BentengSumbar.com --- Dalam sebuah diskusi terbatas dengan Zabendri, Staf Ahli Walikota Padang, beberapa waktu lalu, mengemuka beberapa persoalan pariwisata Kota Padang. Mulai dari sarana prasarana pariwisata sampai kepada sikap mental pilaku dunia pariwisata itu sendiri, plus warga yang berada di lingkungan objek wisata.
Menurut Zabendri, indikator kemajuan pariwisata ditentukan oleh tingkat kunjungan wisatawan, baik lokal maupun internasional. Tingkat kunjungan itu akan tercapai, jika wisatawan ketika mengunjungi objek wisata betul-betul terjaga dengan baik. Rasa aman dan nyaman itu harus diciptakan semaksimal mungkin, tak boleh ada gangguan.
"Misalnya di Pantai Padang, wisatawan yang berkunjung ke Pantai Padang harus dikondisikan senyaman mungkin. Tidak boleh ada rasa tidak aman dan nyaman sedikit pun. Tak boleh ada razia yang bersifat penangkapan oleh Satpol PP. Satpol PP cukup mengawasi saja, kalau perlu pakai pluit, jika ada pelanggaran asusila, tiup pluit itu," ujarnya.
Senada dengan pendapat Zabendri, para Netizens (Pengguna internet aktif, red) ketika mengomentari kemajuan pariwisata Kota Padang mengatakan, perkembangan dunia pariwisata di kota ini jalan ditempat. Menurut Syafruddin Baju Ameh, mungkin roda parawisata di Kota Padang sadang dibawah. "Jarang nampak bule ka Padang, kalau dulu lai ado juo nampak sakali-sakali tapi kini ndak ado lai," ujar Suwar Yati, salah seorang Netizens mengomentari.
Sementara itu, Andi Amir menilai dunia pariwisata Kota Padang agak tertinggal dibanding daerah lain. "Lihat lah Pasisir (Pesisir Selatan, red), Padangpanjang, dan Sawahlunto. Mereka gerak cepat, kita punya potensi lebih dari mereka tetapi penataannya kurang," timpal Andi Amir dalam komentarnya.
"Ya betul..betul....Objek wisata dan sarananya ada tapi..pengelohannya kurang...dan..tidak ada yang mengemukakan wisata budaya Minangkabau...tu imbauan bagi pemerintah..parawisata..Kota Padang...," ungkap Agustinus Chandragaul.
Adrianko Darmi mengomentari, beda kreatifitas, Sawahlunto yang dahulu kota mati bisa hidup karen pejabatnya serius dan kreatif, anggaran dispar (Dinas Pariwisata) Padang kalah dengan Sawahlunto. "Coba kalau Pemko Padang belajar ke kadispar Pessel atau pak kadispar Sawahlunto, bpk Medi Iswandi. Kenapa harus jauh-jauh ke Bali?," pungkasnya.
Sedangkan Agusmardi berpendapat, selagi cara berpikir orang pemerintahan tidak melibatkan masyarakat dalam menyusun program kerjanya, maka dunia pariwisata tidak akan mengalami kemajuan. "Ya begini-begini sajalah pariwisata kita," ujarnya. (by)
Menurut Zabendri, indikator kemajuan pariwisata ditentukan oleh tingkat kunjungan wisatawan, baik lokal maupun internasional. Tingkat kunjungan itu akan tercapai, jika wisatawan ketika mengunjungi objek wisata betul-betul terjaga dengan baik. Rasa aman dan nyaman itu harus diciptakan semaksimal mungkin, tak boleh ada gangguan.
"Misalnya di Pantai Padang, wisatawan yang berkunjung ke Pantai Padang harus dikondisikan senyaman mungkin. Tidak boleh ada rasa tidak aman dan nyaman sedikit pun. Tak boleh ada razia yang bersifat penangkapan oleh Satpol PP. Satpol PP cukup mengawasi saja, kalau perlu pakai pluit, jika ada pelanggaran asusila, tiup pluit itu," ujarnya.
Senada dengan pendapat Zabendri, para Netizens (Pengguna internet aktif, red) ketika mengomentari kemajuan pariwisata Kota Padang mengatakan, perkembangan dunia pariwisata di kota ini jalan ditempat. Menurut Syafruddin Baju Ameh, mungkin roda parawisata di Kota Padang sadang dibawah. "Jarang nampak bule ka Padang, kalau dulu lai ado juo nampak sakali-sakali tapi kini ndak ado lai," ujar Suwar Yati, salah seorang Netizens mengomentari.
Sementara itu, Andi Amir menilai dunia pariwisata Kota Padang agak tertinggal dibanding daerah lain. "Lihat lah Pasisir (Pesisir Selatan, red), Padangpanjang, dan Sawahlunto. Mereka gerak cepat, kita punya potensi lebih dari mereka tetapi penataannya kurang," timpal Andi Amir dalam komentarnya.
"Ya betul..betul....Objek wisata dan sarananya ada tapi..pengelohannya kurang...dan..tidak ada yang mengemukakan wisata budaya Minangkabau...tu imbauan bagi pemerintah..parawisata..Kota Padang...," ungkap Agustinus Chandragaul.
Adrianko Darmi mengomentari, beda kreatifitas, Sawahlunto yang dahulu kota mati bisa hidup karen pejabatnya serius dan kreatif, anggaran dispar (Dinas Pariwisata) Padang kalah dengan Sawahlunto. "Coba kalau Pemko Padang belajar ke kadispar Pessel atau pak kadispar Sawahlunto, bpk Medi Iswandi. Kenapa harus jauh-jauh ke Bali?," pungkasnya.
Sedangkan Agusmardi berpendapat, selagi cara berpikir orang pemerintahan tidak melibatkan masyarakat dalam menyusun program kerjanya, maka dunia pariwisata tidak akan mengalami kemajuan. "Ya begini-begini sajalah pariwisata kita," ujarnya. (by)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »