Siapkah Masyarakat Sumbar Menjalani New Normal? Ini Jawaban Para Pakar

Siapkah Masyarakat Sumbar Menjalani New Normal? Ini Jawaban Para Pakar
BENTENGSUMBAR. COM - Pemerintah Provinsi Sumatera Barat pada 8 Juni 2020 mulai menerapkan pola hidup New Normal. Namun, apakah masyarakat Sumbar sudah siap untuk menjalani pola hidup New Normal tersebut?

Menjawab pertanyaan tersebut, Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas (IKA-FISIP UNAND) Sumatera Barat menggelar Webinar pada Sabtu, 6 Juni 2020 lalu. 

Ketua Umum IKA FISIP UNAND, DR. Khairul Ikhwan kepada BentengSumbar.com, Rabu, 10 Juni 2020 mengatakan, kegiatan tersebut dihadiri oleh Gubernur Sumatera Barat Prof. DR. Irwan Prayitno, PSi, M. SC., Datuk Rajo Bandaro Basa dan Dekan FISIP UNAND DR. Alfan Miko, M. Si.

"Pada Webinar tersebut, kita juga mendatangkan para pakar sebagai Keynote Speaker, diantaranya Prof. DR. Mochtar Naim, Prof. DR. Jurnalis Udin, Prof. DR. H. Masri Mansoer, MA, disamping Gubernur Irwan Prayitno," kata Khairul Ikhwan.

Sedangkan penceramah atau narasumber diantaranya Ustad H. Irsyad Syafar, LC, Med, DR. Khairul Ikhwan, DR. Alfan Miko, M. Si., dengan penanggap utama Susi Fitria Dewi, M. Si, PhD, DR. Rahmat Tk Sulaiman, MM., dan Irmaizar Dt. Rajo Mangkuto, Ketua Forum Wali Nagari (Forwana) Sumbar.

"Kami berterimakasih kepada Bapak Gubernur Sumbar, narasumber, penanggap, Pak Dekan dan para Alumni serta adik-adik mahasiswa yang telah hadir pada kegiatam tersebut. Pandemi Covid-19 adalah masalah kita bersama, dan memang tidak dan diduga, namun kita mesti siap menghadapinya. Pandemi Covid-19 ini, pada akhirnya akan menimbulkan perubahan perilaku sosial warga masyarakat kita semua, baik sosial budaya, agama, ekonomi, dan pendidikan," ungkap Khairul.

Prof. DR. Mochtar Naim pada kesempatan itu menyampaikan 4 poin pokok dalam merespons dan menangani kebijaksanaan Tatanan Normal Baru alias New Normal yang baru dimunculkan oleh pemerintah Jokowi dalam mendeteksi masalah Covid-19 yang kelihatannya tak segera hilang, yang juga bisa berlanjut sampai waktu yang belum atau tak bisa kita tentukan ke masa depan.

Empat poin tersebut adalah: Pertama, dukungan nilai adat Minangkabau terhadap perubahan perilaku masyarakatnya. Kedua, potensi kelembagaan lokal (tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan) mendukung perubahan perilaku menghadapi New Normal, alias Tatanan Normal Baru itu. Ketiga, potensi kedermawanan (filantropi) masyarakat kampung dan rantau mendukung pelaksanaan tatanan kehidupan baru akibat wabah Covid-19. Keempat, kendala sosial kebiasaan orang Minang menghadapi New Normal.

“Siap” bisa “tidak siap,” tergantung kepada bagaimana kita memahami dan melaksanakan New Normal itu. Masalah utama kita, baik secara ber Sumatera Barat dan ber Minang-minang maupun secara nasional Indonesia-Nusantara, kita tidak tahu kapan berakhirnya Covid-19 ini, sementara respons dan reaksi dari daerah-daerah maupun dunia seanteronya juga berbeda-beda," jelas Mochtar Naim.  

Bagaimanapun, katanya lagi, sebagai sebuah taktik dan kebijaksanaan, tentu saja New Normal itu pada dasarnya bisa saja diterima dan difasilitasi. "Tinggal kita melihat bagaimana hasilnya nanti. Yang penting, dengan New Normal itu tidak ada prinsip-prinsip dasar kenegaraan yang dilanda dan dilanggar, sebagaimana juga tidak ada nilai-nilai adat dan budaya, khususnya Minangkabau di Sumatera Barat, yang dilanda dan dilanggar.
Adat dan Budaya Minangkabau seperti yang sudah kita terima dan fahami selama ini, intinya bersintesis dengan Syarak, dengan motto: “ABS-SBK” – Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Adat yang sejalan dengan Syarak dipakai, yang buruk dan tak sejalan, dibuang," jelasnya. 

Selagi kebijaksanaan New Normal yang diterapkan di Sumbar alias Minangkabau juga sejalan dan tak bertentangan dengan prinsip ABS-SBK, ujar Mochtar Naim, maka kebijaksanaan New Normal sah-sah saja untuk juga diterapkan di bumi Minangkabau. Kelebihan dari ajaran ABS-SBK ialah karena sifatnya yang terbuka dan akomodatif, menerima semua yang baik-baik, dari manapun datangnya, dan membuang semua yang buruk-buruk, dari manapun pula datangnya, seperti yang selama ini diajarkan oleh Islam dan adat budaya Minangkabau dalam konteks ABS-SBK itu.

"Dengan prinsip hidup yang demikian, kita tinggal melihat bagaimana yang baru yang masuk itu. Jika sesuai dipakai, jika tidak, dibuang atau diganti. Kita tinggal melihat konsep New Normal itu secara esensial dan satu per satu dengan rinci, apapun bidang masalahnya, baik politik, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, keamanan dan pertahanan," tukuknya. 

Dikatakannya, dalam melaksanakan program New Normal yang sudah diteliti dan sejalan dengan prinsip ABS-SBK di bumi Minangkabau itu, mau tak mau harus melibatkan tokoh-tokoh masyarakat yang terjalin kepada kesatuan kepemimpinan “Tungku nan Tigo Sajarangan,” yaitu Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai.  Niniak Mamak di bidang Adat, Alim-ulama di bidang Agama dan Cadiak Pandai di bidang Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan. Penggenapinya, karena masyarakat Minang dasarnya adalah matrilineal, maka Bundo Kanduang sebagai representasi dari kepemimpinan Kaum Ibu, juga masuk dan diperhitungkan. 

Selain itu, tidak kurangnya, dalam konteks kebudayaan Minangkabau juga, kehadiran pemuda sebagai calon pengganti kepemimpinan masa depan, juga perlu dilibatkan, khususnya dalam menangani masalah-masalah keamanan ditingkat masyarakat di Nagari.

Guru Besar dan Wakil Rektor Bid. Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Masri Mansoer pada kesempatan itu mengatakan, secara ekonomi bahwa penerapan New Normal ini pilihan sulit ibarat makan buah simalakama. Di satu sisi pemerintah belum siap dengan keadaan ekonomi yang ada untuk mensejahterakan masyarakat, di sisi lain masyarakat perlu beraktifitas untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup minimal mereka.

"Ditambah lagi dengan kultur masyarakat kita yang plural-majemuk sulit untuk disiplin dalam melaksanakan protocol Kesehatan. Dengan penerpan PSBB saja korban masih meninggi, apalagi kalau diberakukan New Normal. Karena itu, kebijakan New Normal harus dilakukan dengan penuh pertimbangan matang, tidak cukup dengan hitungan atau pertimbangan ekonomi semata," jelasnya.

Menurutnya, pemerintah haruslah benar-benar siap dalam regulasi, penegakan aturan, sarana-prasarana Kesehatan, pembiayaan dan lain sebagainya. Pemerintah jangan mengulangi kesalahan saat pertama kali kasus Covid-19 muncul di Depok. Mengabaikan dan terkesan meremehkan kasus itu, hingga merebak di mana-mana sampai sekarang kurva korban masih tinggi. Jangan terjadi seperti di Korea Selatan yang menerapkan New Normal menambah lonjakan penderita Covid-19. 

Sementara itu, Irsyad Syafar mengatakan, Tatan Hidup Baru atau New Norman sebenarnya membiasakan yang sudah diajarkan dalam Islam, tapi belum dibudayakan. Selain itu, menghadirkan budaya baru yang lebih baik bagi kehidupan dunia dan akhirat

(by)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »