Menyimak Perjalanan Desa Sejak Berlakunya UU No. 6 Tahun 2014 dan Pasca PP No. 11 Tahun 2021 (Bagian ke-1)

Menyimak Perjalanan Desa Sejak Berlakunya UU No. 6 Tahun 2014 dan Pasca PP No. 11 Tahun 2021 (Bagian ke-1)
MASIH ingatkah pembaca dengan Program Nawa Cita Presiden Jokowi ketika berkampanye tahun 2014 silam?


Melihat kepada kenyataan perkembangan pembangunan saat ini yang makin marak, khusus di wilayah pedesaan, penulis tertarik untuk membahas di sisi ini tentang poin nomor 3 dari Program Nawa Cita Presiden Jokowi, “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”.


Menurut data BPS (2019), yang dirilis melalui Peraturan BPS No. 3 Tahun 2020, ditetapkan tanggal 15 September 2020, saat ini sudah ada desa/ kelurahan sebanyak 83.820 buah, dimana setiap tahunnya jumlah desa/ kelurahan terus bertambah sejak tahun 2014 yang berjumlah 81.626 buah.


Perbedaan signifikan pembangunan pedesaan sejak tahun 2014 dibanding tahun-tahun sebelumnya adalah sejak diterbitkannya UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa, pada tanggal 15 Januari 2014. Besaran Dana APBN yang dikucurkan dalam bentuk Dana Desa memberi arti positif bagi kehidupan masayarakat di desa bahwa Presiden Jokowi serius dalam membangun desa sebagai sentra ekonomi baru.


Undang-Undang tentang Desa bertujuan hendak mengangkat Desa pada posisi subjek yang terhormat dalam ketatanegaraan Republik Indonesia. Hal lain adalah bahwa pengaturan Desa akan menentukan format Desa yang tepat sesuai dengan konteks keragaman lokal.


Penguatan kemandirian Desa melalui Undang-Undang tentang Desa sebenarnya juga menempatkan Desa sebagai subjek pemerintahan dan pembangunan yang betul-betul berangkat dari bawah (bottom up).


Dilansir oleh antaranews.com (15/01/2021), Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi – Mendes PDTT, Abdul Halim Iskandar yang sering disapa dengan Gus Menteri, menyampaikan pidato Desa Tujuh Tahun UU Desa secara virtual di Jakarta (15/01), “Tata kelola pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan masyarakat desa dan pemberdayaan masyarakat desa merupakan empat aspek wujud pengakuan negara pada desa.”


Sebagai wilayah terkecil, desa telah membuktikan diri mempu menuliskan sejarah panjang dalam perjalanan bangsa ini, kata Gus Menteri.


Ada 2 hal menarik yang penulis temui di dalam keterkaitan program antara Kemendes PDTT dan Desa, yakni adanya istilah Pendampingan Desa dan Pembinaan Desa.


Pendampingan Desa bukanlah mendampingi pelaksanaan proyek yang masuk ke desa, bukan pula mendampingi dan mengawasai penggunaan Dana Desa, tetapi melakukan pendampingan secara utuh terhadap desa. Pendampingan secara prinsipil berbeda dengan pembinaan.


Dalam Pembinaan Desa, antara pembina dan yang dibina, mempunyai hubungan yang hirarkhis; bahwa pengetahuan dan kebenaran mengalir satu arah dari atas ke bawah. Sebaliknya dalam pendampingan, para pendamping berdiri setara dengan yang didampingi (stand side by side).


Misi besar Pendampingan Desa adalah memberdayakan desa sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiri dan demokratis. Kegiatan pendampingan membentang mulai dari pengembangan kapasitas pemerintahan, mengorganisir dan membangun kesadaran kritis warga masyarakat, memperkuat organisasi-organisasi warga, memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi dan memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal, merajut jejaring dan kerjasama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara pemerintah dan masyarakat.


Intinya Pendampingan Desa ini adalah dalam rangka menciptakan suatu frekuensi dan kimiawi yang sama antara pendamping dengan yang didampingi. (Bersambung).


Ditulis oleh:  H. Ali Akbar, Tinggal di Padang Pariaman

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »