemer’, Giliran Tegakkan Hukum Kok Malah Dibilang Diktator"
BENTENGSUMBAR.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku tidak habis mengerti, pada awal-awal memimpin negara ini dirinya dikatakan ndeso dan klemar-klemer, tidak tegas. Namun begitu, saat ingin menegakkan Undang-Undang (UU), menegakan hukum, malah dirinya disebut menjadi otoriter, menjadi diktator.

“Yang benar yang mana?,” kata Presiden Jokowi dengan nada bertanya menjawab wartawan usai meresmikan Museum Keris Nusantara Surakarta, di Jalan Bhayangkara, Surakarta, Jawa Tengah, Rabu, 9 Agustus 2017 siang.

Presiden menegaskan, bahwa  Indonesia adalah negara hukum yang demokratis, dan masing-masing lembaga mempunyai peran sendiri-sendiri. 

“Mana yang mengontrol, mana yang mengawasi, mana yang melaksanakan program-program yang ada,” ujarnya.

Eksekutif misalnya dan lembaga-lembaga yang lain yang ada, lembaga negara yang ada, juga ada pers, media, ada lembaga swadaya masyarakat ada. Ada masyarakat itu sendiri. “Semuanya mengawasi,” terang Presiden.

Presiden menegaskan bahwa negara ini negara hukum yang demokratis, yang itu dijamin oleh konstitusi, dan tidak akan ada yang namanya diktator dan otoriter.

“Tidak akan ada yang namanya diktator dan otoriter. Tidak akan ada,” tegas Presiden.

Dalam bagian lain pidatonya pada pembukaan Kongres Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Institusi Sejenis se-Asia 2017 atau The Association of Asian Consitutional Court and Equivalent Institutions (AACC) 2017 di Auditorium Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menyinggung peran konstitusi untuk mencegah pemaksaan kehendak oleh satu kelompok pada kelompok lainnya.

Menurut Presiden Jokowi, konstitusi lah yang menjaga agar tidak ada satupun kelompok yang secara sepihak memaksakan kehendaknya tanpa menghormati hak-hak warga negara yang lain. Selain itu sebagai negara demokrasi, menurut Presiden, Indonesia menjadikan konstitusi sebagai rujukan utama dalam membangun praktik demokrasi yang sehat dan terlembaga.

“Merujuk konstitusi kita, tidak ada satupun institusi yang memiliki kekuasaan mutlak, apalagi seperti diktator,” tegas Presiden Jokowi.

Konstitusi, lanjut Presiden, memastikan adanya perimbangan kekuasaan antar lembaga-lembaga negara, dan bisa saling mengontrol, saling mengawasi.

Selain itu, Presiden menegaskan bahwa institusi juga mencegah munculnya mobokrasi yang memaksakan kehendak atas nama jumlah massa. Dengan koridor itu, Presiden Jokowi meyakini, akan terbangun demokrasi yang sehat, demokrasi yang terlembaga.

Jadi Jangkar

Namun Kepala Negara mengingatkan, bahwa tantangan dalam berkonstitusi tidak sepenuhnya mudah. Dunia berubah dengan cepat. Banyak hal-hal baru yang muncul.

“Dibandingkan dengan dahulu saat konstitusi negara kita masing-masing disusun, tantangan-tantangan baru terus bermunculan, seperti radikalisme, terorisme, globalisasi, perdagangan narkoba, perdagangan manusia, penyelundupan senjata, kejahatan siber, dan banyak lagi,” ujar Kepala Negara.

Selain itu, lanjut Kepala Negara, generasi juga berganti. Sekarang kita bertemu dengan anak-anak muda yang menjadi bagian generasi milenial (generasi Y) yang memiliki cara berpikir yang berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya.

“Ini jadi tantangan tersendiri bagaimana membuat nilai-nilai dan semangat konstitusi juga bisa dipahami secara baik oleh generasi muda,” kata Presiden Jokowi.

Di tengah terpaan gelombang tantangan terbaru itu, Presiden Jokowi menilai, peran dan posisi Mahkamah Konstitusi di setiap negara berdemokrasi menjadi semakin penting. Presiden menilai, bahwa Mahkamah Konstitusi menjadi jangkar, menjadi pijar yang menerangi pemahaman sebuah negara, jangkar dalam memahami pandangan awal dari para pendiri bangsa penyusun konstitusi.

“Untuk merasakan semangat dan niat mulia para pendiri bangsa, Mahkamah Konstitusi lah yang menginterpretasikan konstitusi, sehingga dapat terus menjadi pegangan dan menjadi muara inspirasi bangsa dan negara dalam menjawab tantangan-tantangan baru,” tutur Presiden.

Oleh karena itu, Presiden menyambut baik pelaksanaan Simposium Internasional kali ini yang bertema Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal ideologi dan demokrasi dalam masyarakat majemuk.

“Saya berharap kita semuanya dapat saling belajar dari pengalaman-pengalaman negara-negara lainnya, dan hasil dari simposium ini dapat menguatkan kualitas Mahkamah Konstitusi kita masing-masing, sekaligus menguatkan praktek demokrasi kita bersama,” pungkas Presiden Jokowi.

(by/setkab)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »