Pulang ke Desa, Alumni UI Ini Sukses Sulap Eceng Gondok Jadi Rupiah

Pulang ke Desa, Alumni UI Ini Sukses Sulap Eceng Gondok Jadi Rupiah
BENTENGSUMBAR. COM - Ramadhan 2017 menjadi titik awal keresahan Firman Setyaji (28) untuk kembali ke desa kelahirannya. Ia mulai resah melihat para pencari eceng gondok yang dihargai murah hasil kerjanya. 

"Mencari eceng itu harus ke tengah rawa, risikonya tinggi, tetapi hanya dihargai Rp 5.000 per kilo untuk harga kering. Padahal sehari hanya bisa mencari 40 kilogram eceng basah, yang kalau kering hanya jadi 6 kilo. Jadi kerja sehari hanya mendapat upah Rp. 30.000," jelas Aji.

Hingga pada tahun 2019, keinginan Aji untuk menetap di Desa Kesongo, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, membuncah. Alumni Jurusan Kriminologi UI ini, mulai membagi ide dengan M Shofi untuk mengolah eceng gondok menjadi berbagai karya kreatif. 

"Mas Shofi ini orang kreatif, pandai membuat rancang bangun benda. Dicoba satu dua kali pasti langsung ketemu cara membuat sekaligus bentuk yang diidamkan," jelas Aji kepada detikFinance, Senin, 4 Februari 2019.

Selain itu, guna menambah harga beli bahan eceng di petani, Aji mengajak petani untuk mengolah lagi eceng sebelum dijual. Sehingga, eceng tak lagi dijual sebagai bahan mentah, tetapi menjadi bahan siap pakai.

"Saya minta mereka sekalian membersihkan bagian dalam eceng, agar bisa langsung saya gunakan. Dari situ, saya beli eceng 15 sampai 20 ribu per kilo," ujar Aji.

Upaya mengolah eceng gondok, berbuah manis. Kini Aji dan Shofi mampu membuat gantungan kunci, mini memo, songkok, buku, sandal, tas, vas bunga dan serbaneka keranjang berbagai ukuran yang berbahan eceng gondok.

"Harga mulai Rp 10.000 seperti gantungan kunci dan mini memo. Sedangkan tas, songkok, keranjang dan yang lain, variatif sih mas, mulai dari 50.000 hingga 100.000," jelas Aji yang mengaku selama ini hanya mendistribusikan karya lewat akun instagram @bengokcraft.

Pemilihan nama bengok craft karena bengok adalah nama lokal eceng gondok bagi masyarakat setempat. Dalam pembagian tugas, Aji bertanggung jawab pada urusan manajerial dan inovasi, sedangkan Shofi mengelola urusan kreatif.

Tak ada sedikitpun keraguan di hati Aji untuk berdikari di kampung halamannya. Bagi pemuda yang sempat bekerja di sebuah perusahaan swasta ternama di Jakarta ini, hidup di desa adalah cara yang tepat untuk menikmati hidup.

"Saya harus berani memilih, dan saya yakini ini pilihan tepat. Saat ini memang belum begitu terlihat, tetapi pertumbuhan kami sangat pesat, lagian ritmenya santai di sini," ujar Aji sembari menyeruput kopi yang menemani wawancara dengan Detikcom siang itu.

Pada pertengahan Maret 2019 nanti, Bengok Craft berkesempatan pamer karya di Singapura pada ajang Indonesia Fest 2019. Oleh sebab itu, Aji dan Shofi mulai kejar tayang memproduksi karya yang akan dipamerkan di Singapura nanti.

"Indonesia Fest itu ajang promosi wisata, craft, dan kuliner Indonesia di Singapura. Kami diajak untuk turut serta karena beberapa kawan yang sudah sering pameran disana tertarik pada karya kami," jelas Aji.

Shofi yang sedang merangkai pengait buku, mulai bercerita, ia mengaku senang dengan kepulangan Aji. Ia merasa mendapat kawan untuk berkarya dan mengembangkan usaha bersama.

"Yang jelas sama-sama berusaha, biar bisa merasakan keberhasilan yang sama. Dengan begini, para pencari eceng gondok di rawa pening diuntungkan dan masyarakat yang ingin belajar bersama, pintu Bengok Craft selalu terbuka," tandas Shofi. 

(Source: detik.com)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »