Irwan Prayitno dan Etika Pejabat Dalam Islam

Irwan Prayitno dan Etika Pejabat Dalam Islam
POINT kedua yang menjadi alasan Syamsu Rahim tidak mendukung dan tidak memilih Irwan Prayitno Datuk Rajo Bandaro Basa adalah pada saat menjabat gubernur, Irwan Prayitno kurang bisa melaksanakan etika hubungan antara pemerintah provinsi dengan kabupaten dan kota. Untuk masuk ke sebuah daerah, Ia lebih mendahulukan menghubungi partainya, ketimbang kepala daerah tujuannya itu. Makanya, dia lebih cenderung memilih untuk menjadi Ketua Tim Pemenangan Muslim Kasim - Fauzi Bahar.

Sebagai mantan Bupati Solok, Syamsu Rahim tentu memiliki pertimbangan mengungkapkan rasa "tidak sukanya" tersebut. Pertanyaannya, kenapa "
tidak sukanya" itu sekarang dia ungkapkan ? Padahal sebelumnya, terutama menjelang genderang pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah Gubernur/Wakil Gubernur Sumatera Barat akan ditabuh, Syamsu Rahim termasuk orang yang memuji Irwan Prayitno dalam berbagai kesempatan. Pujian demi pujian itu, disaksikan langsung oleh warga Kabupaten Solok pada setiap acara dan kegiatan yang dihadiri Irwan Prayitno dan Syamsu Rahim. Bahkan, Syamsu Rahim memohon do'a dan restu agar bisa berpasangan dengan Irwan Prayitno.

Penulis tidak bermaksud untuk membantah tudingan Syamsu Rahim ini. Namun, sebagai orang yang pernah dekat dengan Irwan Prayitno dan dalam beberapa kesempatan sering berdiskusi dengannya, maka tentu penulis paham banyak sedikitnya, kenapa Irwan Prayitno tidak melulu menghubungi kepala daerah dalam setiap kunjungannya ke daerah yang bersangkutan. Sebagai gubernur, ada dua bentuk kegiatan yang dilaksanakan Irwan Prayitno ke daerah-daerah, yaitu kunjungan formal dan kunjungan non formal.
Bagi Irwan Prayitno, walau menjabat sebagai orang nomor satu di daerah ini, bukan berarti dia harus menyusahkan Bupati/Walikota dalam setiap kunjungannya, karena Bupati/Walikota tersebut juga disibukan oleh tugas masing-masing mengurus daerahnya. Irwan Prayitno tidak ingin mengganggu konsentrasi kepala daerah dalam bekerja, karena setiap saat harus mendampingi gubernur yang doyan blusukan dan mengunjungi masyarakat tersebut. Makanya, Irwan Prayitno hanya meminta kepala daerah mendampingi dirinya dalam setiap kegiatan yang bersifat kunjungan resmi, seperti meresmikan kantor, jembatan, jalan atau kegiatan yang kental nuansa formalnya dan harus melibatkan kepala daerah.

Berbanding terbalik dengan kebanyakan pemimpin di negeri ini. Sebagai jurnalis, penulis juga sempat mengikuti kunjungan beberapa orang pejabat ke daerah-daerah. Kebanyakan mereka akan "murka' jika dalam kunjungannya tersebut tanpa didampingi Bupati/Walikota atau camat setempat. Mereka juga tidak percaya diri sebagai pejabat, apabila dalam kunjungannya tersebut tidak membawa iring-iringan mobil pejabat. Beberapa Kepala SKPD "wajib" ikut dalam rombongannya tersebut. Dan jika ada yang kurang dalam pelayanan Bupati/Walikota atau camat, biasanya mereka akan menegur Bupati/Walikota dan camat tersebut. Bagi Irwan Prayitno, "kebesaran palsu" sebagai seorang gubernur seperti ini tidak perlu, karena agama yang dianutnya, yaitu Islam mengajarkan agar penguasa tidak sombong, tidak zalim, hidup bersehaja, dan dekat dengan rakyat.

Sekedar diketahui, Irwan Prayitno adalah sosok yang tawadhu', dan tak suka menyombongkan diri dengan kekuasaan yang dimilikinya. Sikap tawadhu' ini dalam bahasa lain dikenal dengan istilah low profile. Low profile adalah sikap yang tidak suka memperlihatkan kelebihan yang dia miliki. Low profile dipandangan sebagai sikap hidup yang senantiasa sederhana dan rendah diri. Low profile sering dijadikan predikat bagi orang-orang yang terlihat sederhana dalam banyak kelebihan yang dia miliki. Mereka adalah orang-orag yang dengan sengaja ataupun tidak sengaja menjaga kesederhanaan dalam bersikap kendati mereka punya hak besar untuk menyombongkan diri. Mereka bisa melebur di tengah kerumunan orang dengan berbagai macam kepribadian tanpa menunjukan bakat mereka.

Sebagai seorang pemimpin muslim dan pendakwah, Irwan Prayitno paham betul tuntunan agama Islam untuk menjadi pemimpin yang amanah terhadap jabatan. Ia berusaha untuk meneladani gaya kepemimpinan Rasulullah saw dan para khalifah dalam Islam. Jabatan dan kekuasaan adalah amanah, demikian salah satu falsafah politik dan jabatan dalam Islam.
Hal ini tampak dari nasehat Rasulullah saw kepada Abu Bakar ra: “Hai Abu Bakar, urusan kedudukan itu adalah untuk orang yang tidak menginginkannya, bukan untuk orang-orang yang menonjol-nonjolkan diri dan memburunya. Ia adalah bagi orang yang memandang kecil urusan itu dan bukan bagi orang yang mengulur-ulurkan kepalanya untuk itu.” Rasulullah pun menegaskan dalam sabdanya: “Sesungguhnya kepemimpinan itu adalah amanat dan pada hari akhirat kepemimpinan itu adalah rasa malu dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya dengan haq serta melaksanakan tugas kewajibannya.” (HR. Muslim).

Irwan Prayitno memang selalu tampil sederhana, bahkan atribut gubernur yang biasa dipasang di dada kiri oleh gubernur atau pejabat pada umumnya nyaris tak pernah dipakainya. Penulis hanya sempat melihat sekali atau dua kali Irwan Prayitno memakainya dan itu hanya pada kegiatan formal, seperti saat Presiden RI berkunjung ke Sumatera Barat. Itupun karena diingatkan oleh protokol Presiden. Mungkin karena penampilannya yang sederhana dan tanpa atribut itu yang membuat rakyat dan pejabat setingkat camat didaerah ragu, apakah yang berdiri di depannya benar-benar Gubernur Sumatera Barat?

Selama lima tahun menjabat gubernur Sumatera Barat (15 Agustus 2010 - 15 Agustus 2015), hampir 840 kali Irwan Prayitno melakukan kunjungan ke daerah-daerah yang ada di Ranah Minang. Rata-rata, dalam satu minggu dia mengunjungi daerah sebanyak 3-4 kali. Kebanyakan kunjungan tersebut untuk menghadiri undangan masyarakat, baik berupa undangan tertulis maupun via sms atau telepon. Karena semakin padatnya tingkat kunjungan ke daerah tersebut, membuat Irwan Prayitno tidak ingin merepotkan Bupati/Walikota daerah kunjungan. Dia baru mengajak Bupati/Walikota jika kunjungan tersebut untuk menghadiri undangan resmi dari lembaga pemerintah. Dia menghubungi pengurus PKS di daerah kunjungannya, jika undangan tersebut berasal dari pengurus PKS dan kegiatan tersebut melibatkan kader PKS. Selebihnya, dia berkunjung tanpa mengajak Bupati/Walikota dan pengurus PKS di daerah, dan kebanyakan hanya disambut oleh tokoh masyarakat setempat pada lokasi kunjungan. 
“Pakaian yang menjadi contoh bagi Mukminin menjadi penyebab khusyuknya hati dan tawadhu’, menyampaikan manusia kepada tujuan, merupakan syiar orang saleh, dan tidak menyebabkan kesombongan. Alangkah baiknya kalau Muslimin mencontohnya.” (Imam Ali ra)

Penulis tergerak menulis artikel ini karena apa yang ditudingkan oleh Syamsu Rahim terhadap Irwan Prayitno, menurut hemat penulis kurang pas, dan perlu diluruskan, agar publik tidak salah persepsi tentang sosok Irwan Prayitno. Apatah lagi, enam point alasan Syamsu Rahim tidak mendukung Irwan Prayitno tersebut menjadi semacam black campaigns di media sosial terhadap sosok Irwan Prayitno. Sebagai orang yang pernah dekat dengan Irwan Prayitno, apalagi lagi penulis juga Anak Nagari Pauh IX Kota Padang, penulis merasa prihatin terhadap black campaigns yang dilakukan kepadanya. Penulis pun tidak bermaksud mempengaruhi pilihan publik, karena pilihan dan dukungan merupakan hak masing-masing. Tetapi alangkah eloknya jika dalam berpolitik mengedepankan etika moral dan politik santun, sehingga tidak tersebarnya fitnah di tengah-tengah masyarakat. 

Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq, semoga Allah menuntun kita ke jalan yang paling lurus dalam pemilihan Gubernur Sumatera Barat tanggal 9 Desember 2015 mendatang. Amin.

Ditulis Oleh :
Zamri Yahya, SHI
Wakil Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Pauh IX Kota Padang

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »