![]() |
Zamri Yahya. |
IKUT dalam kompetisi memperebutkan kursi panas Gubernur dan Wakil Gubernur atau Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) itu ibarat bermain judi. Betapa tidak, orang akan mengeluarkan duit sekian banyaknya untuk mendapatkan tiket ikut serta dalam Pemilukada, belum lagi biaya kampanye.
Demikian juga para penjudi, mereka terlebih dahulu memasang taruhan dalam segala bentuknya, bisa berupa uang, barang atau surat-surat berharga untuk dapat ikut dalam permainan judi tersebut. Namun, kemenangan yang diharapkan belum tentu akan diraih, yang pasti angan-angan untuk menang sudah pasti akan didapat.
Terkadang orang sering lupa dengan ini. Bahwa mengangkat seorang pemimpin itu hak mutlak Allah, baik itu pemimpin di kalangan kaum muslimin maupun dikalangan orang kafir. Manusia hanya menjalani proses yang ada, agar kekuasaan itu dapat diraih. Tapi rambu-rambunya, tidak boleh menghalalkan segala cara, karena itu dilarang Allah SWT. Tuhan, Penguasa Alam Semesta ini sudah menentukan batasan dan ukuran, dan Maha Mengetahui mana hambanya yang layak diberi amanah kepemimpinan.
Kondisi yang sama juga dialami oleh calon Kepala Daerah, mereka selalu berangan-angan untuk menang dalam Pemilukada. Kalau didengar perkataan tim sukses, alangkah sejuknya kira-kira, karena kemenangan sudah di depan mata. Tak tahu mereka, kalau tim sukses lebih banyak berkata 'bohong' demi menyenangkan kandidat yang mereka usung untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan.
Pada saat pemilihan digelar, bertambah harap-harap cemas sang kandidat, berdetak kencang jantung mereka, karena menurut tim sukses, dirinya akan menang di semua TPS yang telah dikuasai. Masyarakat pasti memilih diri mereka. Tapi apa lacur, omongan tim sukses tidak terbukti kebenarannya, karena mereka pun berbicara tidak pakai data yang valid, semisal survai dari lembaga yang memang diakui validitas hasil survainya.
Ini menandakan tak siap menerima kekalahan. Bedanya dengan penjudi, jika mereka kalah, penjudi malah siap menerima kekalahan. Tetapi calon kepala daerah, malah banyak yang tak siap menerima kekalahan itu. Padahal, kalah menang dalam proses demokrasi Pemilukada, itu hal biasa. Agaknya, suasana Pilpres sudah mulai menjangkit ke daerah. Tak terima kalah, ujungnya saling fitnah.
Masing-masing tim sukses pun perang urat saraf di media sosial. Bahkan, tak jarang berujung pemutusan hubungan silaturahmi di dunia nyata. Tak lagi saling tegur sapa. Padahal sebelum Pemilukada, mereka "konco palangkin" yang sangat sulit dipisahkan. Itu antar tim sukses. Kericuhan pun tak jarang terjadi antara pendukung satu pasang calon. Kemenangan di depan mata harus dikungkung, jangan ada yang mengatakan 'lebih berjuang' dari dia. Kalau dapat kesalahan sekecil apa pun, teman yang tadi satu tim, harus dicampakan.
Ya, itulah Pemilukada. Pemilihan usai, menyisakan 'kada' (borok/luka, red). Kalau tak kuat iman, bisa dibikinnya gila. Panjang angan-angan, menghayal, akan dapat jabatan bergengsi dan akan menikmati fasilitas, karena calon yang didukung dan diusung sudah menang. Bagi tim sukses yang jagoannya kalah, juga masih berangan-angan. Jika gugatan dikabulkan, maka kemenangan akan berbalik. Diulang sejarah lama, mungkin saja Tuhan akan mengabulkan.
Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq, semoga Allah menuntun kita ke jalan yang paling lurus.
Padang, 3 Desember 2015
Ditulis Oleh :
Zamri Yahya
Wakil Ketua PK KNPI Kuranji Kota Padang
Demikian juga para penjudi, mereka terlebih dahulu memasang taruhan dalam segala bentuknya, bisa berupa uang, barang atau surat-surat berharga untuk dapat ikut dalam permainan judi tersebut. Namun, kemenangan yang diharapkan belum tentu akan diraih, yang pasti angan-angan untuk menang sudah pasti akan didapat.
"Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.(QS. As-Sajdah ayat 24). "Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat." (QS. Asy-Syura ayat 27).
Terkadang orang sering lupa dengan ini. Bahwa mengangkat seorang pemimpin itu hak mutlak Allah, baik itu pemimpin di kalangan kaum muslimin maupun dikalangan orang kafir. Manusia hanya menjalani proses yang ada, agar kekuasaan itu dapat diraih. Tapi rambu-rambunya, tidak boleh menghalalkan segala cara, karena itu dilarang Allah SWT. Tuhan, Penguasa Alam Semesta ini sudah menentukan batasan dan ukuran, dan Maha Mengetahui mana hambanya yang layak diberi amanah kepemimpinan.
Kondisi yang sama juga dialami oleh calon Kepala Daerah, mereka selalu berangan-angan untuk menang dalam Pemilukada. Kalau didengar perkataan tim sukses, alangkah sejuknya kira-kira, karena kemenangan sudah di depan mata. Tak tahu mereka, kalau tim sukses lebih banyak berkata 'bohong' demi menyenangkan kandidat yang mereka usung untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan.
Pada saat pemilihan digelar, bertambah harap-harap cemas sang kandidat, berdetak kencang jantung mereka, karena menurut tim sukses, dirinya akan menang di semua TPS yang telah dikuasai. Masyarakat pasti memilih diri mereka. Tapi apa lacur, omongan tim sukses tidak terbukti kebenarannya, karena mereka pun berbicara tidak pakai data yang valid, semisal survai dari lembaga yang memang diakui validitas hasil survainya.
Akhirnya, untuk menutup malu, dan menyenangkan hati donatur, dicari-carilah kesalahan lawan yang menang pilkada. Tim sukses pun ikut mendorong, dan berupaya mencari celah dan data untuk itu. Surat pun dilayangkan kepada lembaga penyelenggara pemilu agar penetapan hasil pemilukada ditangguhkan, laporan pun dimasukan ke lembaga pengawas pemilu, dan gugatan pun dilayangkan ke Mahkamah Konstitusi yang berhak menyidangkan perkara perselisihan pemilu.
Ini menandakan tak siap menerima kekalahan. Bedanya dengan penjudi, jika mereka kalah, penjudi malah siap menerima kekalahan. Tetapi calon kepala daerah, malah banyak yang tak siap menerima kekalahan itu. Padahal, kalah menang dalam proses demokrasi Pemilukada, itu hal biasa. Agaknya, suasana Pilpres sudah mulai menjangkit ke daerah. Tak terima kalah, ujungnya saling fitnah.
Masing-masing tim sukses pun perang urat saraf di media sosial. Bahkan, tak jarang berujung pemutusan hubungan silaturahmi di dunia nyata. Tak lagi saling tegur sapa. Padahal sebelum Pemilukada, mereka "konco palangkin" yang sangat sulit dipisahkan. Itu antar tim sukses. Kericuhan pun tak jarang terjadi antara pendukung satu pasang calon. Kemenangan di depan mata harus dikungkung, jangan ada yang mengatakan 'lebih berjuang' dari dia. Kalau dapat kesalahan sekecil apa pun, teman yang tadi satu tim, harus dicampakan.
Ya, itulah Pemilukada. Pemilihan usai, menyisakan 'kada' (borok/luka, red). Kalau tak kuat iman, bisa dibikinnya gila. Panjang angan-angan, menghayal, akan dapat jabatan bergengsi dan akan menikmati fasilitas, karena calon yang didukung dan diusung sudah menang. Bagi tim sukses yang jagoannya kalah, juga masih berangan-angan. Jika gugatan dikabulkan, maka kemenangan akan berbalik. Diulang sejarah lama, mungkin saja Tuhan akan mengabulkan.
Dalam suatu kesempatan, Rasulullah saw bertanya kepada para sahabatnya, "Apakah kalian semua ingin masuk surga?" Para sahabat menjawab, 'Tentu ya Rosulullaah.' Beliau lalu bersabda, "Kalau begitu jagan banyak angan-angan. Letakkan ajal kalian di depan mata. Dan merasa malulah kepada Allah dengan sungguh-sungguh." (HR. Ibnu Abu Dunya). "Golongan pertama dari umat ini selamat karena keyakinan dan zuhud. Dan golongan terakhir dari umat ini binasa karena kekikiran dan angan-angan." (HR. Ibnu Abu Dunya).
Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq, semoga Allah menuntun kita ke jalan yang paling lurus.
Padang, 3 Desember 2015
Ditulis Oleh :
Zamri Yahya
Wakil Ketua PK KNPI Kuranji Kota Padang
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »