Semangat Komunitas Perempuan Pelestari Budaya dalam Melestarikan Budaya Indonesia

Semangat Komunitas Perempuan Pelestari Budaya dalam Melestarikan Budaya Indonesia
INDONESIA begitu kaya akan budaya tradisional. Setiap suku dan daerah di Indonesia mewariskan budaya yang begitu beragam, baik dalam bentuk seni, pakaian, maupun bahasa. Sayangnya, lambat laun warisan budaya ini kurang dilestarikan lagi dan tersingkirkan oleh budaya asing.


Keprihatinan ini menggugah hati tiga orang perempuan untuk mendirikan sebuah komunitas pelestarian budaya. Mereka adalah Dewi Susanti, Susan Puspadewi, dan Diah Kusumawardhani. Bersama-sama mereka mendirikan Komunitas Perempuan Pelestari Budaya pada 2017. Mereka aktif mengajak perempuan lain yang memiliki minat dan kecintaan yang sama pada budaya Indonesia untuk bergabung.


Walaupun begitu, mereka mengaku selektif dalam memilih anggota. Menurut Dewi selaku Humas Komunitas Perempuan Pelestari Budaya, awalnya anggota komunitas terbatas pada teman-teman mereka sendiri. Teman-teman yang ingin bergabung pun biasanya akan dicek dulu media sosialnya untuk memastikan bahwa mereka benar-benar cinta budaya.


“Kami ingin semua yang bergabung di sini karena cinta budaya Indonesia dan bebas dari unsur SARA (suku, agama, ras, antargolongan). Sehingga kami cukup selektif memilih anggota,” ujarnya, seperti dikutip dari womantalk.com, beberapa waktu lalu.


Namun, kini anggota komunitas Komunitas Perempuan Pelestari Budaya sudah semakin banyak, tepatnya berjumlah 60 orang. Sejak 2020, mereka menerima anggota dari Bali, London, dan Jerman. Tujuan dari penambahan anggota ini adalah untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya melestarikan budaya Indonesia di berbagai tempat.


Aktivitas pelestarian budaya Indonesia


Komunitas Perempuan Pelestari Budaya tak main-main dalam berupaya melestarikan budaya Indonesia. Mereka aktif mengadakan berbagai aktivitas pelestarian budaya Indonesia. Salah satunya, latihan menari tradisional yang rutin diadakan di mal FX Sudirman sebelum pandemi Covid-19. Mereka juga pernah mengadakan seminar pengenalan wastra nusantara khusus batik.


Selain itu, mereka rutin memakai pakaian tradisional setiap berkumpul atau mengadakan event tertentu. Setiap tahun mereka punya agenda wajib untuk mengadopsi wastra Nusantara dari berbagai daerah di Indonesia, yaitu setiap Hari Kartini (21 April), Hari Ibu (22 Desember), dan hari ulang tahun komunitas (22 Desember). Mereka tak hanya memakai kain karya pengrajin dan penenun tradisional, tetapi juga berupaya melestarikan budaya tradisional.


Komunitas ini juga memiliki kepedulian tinggi terhadap komunitas pelestari budaya lain atau kelompok pelaku seni. Kepedulian ini mereka tunjukkan, salah satunya, dengan mendukung kegiatan Selasa Berkebaya dari komunitas lain. Mereka ikut memakai kebaya setiap Selasa.


Selain itu, mereka juga menjalankan misi melestarikan budaya Indonesia dengan membantu keberlangsungan sekolah tari gratis di Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dewi mengatakan bahwa setiap bulan anggota komunitas wajib mengeluarkan iuran untuk membiayai sekolah tari adat tersebut.


Selama pandemi Covid-19, Komunitas Perempuan Pelestari Budaya tetap aktif mengadakan kegiatan pelestarian budaya. Hanya saja aktivitasnya dilakukan secara virtual. Tahun lalu, Komunitas Perempuan Pelestari Budaya bersama Synthesis Development mengadakan virtual-charity fashion show Wastra Sikka. Fashion show ini menampilkan tenun Sikka yang dihasilkan oleh perempuan-perempuan Maumere, NTT. Anggota komunitas yang menjadi model fashion show mengenakan tenun Sikka yang sudah dikreasikan menjadi beberapa model pakaian.


Tak hanya menampilkan tenun Sikka, mereka juga menjualnya kepada tamu yang menonton lewat platform ZOOM Meeting dan live Instagram. Komunitas Perempuan Pelestari Budaya dan Synthesis Residence Kemang ingin membantu para pengrajin tenun Sikka untuk dapat tetap terus berkarya di tengah pandemi.


“Kain tenun Sikka yang kami bawakan ini adalah asli hasil kerajinan dari ‘mama-mama’ pengrajin di Maumere, NTT. Melalui pembelian kain tenun Sikka secara online lewat ZOOM ini, Anda juga sudah membantu para pengrajin di masa pandemi global saat ini. Selain itu, dengan mengadopsi dan menggunakan kainnya secara fashionable juga bisa menjadi salah satu cara membangkitkan semangat pengrajin tenun untuk terus berkembang,” kata Ketua Komunitas Perempuan Pelestari Budaya, Diah Kusumawardhani, seperti dilansir dari indonesiamagz.id (25/8/2020).


Masih di tahun yang sama, Komunitas Perempuan Pelestari Budaya bekerja sama dengan Bali Fashion Culture dan Ikatan Seni Indonesia (ISI Denpasar) mengadakan pertunjukan kolaboratif untuk memberi ruang bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Bali untuk berkarya. Pertunjukan kolaboratif ini melibatkan 53 pemain yang terdiri dari seniman, penari, komunitas teater, komunitas budaya, model, dan fashion designer asal Bali.


Tahun ini, Komunitas Perempuan Pelestari Budaya kembali mengadakan event fashion show dan takshow secara virtual. Kali ini, mereka mengangkat tema None Batavia dengan menampilkan fesyen Kebaya Encim dan Batik Betawi. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) DKI Jakarta yang ke-494.


Upaya yang dilakukan oleh Komunitas Perempuan Pelestari Budaya ini diharapkan dapat membuat budaya Indonesia kembali menonjol dan diminati oleh generasi muda. Besar juga harapan semakin banyak masyarakat Indonesia yang mau ikut melestarikan budaya daerahnya masing-masing.


Penulis: Dhani Linuwih, Anggota Perempuan Indonesia Satu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »