Ketika Rakyat Mengumpat Wakil Rakyat

WAKIL rakyat, jabatan yang cukup bergengsi dan dikejar oleh politisi. Tak peduli berapa duit yang dihabiskan, yang penting mereka terpilih menjadi wakil rakyat.

Sebutan sebagai wakil rakyat saat ini dirasakan kehilangan makna oleh rakyat itu sendiri. Hal ini disebabkan, wakil-wakil mereka yang duduk di lembaga legislatif sering bertindak dan bersikap diluar kemauan rakyat itu sendiri.

Sebelum terpilih, menjelang pemilu, para calon wakil rakyat ini berduyun-duyun mendatangi rakyat. Mereka tak segan-segan berlagak sok perhatian, mendatangi rakyat dari kampung ke kampung, dari surau ke surau, dari majelis pengajian ke majelis pengajian. Itu semua mereka lakukan dalam rangka meraih simpati rakyat.

Berbagai program mereka jual kepada rakyat. Tak cukup menjual program, mereka juga menebar pesona dengan janji-janji palsu. Parahnya, dan ini masuk kategori pelanggaran kampanye, mereka berani membeli suara rakyat dengan rupiah yang mereka miliki.

Ada rakyat yang cerdas menghadapi tingkah polah calon wakil rakyat ini. Mereka lihat rekam jejak mereka. Jika mereka mantan aparatur negara, apakah pernah tersangkut korupsi? Jika mereka pengusaha, apakah taat membayar pajak dan mengeluarkan sedakah (CSR) perusahaan mereka? Apakah mereka pengusaha hitam atau bukan? Jika mereka aktivis, apakah mereka selama ini doyan bikin proposal untuk kepentingan pribadi, sampai-sampai membangun rumah mewah pun dengan uang proposal? 

Tapi banyak juga pemilih yang bodoh. Asal dapat duit dari calon anggota legislatif (Caleg) yang mendatangi mereka, seakan lupa diri, langsung menyatakan dukungan. Rakyat semacam inilah yang menghancurkan negara sendiri, sebab memilih calon wakil rakyat dengan semata-mata pertimbangan 'uang pembeli' suara.

Pada musim-musim pemilu ini, banyak ditemui agen-agen penjual suara rakyat. Mereka kumpulkan sejumlah rakyat di suatu tempat, lantas mereka hubungi seorang caleg agar datang ketempat yang sudah mereka tentukan. Karena si caleg masih awam, dan kurang memiliki naluri politik, terbujuk pula mendatangi mereka. Sosialisasi sebentar, ujung-ujungnya meminta sumbangan untuk A atau B. 

Caleg pun merogoh kocek sembari tersenyum kecut. Usai pemilihan, tak satu pun suara yang didapat ditempat itu. Caleg harus paham, agen-agen suara itu, melakukan sistem lelang. Caleg yang membeli suara rakyat yang dijualnya dengan harga mahal, maka itulah yang mereka pilih.

Akibat sering ditipu calo suara tersebut, jika pun terpilih, maka caleg beranggapan bahwa mereka terpilih karena suara yang mereka beli, sehingga setelah terpilih tak perlu lagi memperhatikan nasib rakyat. Cukup memperhatikan nasib keluarga, partai, dan sebagian timses yang tulus dalam berjuang. 

Rakyat pun melayangkan umpatan. Caci makian, sumpah serapah keluar dari mulut rakyat. Wakil rakyat pun melakukan hal yang sama, menyumpahi rakyat yang dianggap tak sejalan dengan kemauannya. Jika ini yang terjadi, maka tunggulah kehancuran suatu negeri.

Penulis teringat dengan pesan Raulullah SAW, yang maknanya begini, "Sebaik-baik pemimpin adalah yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian. Sejahat-jahat pemimpin adalah yang kalian caci maki, dan mereka pun murka pada kalian."

Alangkah indahnya jika seorang pemimpin atau wakil rakyat betul-betul memperhatikan nasib rakyat, sehingga kecintaan kepada mereka tumbuh dan berkembang pula dari rakyat. Namun saat ini, jarang ditemui wakil rakyat yang betul-betul amanah.

Indah memang pesan-pesan yang disampaikan tokoh sufi dalam memaknai arti sebuah kepemimpinan. Misalnya saja nasehat-nasehat Imam Ali Kwh berikut ini:

"Barang siapa yang hendak menjadikan diri sebagai Imam di kalangan masayarakat, maka ia harus mengajar dirinya sendiri lebih dulu sebelum mengajar orang lain. Ia harus mendidik dirinya dengan perilaku yang baik lebih dulu sebelum mendidik orang lain dengan ucapan. Orang yang sanggup mengajar dan mendidik diri sendiri lebih berhak dihormati daripada orang yang hanya pandai mengajar dan mendidik orang lain."

"Dengan perbuatan baik, hati akan tertaklukkan. Lakukan kebaikan kepada siapa saja, niscaya engkau menjadi tuannya."

"Pemimpin itu harus bisa melihat dengan mata rakyat, harus mengerti bahasa rakyat dan merasakan perasaan rakyat. Memajukan kemakmuran rakyat adalah tugas setiap pemimpin." 

Wallahu'alam Bishawab. 

Ditulis Oleh :
Zamri Yahya, SHI
Alumnus Jinayah Siyasah IAIN Imam Bonjol Padang

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »