![]() |
Oleh: Pinto Janir, Budayawan dan Seniman Ranah Minang. |
JANGAN gampang memberikan penilaian pada sesuatu, pada siapa, pada apa, sebelum kita tahu benar, percaya benar, yakin benar pada "sesuatu" pada "apa" dan pada "siapa". Pada mata manual, ragukan...Pada mata hati benarkan, pada materi dan waktu adalah pembuktian. Orang bijak adalah orang yang paham dan mengerti dan lalu penuh hati-hati menarik kesimpulan. Kulit bukan "dalam". Dalam lautan dapat diukur, dalam hati siapa "tahu".Dan itu mistik (tersembunyi).
Dunia itu memang dunia yang berbunyi. Hiruk pikuk. Terkadang memekakkan, terkadang menghibur, terkadang memberi inspirasi dan terkadang membingungkan. Untuk sebuah ketenangan, diperlukan kearifan mendengar bunyi. Tanpa kearifan, bunyi akan menjelma menjadi sesuatu yang menakutkan. Kearifan mengubah bunyi buruk menjadi keindahan yang sederhana karena kearifan tak butuh penjelasan; noktahnya pemahaman yang mengingkari kesimpulan.
Acap kita terjebak pada ruang yang konyol karena keliru mengawali sesuatu dan kebingungan menyelasaikan “ending”. Kalau pun “ending” didapati, itupun adalah “akhir” yang tak sesuai dengan maksud semula yang pada akhirnya rambut ditarik putus dan tepung terserak. Kitapun kehilangan “kebijaksanaan”. Error keputusan berkecendrungan mencari kambing hitam. Pada saat itu kita berpotensi menjadi apa yang disebut dengan “pendekar jurus mabuk”.
Bagi orang pintar hati dan pintar pikiran dalam tajuk ketaqwaan,dunia itu indah. Dunia itu asik. Dunia itu jembatan menuju hidup abadi. Namun bagi orang yang “beraja ke hati”, berkursi nafsu pikiran dalam pengingkaran nilai-nilai ilaihiyah maka dunia itu menjelma menjadi pentas keserakahan, pentas berdarah-darah dan pentas penuh tipu daya. Mengapa?
Setan telah membantah dan mendebat Tuhan. Atas nama keangkuhan, setang menolak hormat pada Adam karena setan merasa lebih hebat lantaran diciptakan Tuhan dari api, sementara Adam dari bongkahan tanah. Untuk itu setan minta ditangguhkan hidupnya lalu minta izin pada Tuhan untuk menjadi insan yang akan terus menjerumuskan umat manusia ke lembah penuh noda dan dosa supaya sama-sama menemani setan di neraka dan akan hidup di tiap denyut jantung dan darah serta hati manusia. Tuhan setuju tapi dengan maklumat bahwa hanya hamba-hamba yang jauh dari Tuhan Allah yang hanya akan mampu dimasuki setan. Begitulah.
Maka apapun jenis dan bentuknya nilai-nilai kebaikan, pasti dari Tuhan. Begitu pula sebaliknya, apapun bentuk keburukan, pasti itu tak lepas dari tangan-tangan setan yang tak akan pernah melancarkan segala tipu daya untuk sebuah kehancuran. Dunia penuh tipu daya tak lebih dari propaganda setan.
Dunia itu kepastian.Jelas dan terang. Tak ada tipuan. Sistim alam berjalan dengan komitmen dan konsekwen. Bila satu sistim saja tidak komit dan tidak konsekwen melaksanakan “tugas” masing-masing maka niscaya; alam kiamat.
Untuk itu, hati-hatilah pada penglihatan mata.Karena, setan bertengger di mata dan kadang menyilaukan dan menyesatkan. Ketika melihat sesuatu, jangan abaikan pengetahuan. Jangan biarkan pikiran liar menilainya bila tak cukup sandaran untuk alasan. Nanti, kelimpanam. Jika kita mendengar sesuatu jangan dengarkan bilamana tak ada filterisasi “anak telinga” yang mengurai huruf menjadi kata, kata menjadi bunyi. Jangan biarkan telinga pecah, lalu semua menjadi senyap.
Sebenarnya, hakikat kita manusia; bukanlah juri.Tak ada hak kita untuk melakukan penilaian terhadap sesuatu. Sebab, penilaian yang keliru berkecendrungan mengundang fitnah. Juri yang paling hakiki itu adalah Tuhan. Makanya, diam itu adalah emas.
Dunia itu memang dunia yang berbunyi. Hiruk pikuk. Terkadang memekakkan, terkadang menghibur, terkadang memberi inspirasi dan terkadang membingungkan. Untuk sebuah ketenangan, diperlukan kearifan mendengar bunyi. Tanpa kearifan, bunyi akan menjelma menjadi sesuatu yang menakutkan. Kearifan mengubah bunyi buruk menjadi keindahan yang sederhana karena kearifan tak butuh penjelasan; noktahnya pemahaman yang mengingkari kesimpulan.
Acap kita terjebak pada ruang yang konyol karena keliru mengawali sesuatu dan kebingungan menyelasaikan “ending”. Kalau pun “ending” didapati, itupun adalah “akhir” yang tak sesuai dengan maksud semula yang pada akhirnya rambut ditarik putus dan tepung terserak. Kitapun kehilangan “kebijaksanaan”. Error keputusan berkecendrungan mencari kambing hitam. Pada saat itu kita berpotensi menjadi apa yang disebut dengan “pendekar jurus mabuk”.
Bagi orang pintar hati dan pintar pikiran dalam tajuk ketaqwaan,dunia itu indah. Dunia itu asik. Dunia itu jembatan menuju hidup abadi. Namun bagi orang yang “beraja ke hati”, berkursi nafsu pikiran dalam pengingkaran nilai-nilai ilaihiyah maka dunia itu menjelma menjadi pentas keserakahan, pentas berdarah-darah dan pentas penuh tipu daya. Mengapa?
Setan telah membantah dan mendebat Tuhan. Atas nama keangkuhan, setang menolak hormat pada Adam karena setan merasa lebih hebat lantaran diciptakan Tuhan dari api, sementara Adam dari bongkahan tanah. Untuk itu setan minta ditangguhkan hidupnya lalu minta izin pada Tuhan untuk menjadi insan yang akan terus menjerumuskan umat manusia ke lembah penuh noda dan dosa supaya sama-sama menemani setan di neraka dan akan hidup di tiap denyut jantung dan darah serta hati manusia. Tuhan setuju tapi dengan maklumat bahwa hanya hamba-hamba yang jauh dari Tuhan Allah yang hanya akan mampu dimasuki setan. Begitulah.
Maka apapun jenis dan bentuknya nilai-nilai kebaikan, pasti dari Tuhan. Begitu pula sebaliknya, apapun bentuk keburukan, pasti itu tak lepas dari tangan-tangan setan yang tak akan pernah melancarkan segala tipu daya untuk sebuah kehancuran. Dunia penuh tipu daya tak lebih dari propaganda setan.
Dunia itu kepastian.Jelas dan terang. Tak ada tipuan. Sistim alam berjalan dengan komitmen dan konsekwen. Bila satu sistim saja tidak komit dan tidak konsekwen melaksanakan “tugas” masing-masing maka niscaya; alam kiamat.
Untuk itu, hati-hatilah pada penglihatan mata.Karena, setan bertengger di mata dan kadang menyilaukan dan menyesatkan. Ketika melihat sesuatu, jangan abaikan pengetahuan. Jangan biarkan pikiran liar menilainya bila tak cukup sandaran untuk alasan. Nanti, kelimpanam. Jika kita mendengar sesuatu jangan dengarkan bilamana tak ada filterisasi “anak telinga” yang mengurai huruf menjadi kata, kata menjadi bunyi. Jangan biarkan telinga pecah, lalu semua menjadi senyap.
Sebenarnya, hakikat kita manusia; bukanlah juri.Tak ada hak kita untuk melakukan penilaian terhadap sesuatu. Sebab, penilaian yang keliru berkecendrungan mengundang fitnah. Juri yang paling hakiki itu adalah Tuhan. Makanya, diam itu adalah emas.
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »