Etika Moral Seorang Pemimpin

Etika Moral Seorang Pemimpin
AKHIR akhir ini, banyak sorotan yang dialamatkan kepada para pemimpin di negara ini. Mulai dari gaya hidup yang bermewah-mewahan di tengah-tengah keprihatinan bangsa ini terhadap berbagai bencana yang menimpa anak negeri sampai kepada perilaku seks menyimpang. 

Setiap hari media massa, baik cetak maupun elektronik memberitakan dugaan korupsi yang dilakukan pejabat, kroni pejabat, anak bini pejabat, bahkan selingkuhan pejabat itu sendiri. Perilaku yang korup dan hedonis ini membuat masyarakat antipati kepada para pemimpin mereka. Mereka mempertanyakan, dimana letaknya moral pemimpin bangsa ini? 

Moral (bahasa Latin Moralitas-pen) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. 

Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan atau tingkah laku atau ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya.

Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dan lain sebagainya. Moral sebagai produk budaya sangat ditentukan oleh nilai-nilai hukum adat yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Misalnya saja di Minangkabau, seseorang yang telah diangkat menjadi kepala suku atau datuk atau ninik mamak bajinih adat terikat dengan aturan adat dalam bertingkah laku.

Mereka tak boleh marah menyentakan kaki ke bumi, tak boleh berkata-kata kotor, tak boleh duduk berduan dengan anak gadis orang di dalam mobil berduaan walau hanya sekedar berdiskusi soal pekerjaan. Tingkah laku, perkataan, dan perbuatan yang akan dilakukan harus selaras dengan nilai-nilai adat. 

Moral sebagai produk agama acap disebut dengan istilah akhlaq. Agama Islam memberikan aturan yang cukup rigit soal akhlaq pemimpin ini. Seorang pemimpin dalam Islam hendaklah memiliki akhlaq seperti akhlaqnya Rasulullah SAW. 

Sifat-sifat Nabi Muhammad SAW pun wajib mereka teladani. Dalam kajian siyasah Islamiyah seorang pemimpin haruslah amanah (dapat dipercaya), fathonah, siddiq (berkata benar), tabliq (menyampaikan), dan memiliki al qudwah (memiliki kekuatan yang menunjukan kemampuan dia dalam memimpin).

Dalam istilah Baginda Ali RA, Pemimpin itu harus bisa melihat dengan mata rakyat, harus mengerti bahasa rakyat dan merasakan perasaan rakyat. Memajukan kemakmuran rakyat adalah tugas setiap pemimpin.

Pemimpin yang memiliki moral atau akhlaq yang kuat, tentu tidak akan melakukan pembohongan kepada rakyat. Begitu pentingnya komitmen kejujuran seorang pemimpin kepada rakyatnya, sampai-sampai Allah melalui lisan Nabi Muhammad SAW mengharamkan syurga bagi pemimpin yang mati dalam keadaan menipu rakyat. 

"Seorang hamba yang dipikulkan oleh Allah untuk memimpin rakyat sedangkan ia mati yang pada waktu kematiannya itu ia dalam keadaan menipu pada rakyatnya, maka Allah akan mengharamkan baginya memasuki syurga." (HR Muslim).

Rakyat pun diharamkan taat kepada pemimpin yang tak bermoral yang suka membuat kezaliman. Rakyat dilarang mematuhi perintah pemimpin dalam hal maksiat kepada Allah. "Tidak boleh seseorang itu taat terhadap perintah bermaksiat pada Allah, sesungguhnya taat itu hanyalah dalam kebaikan." (HR. Muslim).

Namun rakyat wajib taat kepada pemimpin yang memiliki moral yang baik sesuai ajaran agama. "Barang siapa yang taat padaku (Nabi) maka ia taat pada Allah. Barangsiapa yang tidak patuh padaku maka ia tidak taat pada Allah. Barangsiapa yang taat kepada Amir (pemimpin) maka sesungguhnya ia taat padaku. Dan barangsiapa yang tidak taat pada Amir maka ia tidak taat padaku." (HR. Muslim).

Pemimpin yang bermoral tentunya bekerja keras untuk kemakmuran rakyatnya. Dia melihat dengan mata rakyat, berbicara dengan bahasa rakyat, dan menangis ketika melihat rakyatnya kelaparan dan dihimpit kemiskinan. Bukan pemimpin yang berfoya-foya diatas penderitaan rakyat yang tega membeli karpet mewah seharga Rp2 juta per meter disaat rakyatnya masih berduka pasca gempa.

"Sebaik-baik pemimpin adalah yang mencintai rakyatnya dan rakyat pun ridho pada mereka. Sejahat-jahat pemimpin adalah yang dikutuk rakyatnya dan mereka pun murka kepada rakyatnya." 
Wallahu'alam Bishawab.

Ditulis Oleh :
Zamri Yahya, SHI
Wakil Ketua PK. KNPI Kuranji

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »