BentengSumbar.com --- Sepak raga (bahasa Minang: sipak rago) adalah salah satu permainan tradisional yang berkembang di wilayah Minangkabau.
Permainan ini dimainkan oleh 5 sampai 10 orang dengan cara membentuk lingkaran di suatu lapangan terbuka, di mana bola raga tersebut dimainkan dengan kaki dan teknik-teknik tertentu sehingga bola tersebut berpindah dari satu orang pemain kepada pemain lainnya tanpa jatuh ke tanah.
Bola raga terbuat dari daun kelapa muda atau kulit rotan yang dianyam menggunakan tangan. Perbedaan utama sepak raga dengan sepak takraw terletak pada penggunaan jaring (net) yang ditemui pada sepak takraw, tetapi tidak dipakai pada sepak raga.
Pada zaman dahulu permainan sepak raga dilakukan oleh para pemuda di kampung-kampung pada sore hari untuk mengisi waktu luang dan sebagai sarana hiburan. Tidak ada penilaian yang baku pada permainan ini, karena permainan ini tidak dipertandingkan. Yang ada hanya penilaian pada kemahiran pemain dalam memainkan bola supaya tidak jatuh ke tanah.
Permainan ini sekarang masih dapat dijumpai di daerah pinggiran kota Padang dan juga daerah-daerah lain di Sumatera Barat, akan tetapi di wilayah perkotaan sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Akhir-akhir ini, permainan sepak raga sudah mulai diperlombakan dan sudah banyak grup-grup sepak raga yang mulai bermunculan.
Di Kenagarian Pauh IX Kecamatan Kuranji Kota Padang, permainan ini dimainkan oleh para pendekar di Sasaran-saran Silat yang ada. Walau tak jarang terlihat juga dimainkan setiap sore di tengah lapang oleh para pemuda kampung di daerah yang terkenal dengan Silek Pauhnya tersebut.
Seperti sore hari ini, Camat Kuranji Muhammad Frengki Willianto membuka secara resmi event Sepak Rago Pauh IX Cup di Galanggang Sepak Rago Sasaran Surau Pondok Rimbo Tarok, Kuranji. Dikatakan Frengki, Sepak Rago merupakan perpaduan seni silat dan skill mengolah bola.
"Bola yang dimainkan hanya satu kali sentuh dan tidak boleh jatuh. Saya lihat ini dalam maknanya, dimana sama rasa, tidak menonjolkan individual, berbagi dan saling kerjasama dalam memainkan bola. Insya Allah akan kita jadikan event tahunan dengan piala bergilir Camat Kuranji," ujar Frengki ketika membuka pertandingan Anak Nagari tersebut, Minggu Sore (1/6).
Dikatakan Frengki, Sipak rago ini adalah budaya tradisional orang Minangkabau, khususnya dalam kegiatan ini adalah menghidupkan kembali tradisi adat dan Anak Nagari Pauh IX. Terakhir event yang sama diadakan pada tahun 1979 di daerah tersebut.
"Dalam Lomba ini yang pemain satu grup sebanyak 7 orang. Bola hanya boleh disntuh dengan kaki dan tidak boleh jatuh selama 15 menit. Penilaian pada tiga kategori, yaitu: Pertama, berapa lama sentuhan bola (bola hidup). Kedua, pengurangan point atau nilai bagi bola yang terkena atau tersentuh anggota tubuh lain selain kaki. Ketiga, gaya atau seni mengambil atau menyentuh bola. Penilaian juga dilihat dari keseragaman pakaian silat," ujarnya.
Menurut Frengki, makma yang terkandung dalam seni Sipak Rago ini banyak sekali. Diantaranya, kesopanan, kebersamaan serta kerjasama. Tidak rakus dan harus saling berbagi dan dilakukan dengan keceriaan tapi serius karena apabila penuh degan ketegangan maka bola sudah pasti akan cepat jatuh karena kakunya otot-otot kaki.
"Event ini memperebutkan piala bergilir Camat Kuranji sekaligus menjadi event tahunan merajut silaturahmi menyambut bulan suci Ramadhan. Diperlombakan kepada seluruh kenagarian dengan pesertanya anak nagari se Kota Padang ini. Acara ini juga jadi ajang silaturahmi pemangku-pemangku adat Kenagarian se Kota Padang," cakapnya. (BY)
Permainan ini dimainkan oleh 5 sampai 10 orang dengan cara membentuk lingkaran di suatu lapangan terbuka, di mana bola raga tersebut dimainkan dengan kaki dan teknik-teknik tertentu sehingga bola tersebut berpindah dari satu orang pemain kepada pemain lainnya tanpa jatuh ke tanah.
Bola raga terbuat dari daun kelapa muda atau kulit rotan yang dianyam menggunakan tangan. Perbedaan utama sepak raga dengan sepak takraw terletak pada penggunaan jaring (net) yang ditemui pada sepak takraw, tetapi tidak dipakai pada sepak raga.
Pada zaman dahulu permainan sepak raga dilakukan oleh para pemuda di kampung-kampung pada sore hari untuk mengisi waktu luang dan sebagai sarana hiburan. Tidak ada penilaian yang baku pada permainan ini, karena permainan ini tidak dipertandingkan. Yang ada hanya penilaian pada kemahiran pemain dalam memainkan bola supaya tidak jatuh ke tanah.
Permainan ini sekarang masih dapat dijumpai di daerah pinggiran kota Padang dan juga daerah-daerah lain di Sumatera Barat, akan tetapi di wilayah perkotaan sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Akhir-akhir ini, permainan sepak raga sudah mulai diperlombakan dan sudah banyak grup-grup sepak raga yang mulai bermunculan.
Di Kenagarian Pauh IX Kecamatan Kuranji Kota Padang, permainan ini dimainkan oleh para pendekar di Sasaran-saran Silat yang ada. Walau tak jarang terlihat juga dimainkan setiap sore di tengah lapang oleh para pemuda kampung di daerah yang terkenal dengan Silek Pauhnya tersebut.
![]() |
Camat Frengki melempar bola rago ke tengah gelanggang |
"Bola yang dimainkan hanya satu kali sentuh dan tidak boleh jatuh. Saya lihat ini dalam maknanya, dimana sama rasa, tidak menonjolkan individual, berbagi dan saling kerjasama dalam memainkan bola. Insya Allah akan kita jadikan event tahunan dengan piala bergilir Camat Kuranji," ujar Frengki ketika membuka pertandingan Anak Nagari tersebut, Minggu Sore (1/6).
Dikatakan Frengki, Sipak rago ini adalah budaya tradisional orang Minangkabau, khususnya dalam kegiatan ini adalah menghidupkan kembali tradisi adat dan Anak Nagari Pauh IX. Terakhir event yang sama diadakan pada tahun 1979 di daerah tersebut.
"Dalam Lomba ini yang pemain satu grup sebanyak 7 orang. Bola hanya boleh disntuh dengan kaki dan tidak boleh jatuh selama 15 menit. Penilaian pada tiga kategori, yaitu: Pertama, berapa lama sentuhan bola (bola hidup). Kedua, pengurangan point atau nilai bagi bola yang terkena atau tersentuh anggota tubuh lain selain kaki. Ketiga, gaya atau seni mengambil atau menyentuh bola. Penilaian juga dilihat dari keseragaman pakaian silat," ujarnya.
Menurut Frengki, makma yang terkandung dalam seni Sipak Rago ini banyak sekali. Diantaranya, kesopanan, kebersamaan serta kerjasama. Tidak rakus dan harus saling berbagi dan dilakukan dengan keceriaan tapi serius karena apabila penuh degan ketegangan maka bola sudah pasti akan cepat jatuh karena kakunya otot-otot kaki.
"Event ini memperebutkan piala bergilir Camat Kuranji sekaligus menjadi event tahunan merajut silaturahmi menyambut bulan suci Ramadhan. Diperlombakan kepada seluruh kenagarian dengan pesertanya anak nagari se Kota Padang ini. Acara ini juga jadi ajang silaturahmi pemangku-pemangku adat Kenagarian se Kota Padang," cakapnya. (BY)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »