BENTENGSUMBAR.COM - Dalam beberapa tahun terakhir ini hot issue-nya selalu saja seputar buzzer yang dipermasalahkan dan jadi kambing hitam oleh mereka yang kalah dalam menggiring opini publik untuk kepentingan politik pragmatis kelompok tertentu itu.
Terbaru, makin tajam pertarungan opini yang terjadi dilini sosial media dan berbagai platform media sosial. "Media mainstream seperti kewalahan menghadapi serbuan dan ganasnya ombak buzzer di sosial media, dipenuhi informasi yang tidak bisa lagi di stir oleh satu kelompok tertentu saja," ujar pengamat politik Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi BentengSumbar.com, Selasa dini hari, 16 Februari 2021.
Menurutnya, masyarakat Indonesia di semua lapisan saat ini sudah hampir melek teknologi informasi, yang tua- muda bahkan anak-anak TK juga sudah pinter main gadget. "Ini kemajuan teknologi informasi yang menerobos dinding tembok tebal dan tidak berdinding apalagi," canda Silaen.
Dikatakanny, hampir setiap orang punya smartphone atau handphone untuk sekedar gunakan bertelepon. "Dalam pencermatan di lapangan masyarakat sebenarnya tidak peduli terhadap issue politik kecuali jika mereka terafiliasi dengan salah satu parpol atau organisasi tertentu baru itu ada resonansinya," kata aktivis organisasi kepemudaan itu.
Silaen mengatakan, rakyat hampir setiap hari memelototin gadgetnya, baik hanya untuk browsing atau menilik sosial media mereka, mulai dari facebook, Instragram, twitter dll. "Rakyat juga sudah bisa membuat informasi jadi viral, ini tergantung informasi yang menarik buat mereka," terang Silaen.
Menurutnya, rakyat Indonesia hampir tidak bisa lagi di mobilisasi sesuai issue tertentu saja. Rakyat sudah tahu mana informasi yang benar (fakta) mengandung kebaikan apabila diviralkan.
"Yang terjadi sekarang ini adalah perang kepentingan lewat 'perusahaan' penyedia jasa layanan buzzerRp diantara kelompok elite politik saja, tidak ada hubungannya langsung dengan masyarakat kalangan bawah. Ini murni pertarungan opini publik dikalangan elite politik, akademisi dan tokoh masyarakat menengah atas," ungkap alumni Lemhanas Pemuda 2009 itu.
"Apa perbedaan dari buzzerRp punya swasta atau punya pemerintah? Atau mungkin saja keduanya di-handle oleh satu 'perusahaan' yang sama sebagai penyedia jasa content artinya sesuai pesanan dari yang bayar lalu 'perusahaan' laksanakan. Hhhmmm!" ungkapnya.
"Kenapa saya sebutkan milik pemerintah Karena menggunakan anggaran keuangan negara, misalnya paket- paket yang sedang diributkan itu. Kalau swasta menggunakan anggaran keuangan pribadi atau kelompok tertentu yang punya kesamaan kepentingan (keinginan) yang mau dicapai secara bersama sama," imbuhnya.
Pertanyaan berikutnya, apa yang salah dari kegiatan buzzer tersebut? "Menurut saya sih tidak ada yang salah selama tidak melanggar aturan yang berlaku, misalnya ujaran kebencian, menghasut (permusuhan, intoleransi), pornografi itu baru pelanggaran dll," terang Silaen.
Saat ini dunia sudah berubah, termasuk pola beriklan/marketing produk, branding image, selling produk hampir di semua sisi kehidupan manusia ikut berubah.
Lantas dimana letak kesalahannya?
"Setahu saya buzzerRp ini bekerja didua sisi sesuai dengan kebutuhan (kepentingan) yang membayar (memesan). Sekarang buzzerRp jadi barang dagangan yang laku dijual dipasaran, 'dagangan' jangan disalahkan donk. Wong sekarang buzzerRp itu siapa yang kendalikan? Apa influencer sama dengan buzzerRp?. Profesi influencer mendunia dan bayarannya mahal jika di hire untuk mempromosikan produk-produk yang hendak dijual," jelas Silaen.
Apa profesi influencer yang sedang disalahkan atau bagaimana?
"Sekarang elite politik tertentu menyalahkan buzzerRp! Dalam istilah ABG (anak baru gede) orang iri itu tanda tak mampu, apa begitu? atau bagaimana?. Sebab mereka- mereka yang sibuk menyalahkan pemerintah soal buzzerRp ada baiknya ditindaklanjuti agar tidak jadi fitnah," ungkap Silaen.
Kecuali elite menemukan penyalahgunaan anggaran keuangan negara buat kepentingan kelompok politik tertentu, dan dapat dibuktikan, laporkan saja ke polisi. "Selama anggaran keuangan negara itu basisnya sebagai biaya belanja iklan marketing dan itu dilakukan sesuai dengan kaidah dan mekanisme yang berlaku. Apa yang salah?," tanya Silaen.
Tentu saja mereka yang teriak hari ini jika nanti berkuasa, pasti juga akan membuat hal yang sama. Ini perkara soal kapan berkuasa saja. "Dulu beriklan di media cetak, namun seiring berjalannya waktu, dunia berubah oleh kemajuan teknologi informatika maka pola beriklan-pun jadi ikut berubah," papar Silaen.
Kepada yang teriak-teriak buzzerRp saat ini, sepertinya sedang mencari bargaining dan celah untuk mendapatkan paket anggaran biaya belanja iklan itu, misalnya untuk perusahaan kelompoknya. "Karena saat ini banyak paket- paket yang sedang ditawarkan pemerintah sebagai belanja iklan dll. Siapa cepat dia dapat, asal perusahaan yang ikut tender lengkap syaratnya," pungkas Silaen.
(ongga)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »