Buntut Pembantaian Etnis Rohingya, Pemerintah Didesak Usir Dubes dan ASEAN Diminta Bekukan Keanggotaan Myanmar

Buntut Pembantaian Etnis Rohingya, Pemerintah Didesak Usir Dubes dan ASEAN Diminta Bekukan Keanggotaan Myanmar
BENTENGSUMBAR.COM - Banyak kalangan mengecam pembantaian etnis Rohingya. Kecaman juga datang dari Indonesia, baik dari kalangan elit politik, maupun aktivis kemanusiaan.

DPR RI mengecam pembantaian terhadap warga Rohingya di Rakhine, Myanmar. Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) malah meminta pemerintah mengusir Duta Besar Myanmar dari Indonesia sebagai sikap protes atas kekerasan dilakukan junta militer terhadap Muslim Rohingya.

Lebih dari 100 orang meninggal dunia dalam kekerasan kemanusiaan di Rakhine pekan lalu. Konflik bersenjata ini juga membuat sekira 20 ribu Muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh. Sebagian besar dalam kondisi sakit dan terluka.

Dalam Rapat Paripurna, Kamis, 31 Agustus 2017, sejumlah anggota DPR RI silih berganti interupsi menyampaikan kecaman terhadap Myanmar. Interupsi pertama disampaikan, Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto, meminta pemerintah Indonesia bersikap nyata dan berperan aktif mengatasi peristiwa ini.

Yandri meminta pemerintah meminta penjelasan dari Duta Besar Myanmar. Bila Dubes Myanmar menolak, PAN tegas meminta Dubes Myanmar untuk angkat kaki sejenak dari Indonesia.

"Kami minta pemerintah bertindak lebih nyata. Malah PAN mengusulkan supaya Myanmar tak main-main, Duta Besarnya diusir dulu biar mereka paham kemanusian itu penting," kata Yandri di ruang Rapat Paripurna Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 31 Agustus 2017.

Wakil Sekretaris Jenderal PP GP Ansor, Mahmud Syaltout dalam keterangan tertulisnya, Jumat 1 September 2017 menilai, konflik yang dialami etnis Rohingya di Myanmar merupakan tragedi kemanusiaan terparah di kawasan Asia Tenggara saat ini, dan menduga keras dilakukan oleh tangan negara, baik militer, keamanan, kepolisian maupun Pemerintah Myanmar.

Menurutnya, didasarkan pada laporan penginderaan secara satelit oleh UNOSAT maupun HRW.

"Terdapatnya pola-pola (patterns) serangan terhadap desa-desa etnis Rohingya yang memang telah ditargetkan," katanya.

GP Ansor, lanjut Mahmud, mengkaji dengan seksama dari konflik di Myanmar tersebut, khususnya secara geopolitik. Mengapa terjadi insiden serangan dengan menargetkan wilayah-wilayah yang dihuni etnis Rohingya pada 2013, kemudian 2016 dan semakin menguat di 2017.

"Ini dengan intensifikasi jumlah korban dan jenis kekejian yang dilakukan. GP Ansor menilai tragedi kemanusiaan terhadap etnis Rohingya merupakan konflik geopolitik," tuturnya.

"Pertarungan kuasa dan kekuasaan (yang tak seimbang) di Arakan-Rakhine, yang dihuni mayoritas Rohingya, dengan dugaan kuat didasarkan pada perebutan secara paksa, tanah, dan sumber daya, khususnya minyak dan gas, di wilayah-wilayah sekitar," imbuhnya.

Kata Mahmud, hal itu ditambah lagi dengan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang sekaligus penyiksaan selama penahanan terhadap ribuan warga Rohingya.

"Perusakan maupun penjarahan terhadap rumah, harta benda, makanan dan sumber makanan warga Rohingya secara masif, serta pengabaian maupun ketiadaan perawatan kesehatan terhadap para korban," tandasnya.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sedang menyiapkan rencana aksi untuk menyikapi kejahatan kemanusiaan di Myanmar. Kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Myanmar bukan hanya dikecam umat Islam namun dari berbagai kalangan.

Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj mengatakan, kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Myanmar telah mencemarkan nama tokoh penerima nobel perdamaian, Aung San Suu Kyi. Menurutnya Aung San Suu Kyi telah membiarkan terjadinya pembantaian umat Muslim di Myanmar.

"Percuma saja itu nobel diraih, kalau pembantaian atas muslim Rohingya dibiarkan," tegas Said di Hotel Bidakara, Jakarta, Sabtu, 2 September 2017.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP  Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengatakan, tindakan diplomasi yang cepat dan efektif melalui ASEAN sangat penting guna mencegah kekerasan lebih lanjut.

"PDIP akan ikut ambil bagian dalam gerakan solidaritas sebagai kekuatan moral untuk mencegah kekerasan lebih lanjut di Rohingya," ujar Hasto, Jakarta, Sabtu, 2 September 2017.

Menurutnya politik luar negeri Indonesia bebas aktif ditujukan untuk mewujudkan perdamaian dunia. Dia menambahkan, atas nama cita-cita perdamaian sebagai pelaksanaan sila kedua kemanusiaan atau internalisonalisme, maka prakarsa aktif harus diambil termasuk mendesak pemerintahan Myanmar secepatnya menghentikan kekerasan atas warganya.

"Kejahatan kemanusiaan tidak bisa dibiarkan, harus dihentikan. PDI Perjuangan memberikan dukungan sepenuhnya terhadap upaya pemerintah melalui Menteri LN yg bertindak cepat dengan segera datang ke Myanmar" tegasnya.

Massa aksi Masyarakat Profesional Bagi Kemanusiaan Rohingya mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan pembantaian etnis Rohingya.

Dimana saat ini, 3 ribu orang dari etnis Rohingya terpaksa melarikan diri ke perbatasan Bangladesh karena serangan secara membabi-buta militer Myanmar.

"Hentikan praktik genosida terhadap etnis Rohingya," tegas koordinator aksi M. Ichsan Loulembah dalam orasinya di depan kantor Kedutaan Myanmar, Jalan Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu, 2 September 2017.

Pihaknya juga mendesak pemerintah negara-negara yang tergabung dalam ASEAN untuk mencabut keanggotaan Myanmar jika pemerintah negara itu ogah untuk menghentikan aksi kebrutalan tersebut.

"Kami mendesak agar status keanggotaan Myanmar di ASEAN dibekukan," desak M. Ichsan Loulembah.

(by/okezone/rmol)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »