Jadi Ketua Komisi Termuda di DPR RI

Jadi Ketua Komisi Termuda di DPR RI
PROF DR H Irwan Prayitno, Psi, MSc., Datuk Rajo Bandaro Basa tidak terlahir dari rahim keluarga politisi. Kedua orang tuanya mengabdikan diri sebagai dosen di IAIN Imam Bonjol Padang. Ibundanya Sudarni Sayuti merupakan dosen Fakultas Tarbiyah, sedangkan ayahandanya Djamarul Djamal adalah dosen Fakultas Syariah. Dan dirinya pun tidak pernah membayangkan akan menjadi politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan karir yang terbilang cemerlang.

Irwan Prayitno mulai menunjukan perhatiannya kepada politik ketika dirinya bersinggungan dengan pergerakan tarbiah. Ketika pengukuhan pendirian Partai Keadilan pada 20 Juli 1998, Irwan ditunjuk sebagai Ketua Perwakilan PK di Malaysia. Ia dimintai kesediaan untuk dicalonkan sebagai anggota legislatif oleh PK mewakili daerah pemilihan Sumatera Barat. Hasil pemilihan umum legislatif Indonesia 1999, PK hanya memperoleh 1,4 juta suara atau 1,7% dari total pemilih. PK mendudukkan tujuh kader di DPR, termasuk Irwan Prayitno.
Karir Irwan Prayitno di bidang politik terbilang sukses. Ia tercatat tiga kali periode menjadi anggota DPR RI (1999-2004, 2004-2009, 2009-2014). Periode terakhir sebagai anggota DPR RI hanya dijalani Irwan Prayitno selama setahun, karena pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sumatera Barat, dirinya dipercaya rakyat dan terpilih sebagai Gubernur Sumatera Barat untuk masa bhakti 2010-2015. Jabatan Irwan Prayitno sebagai anggota DPR RI digantikan besanya Sidi Hermanto melalui proses Pergantian Antar Waktu (PAW).

Selama menjadi anggota DPR RI, Irwan Prayitno tercatat dua kali menjadi Ketua Komisi, yaitu Komisi VIII dan Komisi X. Komisi VIII membidangi Energi dan Sumber Daya Mineral, Riset dan Teknologi, dan Lingkungan Hidup. Mitra kerja Komisi VIII adalah Pertamina, PLN, PGN, LIPI, BATAN, BPPT, Perusahaan Minyak dan Pertambangan. Sedangkan Komisi X membidangi Pendidikan, Pemuda, Pariwisata, Seni dan Budaya serta Olahraga.

Menurut AM Fatwa, mantan Wakil Ketua MPR RI, Irwan Prayitno merupakan Ketua Komisi VIII di DPR RI yang belum pernah tergantikan selama lima tahun, padahal dialah pemimpin Komisi termuda di masanya. Kedekatan AM Fatwa dengan Irwan Prayitno terjalin ketika sama-sama tergabung dalam Fraksi Reformasi DPR/MPR RI yang terdiri dari Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan (PK). Irwan Prayitno menjadi Wakil Ketua Fraksi, sedangkan AM Fatwa Penasehat Fraksi. Ketika Irwan Prayitno menjabat Ketua Komisi VIII, AM Fatwa adalah Wakil Ketua DPR RI yang koordinasinya termasuk Komisi yang dipimpin Irwan Prayitno.

AM Fatwa termasuk orang yang mengetahui bahwa sebenarnya Presiden SBY dan Wakil Presiden JK pada waktu itu, sangat mengharapkan Irwan Prayitno turut duduk memperkuat Kabinet Persatuan Indonesia, namun partainya berkehendak lain dan Irwan Prayitno loyal terhadap keputusan partai.

Alwi Shihab, mantan Menkokesra era SBY berpandangan, Irwan Prayitno merupakan sosok yang memiliki keteguhan sikap dan kecerdasan berfikir. Namun yang paling penting dari itu adalah idealisme yang ingin diperjuangkannya. Sikap politik Irwan Prayitno yang semacam ini, menurut Alwi Shihab, sangat dibutuhkan dalam situasi dan kondisi perpolitikan nasional yang didominasi oleh pelaku-pelaku yang sering lebih mengutamakan pragmatisme dan keuntungan sesaat. Apatah lagi, Bangsa Indonesia membutuhkan pelaku-pelaku politik yang memiliki integritas tinggi dan komitmen teguh.

Bagi Hatta Rajasa, Menteri Perhubungan era SBY, figur Irwan Prayitno adalah seorang politisi muda yang penuh dedikasi, pekerja keras, energik, selalu bersemangat dan senantiasa mengedepankan aspek moralitas pada setiap tindakan yang dilakukan. Dalam bekerja dan menyelesaikan maslahan, Irwan Prayitno adalah orang yang selalu mengedepankan solution oriented. Artinya, Irwan Prayitno tidak hanya berpatokan pada hasil, tetapi hasil yang benar-benar menjadi solusi terhadap suatu permasalahan.

Sementara itu, Purnomo Yusgiantoro, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, memandang Irwan Prayitno sebagai pribadi yang sederhana, kritis, tetapi tidak kaku. Purnomo Yusgiantoro mengaku sering berdiskusi dengan Irwan Prayitno terkait dengan energi dan sumber daya mineral. Irwan Prayitno selalu menyampaikan saran dan pendapat berharga kepadanya tentang persoalan energi dan sumber daya mineral.

Itulah kesan tokoh-tokoh nasional terhadap badan diri Irwan Prayitno, selama yang bersangkutan menjabat Ketua Komisi VIII DPR RI. Kesan-kesan tersebut mereka sampaikan dalam testimoni buku "Basamo Mambangun Nagari, Kiprah Seorang Asli Putera Minang" yang diterbitkan pada tahun 2005. Buku tersebut penulis dapatkan ketika menjadi Tim Sukses Irwan Prayitno -  Ika Kusuma Hamid pada Pilkada Sumatera Barat 2005.

Sebagai anggota DPR RI, Irwan Prayitno termasuk yang merancang dan mengodok lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Tujuannya waktu itu, agar guru dijadikan sebagai profesi sebagaimana profesi dokter dan pengacara, serta wartawan. Pemikiran Irwan Prayitno tentang Guru  dan Dosen mendapat dukungan dengan rekan-rekannya sesama anggota DPR RI, sehingga disahkannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen tersebut. Akhirnya, Irwan Prayitno pun diberi kepercayaan menjadi Ketua Komisi X selama tiga tahun (2006-2009).

Ketika menjabat Ketua Komisi X, Irwan Prayitno berhadapan dengan pemerintah dalam evaluasi pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Ia mengkritik pelaksanaan UN bila sebatas syarat penentu kelulusan siswa. Ia berpendapat bahwa hasil UN mestinya bisa digunakan untuk masuk perguruan tinggi. Ia mengusulkan pelaksanaan SPMB untuk menjaring mahasiswa bebas biaya. Irwan pernah berpendapat pelaksanaan penerimaan mahasiswa harus ditangani otonom oleh masing-masing perguruan tinggi.

Ditangan Irwan Prayitno pula lah lahirnya Undang-Undang No. 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan. Dalam benak Irwan Prayitno pada waktu penyusunan UU tersebut, pemuda harus mampu menjadi menteri, gubernur, presiden atau pengusaha yang hebat. Untuk itu, yang sudah berumur lewat dari 30 tahun, berdasarkan UU tersebut, maka harus ikhlas dan dengan ketulusan hati untuk melepas jabatannya di organisasi kepemudaan dan diserahkan kepada anak muda yang berusia rentang 16-30 tahun.

Pada saat menjabat Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno pula yang pertama memberlakukan UU Kepemudaan tersebut di Indonesia. Sejarah mencatat, pada tanggal 25 Oktober 2014 dalam Musyawarah Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (Musda KNPI) Provinsi Sumatera Barat ke XIII di Lubuk Sikaping Kabupaten Pasaman, Irwan Prayitno menegaskan, harus ada keberanian untuk estafet bangsa dengan memberlakukan UU Kepemudaan tersebut. Di Negara lain, yang duduk di organisasi pemuda rata-rata berumur 16 sampai 30 tahun. Dalam Musdaprov DPD KNPI Sumbar tersebut terpilih Defika Yufiandra menggantikan Adib Alfikri.

Selaku Gubernur Sumatera Barat waktu itu, Irwan Prayitno menegaskan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat tidak berani memberikan anggaran kepada Organisasi Kepemudaan (OKP) yang tidak mengacu pada Undang-Undang No. 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan. Hal itu dilakukan untuk menghindari adanya temuan oleh tim pemeriksa keuangan. OKP/OKPI/KNPI kabupaten/kota dan provinsi harus mengacu kepada UU tersebut, termasuk masalah pematokan batas usia calon ketua, yaitu 16 sampai dengan 30 tahun.

Sebagai pemuda harapan bangsa, ujar Irwan Prayitno, pemuda harus konsekwen, sebab sudah menjadi keinginan bersama negara ini maju. Untuk itu diperlukan pemuda yang memiliki semangat tinggi, baik secara fisik maupun mental. Semakin bertambah umur seseorang, semakin berkurang daya fikirnya, bagaimana pula dia akan memimpin. Kalau pemuda memimpin akan lebih cepat, semangat untuk berkerja dan tentunya masih kuat. 

"Sesungguhnya Allah benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memiliki shabwah (Sebagai pemuda yang tidak memperturutkan hawa nafsunya. Sebaliknya, dia membiasakan diri melakukan kebaikan dan berusaha keras menjauhi keburukan)." (HR Ahmad - Thabrani). "Bukanlah seorang pemuda yang mengatakan, 'Ini Bapakku', tetapi pemuda itu adalah yang mengatakan, 'Inilah Aku'." (Imam Ali). "Sungguh pemuda itu distandarisasi dari kualitas ilmu dan ketakwaannya. Jika keduanya tidak melekat pada struktur kepribadiannya. Ia tidak layak disebut pemuda. Pemuda hari ini adalah pemimpin di masa depan." (Imam Syafii).

Wallahu A'lam Bishawab, dan hanya Allah yang Maha Mengetahui.

Ditulis Oleh:
Zamri Yahya
Mantan Ketua Bidang Kajian Strategis KAMMI Komisariat IAIN Imam Bonjol Padang

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »