SEBAGAI politisi senior Partai Keadilan Sejahtera, karir politik Irwan Prayitno terbilang mulus. Seiring pengukuhan Partai Keadilan pada 20 Juli 1998, Irwan membentuk dan mengetuai perwakilan PK di Malaysia. PK mengantar Irwan duduk di parlemen hasil pemilihan umum 1999. PK mendudukkan tujuh kader di DPR RI, termasuk dirinya. Bersama Partai Amanat Nasional yang mengumpulkan 37 kursi DPR, kedua partai bergabung membentuk Fraksi Reformasi dengan Hatta Rajasa sebagai ketua dan Irwan Prayitno sebagai wakil. Fraksi mengantar nama Irwan sebagai Ketua Komisi VIII. Ia memimpin Komisi VIII yang di antaranya membidangi masalah energi dan sumber daya mineral. AM Fatwa menyebut Irwan satu-satunya pimpinan komisi di DPR yang tak tergantikan selama lima tahun.
Pada pemilihan umum legislatif April 2004, ia diusung partai yang telah berganti nama PKS sebagai calon anggota legislatif DPR. Daerah pemilihan Sumatera Barat mengirimkan dua wakil ke DPR dari PKS, dirinya dan Refrizal. Pada periode keduanya di DPR, ia kembali mengetuai komisi yang sama sampai 2005 sebelum berpindah komisi dan diangkat sebagai Ketua Komisi X sejak 2007.
Dalam pemilihan umum 2009, Irwan dan Refrizal terpilih kembali mewakili Sumatera Barat. Irwan tak menyelesaikan periode ketiganya setelah maju sebagai Gubernur Sumatera Barat dan terpilih sebagai gubernur. Irwan resmi ditetapkan sebagai gubernur terpilih setelah meraup 32,44% suara. Ia tercatat sebagai Gubernur Sumatera Barat pertama yang berasal dari partai politik. Bersama wakilnya Muslim Kasim, Irwan dilantik sebagai Gubernur Sumatera Barat pada Minggu, 15 Agustus 2010 oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi atas nama Presiden RI. Pelantikan berlangsung di bekas ruangan garasi mobil DPRD Sumatera Barat karena gedung utama rusak berat akibat gempa.
Kini Irwan kembali maju untuk periode kedua sebagai calon Gubernur Sumatera Barat berpasangan dengan Nasrul Abit, mantan Bupati Pesisir Selatan dalam pilkada 2015. Dengan penuh percaya diri, pasangan calon nomor urut dua ini yakin akan memenangkan pilkada dengan meraih dukungan rakyat Sumatera Barat. Apatah lagi, pasangan ini didukung dua partai besar, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dikenal dengan kader-kader militannya dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang kental dengan figur Prabowo Subiantonya. Pada pemilihan presiden (Pilpres) tahun kemaren, Prabowo Subianto meraih 78 persen suara di Sumatera Barat dan Ketua Tim Pemenangan Prabowo - Hatta waktu itu adalah Irwan Prayitno.
Sebagai politisi nasional yang matang dalam dunia politik dan dakwah, sosok Irwan dikenal dekat oleh masyarakat kelas bawah. Selama menjabat Gubernur Sumatera Barat, Irwan tercatat mengunjungi daerah-daerah di Sumatera Barat sebanyak 840 kali lebih. Kebanyakan adalah daerah-daerah terpencil dan jarang dikunjungi pejabat sekelas bupati, apalagi gubernur. Bahkan ada pemuka masyarakat di daerah terpencil itu mengatakan, sejak Indonesia merdeka, baru kali itu ada gubernur yang berkunjung ke daerah mereka.
Irwan adalah sosok yang penuh percaya diri dalam menempuh karir politiknya. Sejak terjun dalam dunia politik, dalam setiap pemilu legislatif, Irwan terlihat percaya diri. Setidaknya ini tampak dari Alat Peraga Kampanye (APK) yang dipasangnya, tak pernah tampak dia memasang tanda gambar tokoh, baik tokoh nasional maupun tokoh daerah. Pada APK tersebut, dia hanya memasang tanda gambarnya seorang, kalau pun ada tanda gambar orang lain, itu adalah calon anggota legislatif yang separtai dengannya.
Demikian juga pada pilkada gubernur (Pilkadagub) Sumatera Barat pada tahun 2005 dan 2010, Irwan adalah calon gubernur yang tampil beda. Jika calon lainnya memasang tanda gambar tokoh masyarakat yang mendukungnya, Irwan hanya memasang tanda gambar dirinya dan pasangannya. Pada pilkadagub 2015 ini, Irwan kembali tampil apa adanya. Pada APK miliknya, hanya terpasang tanda gambar dirinya dan Nasrul Abit.
Penulis sempat bertanya kepada Irwan, kenapa dirinya tidak mau memasang tanda gambar tokoh Minang atau tokoh masyarakat lokal pada APK, seperti baliho, spanduk, dan banner miliknya. Irwan menjawab, sebagai calon pemimpin, dirinya harus percaya diri dan tidak ingin memanfaatkan ketokohan seseorang. Dia menghormati semua tokoh Minangkabau, baik di tingkat nasional maupun daerah, tetapi dirinya juga tidak ingin memanfaatkan kedekatannya dengan tokoh tersebut untuk kepentingan politik praktis. Tokoh Minang adalah milik bersama orang Minangkabau, bukan milik sebagian kelompok politik. Irwan tidak ingin menciderai ketokohan Tokoh Minang tersebut, sebab itu akan merugikan mereka sendiri dan menyebabkan terkotak-kotaknya Tokoh Minang akibat kepentingan politik.
Apatah lagi, dalam kenyataanya, Tokoh Minang yang dimanfaatkan oleh pasangan calon sebagai salah satu bentuk dukungan, justru mengurangi kekaguman masyarakat kepadanya. Banyak kasus, tokoh-tokoh yang selama ini dihormati oleh masyarakat Minang, setelah menyatakan dukungan kepada calon tertentu dalam pilkadagub ini, malah menuai hujatan dari masyarakat. Irwan sendiri bukan tidak ada Tokoh Minang yang mendukungnya, secara langsung sudah banyak Sesepuh dan Tokoh Minang yang menyatakan dukungan kepadanya. Tetapi Irwan tidak ingin memanfaatkan dukungan tersebut dengan memasang tanda gambar mereka, karena boleh jadi akan ada yang pro dan kontra, sehinga sesepuh dan tokoh Minang tersebut akan menuai hujatan.
Bagi Irwan, dukungan Sesepuh dan Tokoh Minang cukup disampaikan secara pribadi kepadanya, tanpa harus diumbar ke ruang publik. Dukungan dari Sesepuh dan Tokoh Minang tersebut setidaknya menjadi energi tersendiri bagi pasangan IP-NA, karena mereka tidak hanya memberikan dukungan lisan, tetapi juga mendorong anak kemenakannya memilih pasangan IP-NA. Tak hanya Sesepuh dan Tokoh Minang, beberapa pimpinan partai politik, baik ditingkat nasional maupun lokal, juga menyatakan dukungannya secara pribadi kepada Irwan Prayitno.
Dalam ilmu psikologi politik, yaitu bidang ilmu interdisiplin yang tujuan subtantifnya menyingkap saling keterkaitan antara psikologi dan politik, seseorang yang tidak percaya diri maju sebagai calon kepala daerah dapat dilihat dari APK yang digunakan. Jika pada APK itu menampilkan dukungan tokoh masyarakat sebanyak mungkin, berarti dia kurang percaya diri. Pasangan calon kepala daerah yang memasang tanda gambar tokoh pada baliho, spanduk, dan banner APK-nya tidak mungkin untuk gagah-gagahan, pastilah bertujuan untuk mendapatkan dukungan. Sebab, tidak ada jawaban lain selain itu.
Menurut hemat penulis, calon pemimpin yang tidak percaya dengan potensi yang dimilikinya, maka dia akan kurang percaya diri, sehingga memanfaatkan ketokohan seseorang melalui tampilan di baliho, spanduk dan banner untuk meraih simpati rakyat. Kalau mereka percaya diri, tidak mungkin mereka melakukan itu. Tentu kita patut bertanya, pemimpin semacam apakah mereka ? Kalau mereka tidak memiliki kepercayaan diri, jika terpilih, tentu mereka tidak bisa mengambil keputusan sendiri, karena tidak percaya diri dan tidak memiliki kemampuan. Bisa saja dia nanti menjadi petugas partai, karena dalam setiap mengambil keputusan tidak percaya diri dan tidak memiliki kemampuan, sehingga harus bertanya kepada orang lain, terutama dari kalangan partai politik yang mendukungnya. Apatah lagi, jika partai pengusung dan pendukungnya banyak, maka mereka akan kerepotan mengakomodir kepentingan semua partai yang banyak tersebut.
Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq, semoga Allah menuntun kita ke jalan yang paling lurus dalam pemilihan Gubernur Sumatera Barat tanggal 9 Desember 2015 mendatang. Amin.
Ditulis Oleh :
Zamri Yahya, SHI
Wakil Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Pauh IX Kota Padang
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »