Polda Jatim Bantah Kriminalisasi Veronica Koman

Polda Jatim Bantah Kriminalisasi Veronica Koman
BENTENGSUMBAR.COM - Penetapan tersangka Veronica Koman oleh Polda Jawa Timur belakangan mendapatkan pertentangan banyak pihak. Penetapan tersebut dinilai sebagai upaya kriminalisasi terhadap Veronica.

Veronica sendiri ditetapkan sebagai tersangka dugaan provokasi dan penyebaran hoaks insiden Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya. Padahal ia merupakan seorang pengacara hak asasi manusia yang tengah mendampingi aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB).

Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan membantah tudingan kriminalisasi terhadap Veronica. Menurutnya, penetapan tersangka dilakukan karena Veronica memang diduga telah melanggar hukum.

"Ini proses hukum ya, ada dia (Veronica) melakukan perbuatan yang melanggar hukum," kata Luki di Mapolda Jatim, Sabtu, 7 September 2019.

Luki tak mau tindakan Veronica melalui akun Twitter-nya dikait-kaitkan dengan profesinya sebagai kuasa hukum. Menurutnya, Veronica juga harus bertanggung jawab atas apa yang diperbuat.

"Jadi apapun dia harus bertanggung jawab. Jangan dikait-kaitkan dengan apa yang selama ini, dengan posisi pekerjaannya dan yang lain," ujar Luki.

Ia menilai Veronica menyebarkan provokasi dan informasi hoaks di media sosial terkait dengan insiden di Asrama Mahasiswa Papua. Informasi tersebut kemudian diduga menjadi penyebab kerusuhan di sejumlah kota di Papua dan Papua Barat. Hal itulah yang kata Luki merupakan perbuatan melanggar hukum.

"Dia (Veronica) melakukan kegiatan dan semua orang yang membuka medsos atau membuka akunnya yang bersangkutan tahu persis bagaimana aktifnya. Bagaimana memberitakannya tidak sesuai dengan kenyataan," kata dia.

Bungkam Kebebasan Berbicara

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid menyebut penetapan tersangka Veronica Koman tersebut merupakan bentuk kriminalisasi yang dilakukan oleh kepolisian.

"Kriminalisasi Veronica Koman akan membuat orang lain takut untuk berbicara atau memakai media sosial untuk mengungkap segala bentuk pelanggaran HAM terkait Papua," kata Usman melalui laman resmi Amnesty Internasional.

Menurutnya, jika polisi memang menemukan ketidakakuratan informasi dari Veronica, maka sebaiknya polisi memberikan klarifikasi bukan dengan mengkriminalisasi. Dia menambahkan, pemerintah sebaiknya membuka akses semua pihak agar dapat memverifikasinya secara objektif.

Penetapan tersangka tersebut, kata dia, juga menunjukkan pemerintah dan aparat negara tidak paham menyelesaikan akar permasalahan Papua yang sudah lebih dari dua minggu ini menjadi pembicaraan publik.

"Kalau tuduhan polisi adalah Veronica 'memprovokasi' maka pertanyaan yang harus dijawab oleh polisi adalah siapa yang telah terprovokasi untuk melanggar hukum akibat dari postingan Veronica di Twitter tersebut?" kata dia.

Justru, menurut Usman kepolisian seharusnya menindak orang-orang yang menghasut serta mengepung dan melakukan persekusi disertai tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.

Tak hanya itu, kata Usman, polisi semestinya juga memeriksa oknum anggotanya yang menembakkan gas air mata dan mendobrak pintu asrama mahasiswa Papua di Surabaya, sesaat sebelum menggelandang 43 mahasiswa ke Mapolrestabes Surabaya, Sabtu, 17 Agustus 2019.

Untuk itu, Amnesty Internasional pun mendesak agar Polda Jatim segera mencabut status tersangka Veronica, serta menjamin dan menghargai hak kebebasan berpendapat di muka umum termasuk di media sosial.

"Polda Jawa Timur harus segera menghentikan kasus tersebut dan mencabut status tersangka Veronica Koman. Kepolisian Negara Republik Indonesia harus memastikan bahwa semua jajarannya menghargai kemerdekaan berpendapat di muka umum dan juga di media sosial dan tidak dengan mudah melakukan pengusutan jika ada laporan terkait kemerdekaan berekspresi di masa yang akan datang," kata Usman.

Sebelumnya, pengacara hak asasi manusia yang kerap mendampingi aktivis Papua, Veronica Koman ditetapkan sebagai tersangka provokasi insiden Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur.

Veronica dijerat pasal berlapis dari UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), KUHP, UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

(Source: cnnindonesia.com)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »