![]() |
Didi Aryadi. |
BENTENGSUMBAR.COM - Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPM-PTSP) Kota Padang, Didi Aryadi menegaskan, pembatalan atau revisi Perda Kota Padang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan tidak akan mempengaruhi pencapaian target retribusi Izin Gangguan.
"Kita tak tahu persis, apakah perda itu dibatalkan atau direvisi. Untuk Perda Izin Gangguan itu, kita memang dalam proses merevisi. Sebab, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 28 tahun 2011 itu memang sudah direvisi oleh Permendagri No. 22 tahun 2016 tentang Izin Gangguan. Kita merevisi perda kita ini merujuk ke permendagri yang terbaru itu," ungkanya ketika dikonfirmasi media ini, Kamis, 23 Juni 2016.
Menurut Didi, perda yang baru tersebut, setelah disahkan DPRD Kota Padang, kemudian disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Setelah ditelaah oleh Pemprov Sumbar, maka baru dikirimkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Saya yakin bukan dibatalkan, tapi direvisi karena sudah ada Permendagri yang baru tentang Izin Gangguan. Yang merupakan perbaikan dari Permendagri No. 28 tahun 2011. Pada Perda yang lama, kita mengacu permendagri yang lama, sedangkan pada perda kita yang baru, kita mengacu ke permendagri yang baru itu," pungkasnya.
Ia menjelaskan, poin yang direvisi pada perda yang baru tersebut adalah mengenai jangka waktu. Pada Perda Kota Padang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan diatur, jangka waktunya selama perusahaan itu ada, tetapi wajib sekali dua tahun mendaftar ulang. Pada perda yang telah direvisi tersebut, daftar ulang itu dihapuskan. Izin Gangguan berlaku selamanya, dan tidak diberlakukan daftar ulang.
"Soal jangka waktu berlaku Izin Gangguan itu kita rubah, setelah kita mendapat surat dari Kemendagri tentang itu, makanya kita rubah. Dan kebetulan keluar pula acuan dari permendagri yang terbaru tentang Izin Gangguan," ujarnya.
Selain itu, poin lain yang direvisi pada perda yang baru itu adalah tentang Izin Lingkungan. Dalam perda revisi itu, Izin Lingkungan berdiri sendiri, tidak menjadi persyaratan Izin Gangguan lagi. Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang Lingkungan, Izin Lingkungan wajib diurus oleh pelaku usaha, sehingga tidak menjadi bagian dari syarat untuk mendapatkan Izin Gangguan.
Didi menegaskan, pembatalan atau revisi perda Izin Gangguan tidak menganggu pencapaian retribusi Izin Gangguan yang ditargetkan Rp2,7 miliar. Pasalnya, retribusi diatur dengan perda yang berbeda, yaitu Perda Retribusi Izin-izin Tertentu. Di dalam Perda Retribusi Izin-izin Tertentu diatur tentang retribusi IMB, IG, dan lainnya.
"Tujuannya memberikan iklim investasi yang lebih mempunyai daya saing, termasuk menghasilkan proses perizinan yang lebih cepat. Walau perda Izin Gangguan dibatalkan atau direvisi, maka tidak mengganggu pada pendapatan retribusi, karena perda yang menganturnya lain pula. Esensi kebijakan pusat itu adalah untuk mempermudah iklim berinvestasi. Jadi esensinya, kita memberikan kemudahan, berlaku selamanya, tidak payah pula mereka melapor sekali dua tahun ke kita," tegasnya. (by)
"Kita tak tahu persis, apakah perda itu dibatalkan atau direvisi. Untuk Perda Izin Gangguan itu, kita memang dalam proses merevisi. Sebab, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 28 tahun 2011 itu memang sudah direvisi oleh Permendagri No. 22 tahun 2016 tentang Izin Gangguan. Kita merevisi perda kita ini merujuk ke permendagri yang terbaru itu," ungkanya ketika dikonfirmasi media ini, Kamis, 23 Juni 2016.
Menurut Didi, perda yang baru tersebut, setelah disahkan DPRD Kota Padang, kemudian disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Setelah ditelaah oleh Pemprov Sumbar, maka baru dikirimkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Saya yakin bukan dibatalkan, tapi direvisi karena sudah ada Permendagri yang baru tentang Izin Gangguan. Yang merupakan perbaikan dari Permendagri No. 28 tahun 2011. Pada Perda yang lama, kita mengacu permendagri yang lama, sedangkan pada perda kita yang baru, kita mengacu ke permendagri yang baru itu," pungkasnya.
Ia menjelaskan, poin yang direvisi pada perda yang baru tersebut adalah mengenai jangka waktu. Pada Perda Kota Padang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Izin Gangguan diatur, jangka waktunya selama perusahaan itu ada, tetapi wajib sekali dua tahun mendaftar ulang. Pada perda yang telah direvisi tersebut, daftar ulang itu dihapuskan. Izin Gangguan berlaku selamanya, dan tidak diberlakukan daftar ulang.
"Soal jangka waktu berlaku Izin Gangguan itu kita rubah, setelah kita mendapat surat dari Kemendagri tentang itu, makanya kita rubah. Dan kebetulan keluar pula acuan dari permendagri yang terbaru tentang Izin Gangguan," ujarnya.
Selain itu, poin lain yang direvisi pada perda yang baru itu adalah tentang Izin Lingkungan. Dalam perda revisi itu, Izin Lingkungan berdiri sendiri, tidak menjadi persyaratan Izin Gangguan lagi. Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang Lingkungan, Izin Lingkungan wajib diurus oleh pelaku usaha, sehingga tidak menjadi bagian dari syarat untuk mendapatkan Izin Gangguan.
Didi menegaskan, pembatalan atau revisi perda Izin Gangguan tidak menganggu pencapaian retribusi Izin Gangguan yang ditargetkan Rp2,7 miliar. Pasalnya, retribusi diatur dengan perda yang berbeda, yaitu Perda Retribusi Izin-izin Tertentu. Di dalam Perda Retribusi Izin-izin Tertentu diatur tentang retribusi IMB, IG, dan lainnya.
"Tujuannya memberikan iklim investasi yang lebih mempunyai daya saing, termasuk menghasilkan proses perizinan yang lebih cepat. Walau perda Izin Gangguan dibatalkan atau direvisi, maka tidak mengganggu pada pendapatan retribusi, karena perda yang menganturnya lain pula. Esensi kebijakan pusat itu adalah untuk mempermudah iklim berinvestasi. Jadi esensinya, kita memberikan kemudahan, berlaku selamanya, tidak payah pula mereka melapor sekali dua tahun ke kita," tegasnya. (by)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »