BENTENGSUMBAR. COM - Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan terbarunya yang dirilis hari Jumat, 24 Agustus 2018 memperingatkan Arab Saudi tentang dampak kenaikan belanja sektor publik negara itu.
Perekonomian Arab Saudi selama ini bergantung pada pendapatan minyak dan pinjaman. Penghasilan yang diperoleh Saudi dari minyak ini, dalam beberapa tahun belakangan mengalami penurunan akibat anjloknya harga minyak dunia dan ini lebih disebabkan oleh kebijakan Riyadh sendiri.
Pada saat yang sama, intervensi dalam urusan iternal negara lain, biaya pembelian senjata tinggi yang menempatkan Saudi pada peringkat ketiga dunia dengan anggaran militer terbesar setelah Amerika Serikat dan Cina, kebijakan perang Saudi terutama perang di Yaman dan dukungan atas teroris di Suriah, telah memberikan beban finansial yang besar bagi Riyadh.
Berdasarkan laporan Institut Riset Perdamaian Internasional Stockholm, impor senjata Saudi dalam enam tahun terakhir mengalami pertumbuhan lebih dari 200 persen dan negara ini setelah India menjadi importir senjata terbesar di dunia.
Selain itu, strategi yang diterapkan Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman terkait para pangeran kaya Saudi, juga membawa dampak negatif atas perekonomian negara itu. Ellen Wald dalam analisanya di majalah Forbes menulis, Mohammed bin Salman menangkap sekitar 300 pangeran dan investor, dan hal ini telah meningkatkan kecemasan terkait keamanan ekonomi di Saudi dan penurunan minat investasi asing di negara itu.
Laporan Institut Riset Perdamaian Internasional Stockholm juga menyinggung larinya investasi dari Saudi dengan nilai sebesar 101 milyar dolar yang sekitar 15 persennya merupakan produk domestik bruto negara itu.
Kondisi inilah yang mendorong IMF dalam laporannya menekankan pentingya stabilitas anggaran belanja dan upaya menghindari kebijakan finansial yang berpotensi meningkatkan ketegangan oleh pemerintah Saudi.
Pada kenyataannya, lima penyebab utama yang menggerus pendapatan minyak Saudi yaitu anggaran militer tinggi, biaya perang, dukungan atas teroris dan meningkatnya instabilitas ekonomi akibat penangkapan para pangeran, telah mengakibatkan indikator ekonomi Saudi menunjukkan penurunan.
Ellen Wald mengatakan, angka pengangguran di Saudi meningkat dari 12,8 persen di tahun 2017, menjadi 12,9 persen pada tahun 2018.
Sejumlah laporan lain menyebutkan, pemerintah Saudi dituntut untuk menciptakan 500.000 lapangan pekerjaan baru dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Sementara defisit anggaran Saudi dalam empat tahun ke belakang mencapai 260 milyar dolar.
Menurut laporan IMF, pertumbuhan Produk Domestik Bruto, PDB Saudi di tahun 2018 mencapai sekitar 19 persen. Beberapa laporan juga mengabarkan bahwa Saudi menghentikan penjualan saham Aramco karena alasan keamanan dan ekonomi.
Padahal sebagian kalangan menilai penjualan saham Aramco merupakan bagian penting dari visi 2030 Saudi dan merupakan salah satu ambisi besar Mohammed bin Salman.
Sepertinya, untuk menyelesaikan masalah perekonomian negaranya dan mencegah memburuknya sektor ini, pemerintah Saudi pertama-tama harus memutus biaya intervensinya dalam urusan internal negara lain, biaya perang melawan Yaman dan perang proxy di Timur Tengah.
Setidaknya, Saudi menurunkan biaya-biaya tersebut, kemudian mengambil langkah berikutnya yaitu menerapkan kebijakan minyak berdasarkan kepentingan seluruh anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Dunia, OPEC.
(Sumber: parstoday.com)
Perekonomian Arab Saudi selama ini bergantung pada pendapatan minyak dan pinjaman. Penghasilan yang diperoleh Saudi dari minyak ini, dalam beberapa tahun belakangan mengalami penurunan akibat anjloknya harga minyak dunia dan ini lebih disebabkan oleh kebijakan Riyadh sendiri.
Pada saat yang sama, intervensi dalam urusan iternal negara lain, biaya pembelian senjata tinggi yang menempatkan Saudi pada peringkat ketiga dunia dengan anggaran militer terbesar setelah Amerika Serikat dan Cina, kebijakan perang Saudi terutama perang di Yaman dan dukungan atas teroris di Suriah, telah memberikan beban finansial yang besar bagi Riyadh.
Berdasarkan laporan Institut Riset Perdamaian Internasional Stockholm, impor senjata Saudi dalam enam tahun terakhir mengalami pertumbuhan lebih dari 200 persen dan negara ini setelah India menjadi importir senjata terbesar di dunia.
Selain itu, strategi yang diterapkan Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman terkait para pangeran kaya Saudi, juga membawa dampak negatif atas perekonomian negara itu. Ellen Wald dalam analisanya di majalah Forbes menulis, Mohammed bin Salman menangkap sekitar 300 pangeran dan investor, dan hal ini telah meningkatkan kecemasan terkait keamanan ekonomi di Saudi dan penurunan minat investasi asing di negara itu.
Laporan Institut Riset Perdamaian Internasional Stockholm juga menyinggung larinya investasi dari Saudi dengan nilai sebesar 101 milyar dolar yang sekitar 15 persennya merupakan produk domestik bruto negara itu.
Kondisi inilah yang mendorong IMF dalam laporannya menekankan pentingya stabilitas anggaran belanja dan upaya menghindari kebijakan finansial yang berpotensi meningkatkan ketegangan oleh pemerintah Saudi.
Pada kenyataannya, lima penyebab utama yang menggerus pendapatan minyak Saudi yaitu anggaran militer tinggi, biaya perang, dukungan atas teroris dan meningkatnya instabilitas ekonomi akibat penangkapan para pangeran, telah mengakibatkan indikator ekonomi Saudi menunjukkan penurunan.
Ellen Wald mengatakan, angka pengangguran di Saudi meningkat dari 12,8 persen di tahun 2017, menjadi 12,9 persen pada tahun 2018.
Sejumlah laporan lain menyebutkan, pemerintah Saudi dituntut untuk menciptakan 500.000 lapangan pekerjaan baru dalam jangka waktu lima tahun ke depan. Sementara defisit anggaran Saudi dalam empat tahun ke belakang mencapai 260 milyar dolar.
Menurut laporan IMF, pertumbuhan Produk Domestik Bruto, PDB Saudi di tahun 2018 mencapai sekitar 19 persen. Beberapa laporan juga mengabarkan bahwa Saudi menghentikan penjualan saham Aramco karena alasan keamanan dan ekonomi.
Padahal sebagian kalangan menilai penjualan saham Aramco merupakan bagian penting dari visi 2030 Saudi dan merupakan salah satu ambisi besar Mohammed bin Salman.
Sepertinya, untuk menyelesaikan masalah perekonomian negaranya dan mencegah memburuknya sektor ini, pemerintah Saudi pertama-tama harus memutus biaya intervensinya dalam urusan internal negara lain, biaya perang melawan Yaman dan perang proxy di Timur Tengah.
Setidaknya, Saudi menurunkan biaya-biaya tersebut, kemudian mengambil langkah berikutnya yaitu menerapkan kebijakan minyak berdasarkan kepentingan seluruh anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Dunia, OPEC.
(Sumber: parstoday.com)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »