Soal Pergantian Nama RUU HIP ke PIP, Ini Komentar Keras Wasekjen MUI

BENTENGSUMBAR.COM - Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tengku Zulkarnain mengomentari wacana pergantian nama Rancangan Undang-undang Haluan Idiologi Pancasila (RUU HIP) menjadi RUU Pembinaan Idiologi Pancasila (PIP).

Hal itu diungkapkannya di akun twitter miliknya, @ustadtengkuzul pada Rabu, 1 Juli 2020.

Ia mengaku heran dengan wacana tersebut. Pasalnya, menurut Tengku Zulkarnain, seluruh elemen umat Islam menolak tegas RUU tersebut, tapi malah mau ganti nama.

"Skrg diusulkan RUU HIP(Haluan Idiologi Pancasila) diganti nama menjadi RUU PIP(Pembinaan Idiologi Pancasila).
Heran.
Seluruh Elemen Umat Islam MENOLAK tegas Kok malah usul mau ganti nama.
Woi...RUU HIP ditolak...!
Paham?
Jgn kayak BPJS ditolak MK Eee...malah ngotot tetap naik...!" cuitnya, Rabu, 1 Juli 2020.


Sementara itu, pembahasan substansi Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP di DPR terus diupayakan PDIP meski menuai kontroversi.

Ketua PDIP Ahmad Basarah berpendapat dibutuhkan undang-undang yang berfungsi sebagai payung hukum yang mengatur Badan Pembinaan Ideologi Pancasila alias BPIP.

Maka PDIP menginginkan nama RUU HIP dikembalikan sesuai nomenklatur awal yakni RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU-PIP) menyusul penolakan sejumlah kalangan terhadap RUU HIP.

"Materi muatan hukumnya (RUU PIP) mengatur tugas, fungsi, wewenang dan struktur kelembagaan BPIP," ujar Basarah, dilansir dari Tempo.co, Sabtu lalu, 27 Juni 2020.

Menurut Basarah, RUU PIP tidak memuat pasal-pasal yang menafsirkan falsafah sila-sila Pancasila untuk menjadi norma hukum berupa undang-undang.

Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Bukhori Yusuf, menolak pendapat PDIP bahwa RUU HIP semula bernama RUU PIP.

"Saya anggota Panja (RUU HIP). Draf yang pertama kali yang dibahas di Panja seingat saya sudah (bernama RUU) Haluan Ideologi Pancasila," ucapnya hari ini, Ahad, 28 Juni 2020.

Dalam catatan Program Legislatif Nasional (Prolegnas) 2020 yang ditetapkan pada Januari 2020, memang terdapat RUU PIP. Merujuk pada riwayat rapat pembahasan RUU ini, Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Badan Legislasi yang perdana pada 11 Februari 2020, namanya RUU tentang PIP.

Nah, ketika disahkan menjadi usul inisiatif DPR pada Mei 2020, namanya berubah menjadi RUU HIP.

Pada 16 Juni, Presiden Joko Widodo memanggil Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md bersama Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly ke Istana Merdeka. Jokowi memutuskan tak mengirimkan Surat Presiden ke DPR untuk membahas RUU HIP.

"Terkait RUU HIP pemerintah menunda untuk membahasnya dan meminta DPR sebagai pengusul untuk lebih banyak berdialog dan menyerap aspirasi dulu dengan semua elemen masyarakat," kata Mahfud.

Alasan pemerintah berikutnya adalah pemerintah masih fokus menanhani wabah Covid-19.

Penolakan terhadap RUU HIP menderu sebelumnya yang datang dari Majelis Ulama Indonesia, PP Muhammadiyah, dan PBNU.

Pada 24 Juni 2020, delapan hari setelah Presiden Jokowi "menolak" membahas RUU HIP, barulah kelompok PA 212 berunjuk rasa menentang RUU HIP di depan Gedung DPR.

Demonstrasi itu menjadi perhatian setelah ada prosesi membakar bendera PDIP dan "bendera PKI."

Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin mengatakan untuk mengantisipasi eskalasi protes, DPR memang seharusnya menghentikan pembahasan RUU HIP.

Politikus Partai Golkar ini menjelaskan ada dua mekanisme penghentian pembahasan sebuah RUU. Pertama, menarik surat permintaan pembahasan yang dikirim DPR kepada pemerintah. Kedua, membiarkan surat tersebut kadaluarsa.

Bila pilihan pertama yang diambil, kata Azis, mekanismenya melalui Badan Musyawarah dan Rapat Paripurna DPR. Hal tersebut baru akan dibahas pada pekan depan.

"Kalau statement pemerintah kan mau tunda. Sepanjang pemerintah enggak kirim surpres (surat presiden) ya (RUU) enggak bisa dibahas," katanya.

Rencana PDIP melanjutkan pembahasan dengan mengubah sedikit susbtansi dan mengganti judul menjadi RUU PIP tampaknya tak semudah membalik telapak tangan.

Partai-partai yang semula menyetujui RUU HIP memilih diam. Di sisi lain, partai yang menolak dari awal yaitu Partai Demokrat dan PKS, semakin lantang bicara.

Menurut Bukhori Yusuf, usulan mengembalikan nomenklatur RUU HIP menjadi RUU PIP tidak relevan.

"Kalau mengusulkan RUU lain itu nomenklatur lain."

Anggota Fraksi Partai Amanat Nasional Saleh Daulay berpendapat senada. PAN salah satu partai yang disebut-sebut ikut meneken RUU HIP.

Saleh mengusulkan pembahasan segala RUU terkait Pancasila dihentikan saja. Ia berpendapat pengalihan nama RUU tak akan menghentikan polemik, perdebatan, dan kontroversi.

"Kalau dilanjutkan dengan mengubah judul dipastikan tidak akan menyelesaikan masalah," ucap Saleh.

Basarah maju tak gentar. Dia tampak tetap gigih mendorong RUU HIP menjadi PIP.

Wakil Ketua MPR tersebut mengatakan kekurangan dalam substansi RUU adalah sesuatu yang wajar karena banyaknya perbedaan pendapat.

Untuk itu, Basarah menyatakan siap mendengarkan dan menindaklanjuti kritik, saran, dan pendapat masyarakat luas, termasuk dari MUI, PBNU, Muhammadiyah, serta Purnawiraan TNI/Polri.

"Demi perbaikan dan hadirnya sebuah RUU yang memenuhi azas legalitas formal, azas legitimasi, serta memenuhi kebutuhan hukum bagi pembinaan ideologi bangsa," kata Basarah.

(by)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »