Sultan Muhammad Shah, Pendiri Kerajaan Brunai Dari Suku Sakai

BentengSumbar.com --- Sultan Muhammad Shah (k. 1363-1402) ialah seorang raja Islam Brunei yang pertama. Ia sebelumnya bernama Awang Alak Betatar, dengan gelar Sang Aji (raja). Ia menikah dengan seorang puteri Johor, Puteri Dayang Pinggai. Ia mewarisi Naubat, Nakara, Ganta, dan Alamat dari Minangkabau, Negeri Andalas.

Puterinya, Puteri Ratna Dewi menikah dengan Ong Sum Ping, seorang keturunan bangsawan Tiongkok. Pada tahun 1371, ia mengirimkan utusan ke Kekaisaran Dinasti Ming, di mana catatan Tiongkok menyebutnya dengan nama Ma-ha-mo-sha. Sultan Muhammad Shah wafat pada tahun 1402.

Awang Alak Betatar pendiri Kesultanan Brunei konon berasal dari Minangkabau juga, bahkan saat acara peresmian replika Istana Pagaruyung di tahun 80 an Sultan Brunei Hassanal Bolkiah juga ikut hadir dan sempat mengatakan bahwa leluhurnya berasal dari Pagaruyung Minangkabau.

Silsilah Kerajaan Brunei mengikut pada Batu tarsilah dimulai dari Awang Alak Betatar, Raja pertama yang memeluk agama Islam (1368). Catatan tradisi lisan diperoleh dari Syair Awang Semaun yang menyebutkan Brunei berasal dari perkataan “baru nah” setelah rombongan klan atau suku Sakai yang dipimpin Pateh Berbai pergi ke Sungai Brunei mencari tempat untuk mendirikan negeri baru.

Setelah mendapatkan kawasan tersebut yang memiliki kedudukan sangat strategis yaitu diapit oleh bukit, air, mudah untuk dikenali serta untuk transportasi dan kaya ikan sebagai sumber pangan yang banyak di sungai, maka mereka pun mengucapkan perkataan “baru nah” yang berarti tempat itu sangat baik, berkenan dan sesuai di hati mereka untuk mendirikan negeri seperti yang mereka inginkan.

Kemudian perkataan “baru nah” itu lama kelamaan berubah menjadi Brunei. Di sini untuk sementara dapatlah kita simpulkan, berdasarkan syair Awang Semaun tadi, bahwa Pateh Berbai adalah pimpinan rombongan Suku Sakai yang melakukan migrasi dari luar pulau Borneo untuk mendirikan sebuah Negeri.

Asal Usul Orang Sakai

Orang-orang Sakai berasal dari Kerajaan Minangkabau yang berpusat di Pagarruyung. Menurut versi ini, orang-orang Sakai dulunya adalah penduduk Negeri Pagarruyung (yang berjumlah sekitar 190 orang) yang dimigrasikan oleh Raja Pagarruyung ke kawasan rimba belantara di sebelah timur negeri tersebut untuk mencari permukiman baru karena penduduk Negeri Pagarruyung pada waktu itu sudah sangat padat.

Setelah menyisir kawasan hutan, rombongan tersebut akhirnya sampai di tepi Sungai Mandau dan mendirikan permukiman baru di daerah tersebut. Keturunan merekalah yang kemudian dianggap sebagai orang-orang Sakai (Suparlan, 1995:73-74). Ada pula versi yang mengatakan bahwa orang-orang Sakai bermigrasi ke pedalaman di daerah Mandau karena mereka tidak mau tunduk kepada kekuasaan kolonial Belanda (Nursyamsiah, et al., 1995/1996:9). Terlepas dari perbedaan alasan kepindahan orang-orang Sakai dari Pagarruyung ke Mandau tersebut, orang-orang Sakai meyakini bahwa leluhur mereka memang berasal dari Negeri Pagarruyung.

Syair Awang Semaun menyebutkan, Dari sinilah (Riau) kelompok masyarakat Sakai yang dipimpin Pateh Berbai berlayar menuju Borneo dan mendirikan sebuah pemukiman. Dari gelar yang digunakan Pateh Berbai pun sangat erat hubungannya dengan gelar bangsawan Pagaruyung yang sering menggunakan istilah Patih (Parpatih Nan Sabatang contohnya).

Masih dalam syair Awang Semaun itu juga disebutkan nama saudara dari Awang Alak Betatar yang mirip dengan nama yang dipakai Kerajaan Minangkabau tempo dulu seperti gelar “Pateh” dan “Damong”. Begitu pula gelar “Pengiran Bendahara” dan “Pengiran Tumenggong” (Minang: Katumanggungan). (Sumber: Wikipedia, minangel, melayuonline, djkarjuma)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »