Bebaskan Napi, Menkumham: Tak Ada Niat Loloskan Koruptor

BENTENGSUMBAR.COM - Keputusan Menkumham (Kepmenkumham) Nomor M.Hh-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 merupakan kebijakan pembebasan narapidana guna mencegah penyebaran COVID-19.

Sayangnya, Menkumham Yasonna H Laoly meminta DPR merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan.

Revisi tersebut nantinya bakal berisi regulasi terkait pembebasan narapidana narkoba, korupsi, dan bagi napi sakit-sakitan berdasarkan keterangan RS pemerintah guna mengurangi kelebihan kapasitas lapas.

Menteri Hukum Hak Asasi Yasonna Laoly pun memberikan penjelasan atas Peraturan Menkuham (Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19. Juga terkait Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020.

Ia membantah berniat meloloskan narapidana narkoba dan korupsi. “Saya disebut mau meloloskan napi narkoba dan kasus korupsi. Seperti sudah beredar beberapa waktu lalu di media massa. Itu tidak benar,” kata Yasonna Laoly dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Minggu, 5 April 2020.

Yasonna menjelaskan, dikeluarkannya dua aturan tersebut tak lain yakni guna mencegah dan menanggulangi penyebaran COVID-19 di lapas dan rutan maupun Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). 

Ia menuturkan, terdapat syarat khusus yang mengatur tentang pemberian asimilasi dan integrasi dalam dua aturan tersebut.

“Khusus napi yang sudah menjalani masa 2/3 pidana dan anak yang sudah menjalani 1/2 masa pidana,” tutur Yasonna.

Ia menegaskan, Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 dan Kepmenkumhan Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tidak terkait PP Nomor 99 Tahun 2012. 

Ia pun mengaku telah membahas dua aturan tersebut dalam rapat bersama Komisi III DPR RI.

Menurutnya, Kemenkumham tidak memiliki niatan untuk menutupi langkah yang diambil guna mencegah penularan COVID-19 di lapas dan rutan.

“Tidak ada yang ditutupi langkah Kemenkumham mencegah penularan dan COVID-19 di lapas, rutan, dan LPKA. Itu lewat rapat berlangsung secara virtual,” jelas Yasonna.

Ia menambahkan, pihaknya telah menjelaskan pada Komisi III DPR bahwa narapidana tindak kejahatan khusus tidak termasuk dalam dua aturan tersebut. 

Ia menegaskan, Permenkumham 10/2020 dan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tidak boleh menabrak aturan yang terkandung dalam PP 99/2012.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Permasyarakatan (Ditjen PAS), narapidana kasus narkotika dengan masa pidana 5-10 tahun dan telah menjalani 2/3 hukumannya berjumlah sekitar 15.482. 

Sedangkan narapidana tindak pidana korupsi yang berusia 60 tahun ke atas dan telah menjalani 2/3 masa pidana sebanyak 300 orang.

Sekadar informasi, data yang dimiliki Ditjen PAS mengenai narapidana korupsi direkap dari Lapas Sukamiskin. Ditjen PAS mencatat napi lanjut usia kasus tindak pidana korupsi di Lapas Sukamiskin sebanyak 90 orang setelah dihitung 2/3 masa pidanannya yang memenuhi syarat sampai dengan 31 Desember 2020.

“Hanya sebanyak 64 orang (6 orang PP 28/2006 dan 58 orang PP 99/2012),” jelas Yasonna.

Dari 64 narapidana tersebut, yang menjadi perhatian publik adalah OC Kaligis dan Jero Wacik.

“Selebihnya belum bisa dibebaskan karena tidak memenuhi syarat 2/3 masa tahanan meskipun sudah berusia lebih 60 tahun,” tutup Yasonna.

Kemudian narapidana tindak pidana khusus dengan kondisi sakit kronis dan dinyatakan oleh dokter rumah sakit pemerintah, yang telah menjalani 2/3 pidana banyak sebanyak 1.457. Lalu, narapidana asing sebanyak 53 orang.

“Sekadar informasi bahwa kapasitas di lapas 130 ribu. Sedangkan jumlah penghuni di lapas sebelum Permenkumham dan Kepmen 2020 sejumlah 260 ribu. Setelah ada Permenkumham dan Kepmen 2020, lapas masih dihuni 230 ribu orang atau overkapasitas 100 ribu,” tutur Yasonna.

Selain itu, menurut Yasonna, pemerintah memang dimungkinkan untuk merevisi PP 99/2012 guna mengurangi overkapasitas lapas. 

Namun, ditegaskannya, pembebasan terhadap narapidana harus disertai dengan syarat yang ketat.

Misalnya, kata Yasonna, pembebasan dapat diberikan kepada narapidana narkotika yang masa tahanan 5-10 tahun dan sudah menjalani 2/3 pidana. Sedangkan, kata dia, umumnya bandar narkoba dipidana dengan hukuman di atas 10 tahun. 

“Itu (bandar narkoba) tidak mudah mendapatkan bebas,” ucap Yasonna.

Sedangkan, bagi napi kasus korupsi dikenakan syarat berupa harus berumur di atas 60 tahun dan sudah menjalani 2/3 masa tahanan. 

Menurut Yasonna, pemberian syarat usia di atas 60 tahun adalah demi pertimbangan kemanusiaan.

“Sebab daya imun tubuh lemah. Itu juga tidak mudah mendapatkan bebas,” tandasnya.

Ia memastikan, hingga kini pembahasan revisi PP 99/2012 belum dilakukan.

Menurut dia, hal itu masih sebatas usulan dan kemungkinan dapat ditolak oleh presiden.

“Sayangnya banyak beredar kabar di publik dari pegiat antikorupsi seolah napi kasus korupsi yang umur 60 tahun ke atas pasti bebas,” jelas Yasonna.

(Sumber: Fajar.co.id)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »