![]() |
Integritas. |
BentengSumbar.com --- Jawaban dari Humas Protokol Kota Padang, Mursalim, terkait permintaan informasi dan data pengelolaan anggaran BOS di 12 Sekolah (Harian Padang Ekspres, 30 Maret 2016, hlm. 2), sangat disayangkan. Ini menunjukkan ketidakpahaman terhadap prinsip keterbukaan informasi publik.
Demikian siaran pers dari Integritas yang diterima redaksi media ini, Rabu (30/3/2016). Dalam siaran pers tersebut, Koordinator Integritas, Arief Paderi, S.H. menjelaskan, menurut Mursalim, berdasarkan SOP Standar Layanan Publik di lingkungan Pemko Padang, dengan SK Walikota Padang No. 551/2014, “setiap pemohon informasi harus menyampaikan permohonan informasi dengan mendatangi langsung PPID di bagian humas protokol, atau PPID pembantu di SKPD terkait.”
Sedangkan menurut Integritas, ada kekeliruan Pemerinta Kota (Pemko) Padang dalam menetapkan struktur PPID di lingkungan Pemerintahan Kota Padang. Sehingga kemudian keliru dalam membuat SOP Pelayanan Informasi Publik. Hal seperti ini, sebetulnya tidak hanya terjadi di Kota Padang, banyak kota di Indonesia menafsirkan posisi dan penempatan PPID. Ini patut menjadi evaluasi oleh Pemko Padang.
Dalam Undang - Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan Peraturan Komisi Informasi Tentang Standar Layanan Informasi Publik, PPID semestinya ada pada setiap badan publik. Bahkan sampai badan publik terendah seperti Kelurahan atau Desa. Tujuan utamanya pembentukan PPID tersebut adalah pelayanan cepat, tepat, dan sederhana. Bukan mempersulit permintaan informasi.
Integritas menilai, tindakan sekolah dan Dinas Pendidikan Kota Padang, yang cenderung berkilah Integritas tidak mengikuti prosedur layanan informasi, tidaklah tepat. Integritas sebetulnya mencoba mengikuti alur dan mekanisme yang diatur dalam UU KIP, PP No. 61 tahun 2010, dan Peraturan KI No. 1 Tahun 2010. Jika mengacu kepada hierarki peraturan perundang-undangan, tentu SOP pelayanan informasi publik yang dimiliki oleh Pemko Padang dimaksud dapat dikesampingkan jika bertentangan dengan Peraturan yang lebih tinggi.
Namun, integritas melihat, sebetulnya tindakan dan sikap Sekolah, Dinas Pendidikan Kota Padang, dan saat ini juga didukung oleh Humas Protokol Kota Padang, hanyalah keengganan untuk transparan. Esensi sebetulnya, adalah ketakutan memberikan informasi. Hal ini tentu akan menjadi preseden buruk dalam pemajuan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan di Lingkungan Pemko Padang. Dalam hal ini, Walikota harus segera mengambil sikap.
Sebetulnya, jika mengacu kepada UU KIP, informasi yang diminta oleh integritas, harusnya sudah tersedia tanpa diminta. Adapun informasi yang diminta oleh Integritas adalah:
1. Informasi mengenai Identitas (nama) perangkat Sekolah: Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Bendahara Sekolah, Staf Pengajar/Guru, Pegawai Sekolah, dan Komite Sekolah.
2. Informasi mengenai jumlah siswa Kelas VII, VIII, dan IX.
3. Jenis Media informasi yang digunakan oleh Sekolah untuk menyampaikan informasi publik, seperti informasi dan data mengenai pengelolaan dana BOS dan informasi lainnya.
4. Informasi mengenai Pengelolaan Anggaran BOS tahun 2013, 2014, 2015, dan 2016, berupa laporan kegiatan dan laporan keuangan.
Kesemua informasi dan data yang diminta Integritas tersebut, menurut UU KIP, merupakan kategori Informasi berkala. Dalam Pasal 9 ayat 2 UU KIP, menyatakan bahwa Klasifikasi informasi berkala yaitu:
1. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
2. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
3. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
4. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pada prinsipnya, menurut Pasal 9 ayat 1 UU KIP, setiap informasi termasuk informasi berkala, harus disediakan secara berkala. Artinya, tanpa diminta pun informasi tersebut sudah harus sudah tersedia.
Maka, sangat keliru, pernyataan dari Humas Protokol Kota Padang, Mursalim, yang menyatakan bahwa Informasi yang diminta oleh Integritas adalah merupakan kategori Informasi yang dikecualikan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 UU KIP.
Jika kita lihat Pasal 17 UU KIP, yang dikategorikan informasi yang dikecualikan adalah:
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:
1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;
2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana;
3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencanarencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;
4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
c. informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu:
1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri;
2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelejen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanaan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya;
4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer;
5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;
6. sistem persandian negara; dan/atau
7. sistem intelijen negara.
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional:
1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara;
2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, model operasi institusi keuangan;
3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya;
4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti;
5. rencana awal investasi asing;
6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau
7. hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri:
1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional;
2. korespondensi diplomatik antarnegara;
3. sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau
4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri.
g. informasi yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
h. informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:
1. riwayat dan kondisi anggota keluarga;
2. riwayat dan kondisi anggota keluarga;
3. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
4. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;
5. hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau
6. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.
i. memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
Maka, tampak informasi yang diminta oleh integritas tidak satu pun terkategorikan dalam Pasal 17 UU KIP tersebut.
Menyikapi hal ini, integritas melihat ada upaya restruktur untuk tidak memberikan informasi yang diminta oleh integritas. Padahal secara tegas dalam UU informasi yang diminta integritas merupakan informasi publik, tanpa perlu ditafsirkan lagi ada diteliti lagi.
Maka menurut Integritas, sudah tepatlah bahwa Sekolah dan Dinas Pendidikan dalam hal ini melanggar ketentuan Pidana dalam Pasal 52 UU 14 Tahun 2008, yang menyebutkan: “Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi Orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).”
Maka dalam hal ini, selain akan mengajukan sengketa ke Komisi Informasi Sumatera Barat, Integritas dalam waktu dekat juga akan melaporkan Tindak Pidana yang diduga dilakukan oleh Sekolah dan Dinas Pendidikan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 52 UU KIP ke Kepolisian Daerah Sumatera Barat. (***)
Demikian siaran pers dari Integritas yang diterima redaksi media ini, Rabu (30/3/2016). Dalam siaran pers tersebut, Koordinator Integritas, Arief Paderi, S.H. menjelaskan, menurut Mursalim, berdasarkan SOP Standar Layanan Publik di lingkungan Pemko Padang, dengan SK Walikota Padang No. 551/2014, “setiap pemohon informasi harus menyampaikan permohonan informasi dengan mendatangi langsung PPID di bagian humas protokol, atau PPID pembantu di SKPD terkait.”
Sedangkan menurut Integritas, ada kekeliruan Pemerinta Kota (Pemko) Padang dalam menetapkan struktur PPID di lingkungan Pemerintahan Kota Padang. Sehingga kemudian keliru dalam membuat SOP Pelayanan Informasi Publik. Hal seperti ini, sebetulnya tidak hanya terjadi di Kota Padang, banyak kota di Indonesia menafsirkan posisi dan penempatan PPID. Ini patut menjadi evaluasi oleh Pemko Padang.
Dalam Undang - Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan Peraturan Komisi Informasi Tentang Standar Layanan Informasi Publik, PPID semestinya ada pada setiap badan publik. Bahkan sampai badan publik terendah seperti Kelurahan atau Desa. Tujuan utamanya pembentukan PPID tersebut adalah pelayanan cepat, tepat, dan sederhana. Bukan mempersulit permintaan informasi.
Integritas menilai, tindakan sekolah dan Dinas Pendidikan Kota Padang, yang cenderung berkilah Integritas tidak mengikuti prosedur layanan informasi, tidaklah tepat. Integritas sebetulnya mencoba mengikuti alur dan mekanisme yang diatur dalam UU KIP, PP No. 61 tahun 2010, dan Peraturan KI No. 1 Tahun 2010. Jika mengacu kepada hierarki peraturan perundang-undangan, tentu SOP pelayanan informasi publik yang dimiliki oleh Pemko Padang dimaksud dapat dikesampingkan jika bertentangan dengan Peraturan yang lebih tinggi.
Namun, integritas melihat, sebetulnya tindakan dan sikap Sekolah, Dinas Pendidikan Kota Padang, dan saat ini juga didukung oleh Humas Protokol Kota Padang, hanyalah keengganan untuk transparan. Esensi sebetulnya, adalah ketakutan memberikan informasi. Hal ini tentu akan menjadi preseden buruk dalam pemajuan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan di Lingkungan Pemko Padang. Dalam hal ini, Walikota harus segera mengambil sikap.
Sebetulnya, jika mengacu kepada UU KIP, informasi yang diminta oleh integritas, harusnya sudah tersedia tanpa diminta. Adapun informasi yang diminta oleh Integritas adalah:
1. Informasi mengenai Identitas (nama) perangkat Sekolah: Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Bendahara Sekolah, Staf Pengajar/Guru, Pegawai Sekolah, dan Komite Sekolah.
2. Informasi mengenai jumlah siswa Kelas VII, VIII, dan IX.
3. Jenis Media informasi yang digunakan oleh Sekolah untuk menyampaikan informasi publik, seperti informasi dan data mengenai pengelolaan dana BOS dan informasi lainnya.
4. Informasi mengenai Pengelolaan Anggaran BOS tahun 2013, 2014, 2015, dan 2016, berupa laporan kegiatan dan laporan keuangan.
Kesemua informasi dan data yang diminta Integritas tersebut, menurut UU KIP, merupakan kategori Informasi berkala. Dalam Pasal 9 ayat 2 UU KIP, menyatakan bahwa Klasifikasi informasi berkala yaitu:
1. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
2. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
3. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
4. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pada prinsipnya, menurut Pasal 9 ayat 1 UU KIP, setiap informasi termasuk informasi berkala, harus disediakan secara berkala. Artinya, tanpa diminta pun informasi tersebut sudah harus sudah tersedia.
Maka, sangat keliru, pernyataan dari Humas Protokol Kota Padang, Mursalim, yang menyatakan bahwa Informasi yang diminta oleh Integritas adalah merupakan kategori Informasi yang dikecualikan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17 UU KIP.
Jika kita lihat Pasal 17 UU KIP, yang dikategorikan informasi yang dikecualikan adalah:
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:
1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;
2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak pidana;
3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencanarencana yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;
4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
c. informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu:
1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar negeri;
2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelejen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanaan negara yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya;
4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer;
5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;
6. sistem persandian negara; dan/atau
7. sistem intelijen negara.
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional:
1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik negara;
2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, model operasi institusi keuangan;
3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau pendapatan negara/daerah lainnya;
4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti;
5. rencana awal investasi asing;
6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau
7. hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri:
1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan negosiasi internasional;
2. korespondensi diplomatik antarnegara;
3. sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional; dan/atau
4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri.
g. informasi yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
h. informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:
1. riwayat dan kondisi anggota keluarga;
2. riwayat dan kondisi anggota keluarga;
3. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
4. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;
5. hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau
6. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.
i. memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
Maka, tampak informasi yang diminta oleh integritas tidak satu pun terkategorikan dalam Pasal 17 UU KIP tersebut.
Menyikapi hal ini, integritas melihat ada upaya restruktur untuk tidak memberikan informasi yang diminta oleh integritas. Padahal secara tegas dalam UU informasi yang diminta integritas merupakan informasi publik, tanpa perlu ditafsirkan lagi ada diteliti lagi.
Maka menurut Integritas, sudah tepatlah bahwa Sekolah dan Dinas Pendidikan dalam hal ini melanggar ketentuan Pidana dalam Pasal 52 UU 14 Tahun 2008, yang menyebutkan: “Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi Orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).”
Maka dalam hal ini, selain akan mengajukan sengketa ke Komisi Informasi Sumatera Barat, Integritas dalam waktu dekat juga akan melaporkan Tindak Pidana yang diduga dilakukan oleh Sekolah dan Dinas Pendidikan, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 52 UU KIP ke Kepolisian Daerah Sumatera Barat. (***)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »