![]() |
Ketua Tim Marzuki Onmar dan Ketua FKAN Pauh IX dengan Serius Mendengarkan Penjelasan Karone di Rumahnya di Ladang Padi. |
BENTENGSUMBAR.COM - Tim Penelusuran Sejarah Perjuangan Harimau Kuranji kembali mengunjungi salah seorang pejuang yang memiliki andil dalam mempertahankan kemerdekaan negeri ini. Tim yang diketuai Marzuki Onmar itu, Jumat, 5 Agustus 2016, tim mendatangi kediaman Karone di Ladang Padi, RT. 003/RW.012 Kelurahan Indarung Kecamatan Lubuk Kilangan.
Kepada tim, Karone menceritakan kisah perjuangan yang dilakukannya pada masa transisi dari Jepang ke Sekutu, bersama tiga belas orang temannya. Tugas pokok ke-13 orang itu adalah menjaga Jembatan Lubuk Paraku agar jangan sampai dibom Sekutu. Jepang menyerah kepada Sekutu yang diboncengi Belanda pada 14 Agustus 1945.
"Kami 13 orang banyaknya, dipimpin oleh Pak Raden, orang Jawa. Kami ditugasi menjaga Jembatan Lubuk Paraku itu setelah kekalahan Jepang. 15 hari lamanya kami menjaga Jembatan Lubuk Paraku itu," ungkap Karone, mengenang perjuangannya.
Tak hanya menjaga Jembatan Lubuk Paraku, Karone dan kawan-kawannya juga ditugasi di Pos Lubuk Sarik, Lubuk Kilangan. Mereka ditugaskan di pos itu selama 15 hari, dan setelah itu mereka mulai kehabisan bahan makanan.
"Kami kehabisan bahan makanan. Kami makan seadanya, kadang ketemu sagu, ya kami makan. Pasokan makanan juga dibantu oleh warga. Di Pos Lubuk Sarik ini kami dipimpin oleh Udin, orang Alahanpanjang," jelas Karone yang lahir pada 6 November 1929 itu.
Pasca penugasan di Pos Lubuk Sarik ini, Karone dan kawan-kawannya bergabung ke dalam Pasukan Harimau Kuranji pimpinan Ahmad Husein. Ia pun terlibat perang gerliya, masuk hutan ke luar hutan.
"Beberapa kali melakukan penyerangan ke Pos Belanda (Sekutu, red) di Simpang Haru. Kami melakukannya saat malam hari dan hujan turun. Sebab, saat malam hari dan hujan lebat, pasti pasukan Belanda yang ada di pos itu tidur nyenyak," urainya.
Penyerangan yang mereka lakukan itu membuat pasukan Sekutu marah besar. Beberapa kali pasukan Sekutu berusaha menghancurkan pertahanan Karone dan kawan-kawannya.
"Ketika mereka menyerang kami, kami lari ke hutan. Kami lari menyebar, agar tidak tertangkap. Setelah aman, kami berkumpul kembali dan merencanakan penyerangan lagi ke Pos Belanda di Simpang Haru itu," terang Karone yang saat ini berusia 87 tahun tersebut.
Bagi Karone, kenangan yang tidak bisa ia lupakan adalah ketika ditugaskan membawa Bendera Merah Putih dari Indaruang ke Lapangan Dipo saat kemerdekaan Republik Indonesia diumumkan oleh Proklamatir Bung Karno-Hatta. Diiringi oleh yang lainnya, Karone dengan gagah membawa bendera tersebut ke Lapangan Dipo.
"Saya yang diberi tugas membawa Bendera Merah Putih itu, dari Indaruang ke Lapangan Dipo, diiringi oleh teman-teman seperjuangan lainnya," tuturnya dengan semangat menceritakan kisah perjuangannya.
Namun Karone mengaku dirinya tidak pernah ikut dalam penyerangan ke Rimbo Kaluang pada 21 Februari 1946. Ia dan kawan-kawannya memang hanya ditugaskan di kawasan Indaruang.
Walau ikut berjuang merebut kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan negeri ini, sampai saat ini Karone tidak pernah dicatat sebagai veteran. Dirinya pun tidak pernah menerima pensiun sebagai veteran perang dari pemerintah.
"Saya tak pernah didatangi atau diundang oleh orang-orang yang bertugas mendata veteran. Kawan-kawan seperjuangan saya juga demikian. Dari 13 orang itu, hanya saya yang masih hidup," cakapnya.
Tim Penelusuran Sejarah Perjuangan Harimau Kuranji dengan seksama mendengarkan kisah Karone. Sesekali anggota tim bertanya kepada Karone terhadap fakta sejarah yang dia sampaikan. Anggota tim yang ikut menemuai Karone adalah Evi Yandri Rajo Budiman, Zamri Yahya, Indra Mairizal, Zainil Tanjung, Emjamal, Mashaleh Adaz, Syahdiar, Datuk Fahmi dan dipimpin langsung oleh ketua tim Marzuki Onmar. (by)
Kepada tim, Karone menceritakan kisah perjuangan yang dilakukannya pada masa transisi dari Jepang ke Sekutu, bersama tiga belas orang temannya. Tugas pokok ke-13 orang itu adalah menjaga Jembatan Lubuk Paraku agar jangan sampai dibom Sekutu. Jepang menyerah kepada Sekutu yang diboncengi Belanda pada 14 Agustus 1945.
"Kami 13 orang banyaknya, dipimpin oleh Pak Raden, orang Jawa. Kami ditugasi menjaga Jembatan Lubuk Paraku itu setelah kekalahan Jepang. 15 hari lamanya kami menjaga Jembatan Lubuk Paraku itu," ungkap Karone, mengenang perjuangannya.
Tak hanya menjaga Jembatan Lubuk Paraku, Karone dan kawan-kawannya juga ditugasi di Pos Lubuk Sarik, Lubuk Kilangan. Mereka ditugaskan di pos itu selama 15 hari, dan setelah itu mereka mulai kehabisan bahan makanan.
"Kami kehabisan bahan makanan. Kami makan seadanya, kadang ketemu sagu, ya kami makan. Pasokan makanan juga dibantu oleh warga. Di Pos Lubuk Sarik ini kami dipimpin oleh Udin, orang Alahanpanjang," jelas Karone yang lahir pada 6 November 1929 itu.
Pasca penugasan di Pos Lubuk Sarik ini, Karone dan kawan-kawannya bergabung ke dalam Pasukan Harimau Kuranji pimpinan Ahmad Husein. Ia pun terlibat perang gerliya, masuk hutan ke luar hutan.
"Beberapa kali melakukan penyerangan ke Pos Belanda (Sekutu, red) di Simpang Haru. Kami melakukannya saat malam hari dan hujan turun. Sebab, saat malam hari dan hujan lebat, pasti pasukan Belanda yang ada di pos itu tidur nyenyak," urainya.
Penyerangan yang mereka lakukan itu membuat pasukan Sekutu marah besar. Beberapa kali pasukan Sekutu berusaha menghancurkan pertahanan Karone dan kawan-kawannya.
"Ketika mereka menyerang kami, kami lari ke hutan. Kami lari menyebar, agar tidak tertangkap. Setelah aman, kami berkumpul kembali dan merencanakan penyerangan lagi ke Pos Belanda di Simpang Haru itu," terang Karone yang saat ini berusia 87 tahun tersebut.
Bagi Karone, kenangan yang tidak bisa ia lupakan adalah ketika ditugaskan membawa Bendera Merah Putih dari Indaruang ke Lapangan Dipo saat kemerdekaan Republik Indonesia diumumkan oleh Proklamatir Bung Karno-Hatta. Diiringi oleh yang lainnya, Karone dengan gagah membawa bendera tersebut ke Lapangan Dipo.
"Saya yang diberi tugas membawa Bendera Merah Putih itu, dari Indaruang ke Lapangan Dipo, diiringi oleh teman-teman seperjuangan lainnya," tuturnya dengan semangat menceritakan kisah perjuangannya.
Namun Karone mengaku dirinya tidak pernah ikut dalam penyerangan ke Rimbo Kaluang pada 21 Februari 1946. Ia dan kawan-kawannya memang hanya ditugaskan di kawasan Indaruang.
Walau ikut berjuang merebut kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan negeri ini, sampai saat ini Karone tidak pernah dicatat sebagai veteran. Dirinya pun tidak pernah menerima pensiun sebagai veteran perang dari pemerintah.
"Saya tak pernah didatangi atau diundang oleh orang-orang yang bertugas mendata veteran. Kawan-kawan seperjuangan saya juga demikian. Dari 13 orang itu, hanya saya yang masih hidup," cakapnya.
Tim Penelusuran Sejarah Perjuangan Harimau Kuranji dengan seksama mendengarkan kisah Karone. Sesekali anggota tim bertanya kepada Karone terhadap fakta sejarah yang dia sampaikan. Anggota tim yang ikut menemuai Karone adalah Evi Yandri Rajo Budiman, Zamri Yahya, Indra Mairizal, Zainil Tanjung, Emjamal, Mashaleh Adaz, Syahdiar, Datuk Fahmi dan dipimpin langsung oleh ketua tim Marzuki Onmar. (by)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »