Melindungi Generasi Muda dari Jerat Narkotika

GENERASI muda merupakan masa depan suatu bangsa. Jika generasi muda sudah menyentuh narkoba, habislah masa depan bangsa. Pasalnya, usia itu merupakan masa produktif suatu generasi. Jika dirusak dengan narkoba, generasi tersebut akan terancam masa depannya.
 
Tak hanya berdampak pada seseorang, narkoba juga berdampak pada potensi Indonesia. Apalagi Tanah Air diwacanakan menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di tingkat global pada 2024. Pasalnya, potensi itu dapat terjadi bila generasi mudanya tumbuh dengan baik. Di lain sisi, penggunaan narkoba dapat berdampak pada kondisi kesehatan tubuh.
 
Narkoba (Narkotika dan obat-obatan yang mengandung zat adiktif /berbahaya dan terlarang) belakangan ini amat populer di kalangan remaja dan generasi muda bangsa Indonesia, sebab penyalahgunaan ini telah merebak ke semua lingkungan, bukan hanya di kalangan anak-anak nakal dan preman tetapi telah memasuki lingkungan kampus.
 
Narkoba saat ini banyak kita jumpai di kalangan remaja dan generasi muda dalam bentuk kapsul, tablet dan tepung seperti ekstasi, pil koplo dan sabu-sabu, bahkan dalam bentuk yang amat sederhana seperti daun ganja yang dijual dalam amplop-amplop.
 
Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), lanjut Aam, penyalahgunaan narkoba di Indonesia mengalami peningkatan 0,03% pada 2019 dibandingkan 2017. Dengan kata lain, pada 2019, tercatat ada 3,6 juta pengguna narkoba, 63% di antaranya pengguna ganja.
 
Dari angka 3,6 juta pengguna narkoba, Aam mengungkapkan, 70% di antaranya adalah masyarakat dalam usia produktif, yakni 16-65 tahun.
 
Melihat peningkatan pengguna narkoba dalam kurun waktu dua tahun belakangan ini, membuktikan Indonesia adalah pasar narkoba terbesar di Asia. Sehingga tak heran, peredaran narkoba menjadi masalah internasional dan lintas negara. Pemecahan masalah ini, harus melibatkan semua pihak, baik di dalam maupun di luar negeri.
 
Marak selama pandemi
 
Pandemi memang membuat semua sektor terhenti sejenak. Namun, tidak pada pergerakan narkoba. Hal ini diungkapkan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyatakan terdapat peningkatan kasus penyalahgunaan narkotika selama masa pandemi virus corona (Covid-19) yang merebak di Indonesia pada 2020 ini.
 
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Pol Krisno Siregar menjelaskan bahwa peningkatan itu terlihat dari jumlah barang bukti yang diamankan polisi selama bertindak.
 
"Tahun 2019 polri mengungkap 2,7 ton barang bukti sabu. (2020) Sampai hari ini data menunjukkan 4,57 ton. Jadi ada peningkatan dari 2,7 (ton) ke 4,57 (ton) berarti (meningkat) 2 ton," kata Krisno kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (18/11).
 
Sementara, lanjut Krisno, pengamanan barang bukti berupa pil ekstasi menurun hingga hampir 200 ribu butir.
 
"Tetapi kenapa ada apa karena jenis barang bukti lainnya terjadi penurunan seperti ekstasi 637.703 butir sampai saat ini kami hanya menyita sekitar 400 ribu sekian," tambah dia.
 
Namun demikian, Krisno belum dapat memastikan alasan peredaran narkotika itu semakin marak terjadi selama masa pandemi.
 
Menurutnya hal itu tak lazim lantaran pemerintah sendiri telah menerapkan sejumlah kebijakan yang membatasi ruang gerak masyarakat selama masa pandemi Covid-19.
 
"Padahal ini adalah masa-masa pandemi Corona yang tentunya pemerintah menetapkan perbatasan pergerakan perkumpulan orang," pungkas dia.
 
Perang lawan narkoba
 
Ketua DPR RI, Puan Maharani menegaskan, bahwa perang melawan narkoba tidak boleh kendur meskipun pandemi Covid-19 tengah melanda. Menurut Puan, virus Corona membahayakan kesehatan, namun narkoba bisa membinasakan masa depan.
 
"Daya rusak narkoba bagi sebuah bangsa sudah sangat nyata. Apalagi banyak korban adalah anak-anak muda, ini sangat mengkhawatirkan. Kalau generasi muda kita rusak oleh narkoba, mau dibawa kemana masa depan bangsa ini?," kata Puan.
 
Mantan Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) ini prihatin karena di masa sulit akibat pandemi, dan saat semua orang sibuk mencari solusi, masih saja ada orang-orang tidak bertanggung jawab yang memproduksi, menyelundupkan, dan mengedarkan narkoba.
 
"Transportasi lintas negara sempat terputus, banyak negara lockdown selama pandemi. Tapi ternyata jaringan penyelundup narkotika internasional ini banyak sekali akalnya. Oleh karena itu kita tidak boleh melonggarkan kewaspadaan," ujar Puan.
 
Badan Narkotika Nasional (BNN) melaporkan pada Februari 2021 lebih dari 1 ton narkotika jenis sabu yang disita, belum lagi jenis ganja juga cukup banyak. Lalu hingga April 2021, Direktorat Jenderal Bea Cukai mencatat 422 kasus upaya penyelundupan narkoba dengan berat bruto mencapai 1,9 ton digagalkan oleh Polri.
 
"Ini nilainya sangat tinggi bisa lebih dari Rp1 triliun dan bisa mengancam 10 juta orang Indonesia,” ucap Puan mengutip data dari Kementerian Keuangan.
 
Oleh karena itu, Puan meminta pemerintah waspada terhadap kegiatan ilegal, termasuk penyelundupan narkoba. Selain mengancam jiwa dan masa depan generasi bangsa, narkoba juga mengakibatkan kerugian ekonomi dan sosial hingga Rp63 triliun per tahun.
 
"Penyalahgunaan narkoba meningkat dari tahun ke tahun, artinya belum mengena ajakan untuk menjauhi narkoba ini. Masyarakat masih banyak yang belum paham bahaya narkoba," ucap Puan.
 
BNN melaporkan pada 2014 sekitar 4,2 juta warga Indonesia menggunakan narkoba. Jumlah ini memang sempat turun menjadi 3,3 juta jiwa dengan rentang usia 10 sampai 59 tahun pada 2017. Namun, tren penyalahgunaan narkoba kembali naik menjadi 3,6 juta pada 2019.

Penulis: rizka septiana, praktisi dan dosen Humas

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »