BENTENGSUMBAR. COM - Kritik bermunculan pasca Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyelesaikan Rancangan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD 3). Tidak hanya kritik, beberapa hari setelah pengesahan, sudah ada pihak yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan, Robikin Emhas menganggap, uji materi yang dilayangkan beberapa pihak ke MK sebuah hal wajar. Dia menilai, beberapa pasal dalam UU MD3 mencerminkan sisi gelap demokrasi.
"Hasil Amandemen UU MD3 mencerminkan sikap lembaga demokrasi yang antidemokrasi," kata dia, dilansir dari Kricom.id, Sabtu, 17 Februari 2018.
Menurut dia, DPR merupakan lembaga yang sangat demokratis. Parlemen di Senayan merupakan tempat menghasilkan sesuatu produk yang demokratis.
"Lalu bagaimana mungkin DPR membentengi diri begitu rupa dengan hak imunitas yang melampui batas dan menyematkan kewenangan untuk dapat melakukan serangan hukum kepada pihak pengkritiknya? Apa itu tidak antidemokrasi?" ujar dia.
Karena itu, ungkap dia, sangat layak UU MD3 diuji materi. Terlebih terhadap pasal-pasal yang mengandung kontroversi di tengah masyarakat.
"Lagi pula, judicial review adalah suatu mekanisme legal yang disediakan sistem hukum kita untuk menguji konstitusionalitas suatu UU, termasuk UU MD3," ungkap dia.
Adapun, Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FJHK) mengajukan uji materi UU MD3 terkait Pasal 73 ayat (4) huruf b yang menyatakan, Polri wajib memenuhi permintaan DPR memanggil paksa setiap orang yang tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang sah tidak hadir dalam rapat DPR.
Kemudian uji materi dilayangkan atas Pasal 73 ayat (5) yang menyatakan, dalam menjalankan panggilan paksa Polri dapat menyandera setiap orang paling lama 30 hari.
Ke depan, Robikin percaya, bakal banyak pihak mengajukan uji materi ke MK terhadap Pasal di UU MD3.
"Meskipun banyaknya pihak yang mengajukan judicial review, secara hukum tidak mempengaruhi kualitas gugatan, namun saya percaya akan ada banyak pihak yang melakukan hal sama," pungkas dia.
(ongga)
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan, Robikin Emhas menganggap, uji materi yang dilayangkan beberapa pihak ke MK sebuah hal wajar. Dia menilai, beberapa pasal dalam UU MD3 mencerminkan sisi gelap demokrasi.
"Hasil Amandemen UU MD3 mencerminkan sikap lembaga demokrasi yang antidemokrasi," kata dia, dilansir dari Kricom.id, Sabtu, 17 Februari 2018.
Menurut dia, DPR merupakan lembaga yang sangat demokratis. Parlemen di Senayan merupakan tempat menghasilkan sesuatu produk yang demokratis.
"Lalu bagaimana mungkin DPR membentengi diri begitu rupa dengan hak imunitas yang melampui batas dan menyematkan kewenangan untuk dapat melakukan serangan hukum kepada pihak pengkritiknya? Apa itu tidak antidemokrasi?" ujar dia.
Karena itu, ungkap dia, sangat layak UU MD3 diuji materi. Terlebih terhadap pasal-pasal yang mengandung kontroversi di tengah masyarakat.
"Lagi pula, judicial review adalah suatu mekanisme legal yang disediakan sistem hukum kita untuk menguji konstitusionalitas suatu UU, termasuk UU MD3," ungkap dia.
Adapun, Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FJHK) mengajukan uji materi UU MD3 terkait Pasal 73 ayat (4) huruf b yang menyatakan, Polri wajib memenuhi permintaan DPR memanggil paksa setiap orang yang tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang sah tidak hadir dalam rapat DPR.
Kemudian uji materi dilayangkan atas Pasal 73 ayat (5) yang menyatakan, dalam menjalankan panggilan paksa Polri dapat menyandera setiap orang paling lama 30 hari.
Ke depan, Robikin percaya, bakal banyak pihak mengajukan uji materi ke MK terhadap Pasal di UU MD3.
"Meskipun banyaknya pihak yang mengajukan judicial review, secara hukum tidak mempengaruhi kualitas gugatan, namun saya percaya akan ada banyak pihak yang melakukan hal sama," pungkas dia.
(ongga)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »