Varian Delta (1) Dominasinya Mengkhawatirkan

Dominasinya Mengkhawatirkan
DALAM dua bulan terakhir peningkatan kasus positif COVID-19 di Indonesia  mengkhawatirkan. Peningkatan itu berpengaruh langsung dengan jumlah kematian. Meruntuhkan layanan kesehatan di rumah sakit, dan memperpanjang masa pandemi.


Jumlah kasus COVID-19 per hari dalam pekan ini telah menembus angka lebih dari 40 ribu, sekitar 10 kali lipat dibanding kasus pada awal Mei lalu. Sementara itu, kekebalan kelompok masih jauh karena vaksinasi nasional belum tinggi cakupannya.


Salah satu faktor yang menyebabkan lonjakan cepat jumlah kasus COVID-19 di Indonesia adalah dominasi varian delta SARS-CoV-2 yang menyebar di masyarakat.


Varian ini ini bukan hanya dapat meningkatkan kasus dan kematian di kalangan kelompok rentan, . Tapi, juga vaksinasi yang baru berjalan dalam 6 bulan terakhir menghadapi tantangan serius terkait efektivitasnya melawan varian baru.


Kabar baiknya, satu riset terbaru tentang efektivitas vaksin menyatakan vaksin Pfizer dan AstraZeneca, juga dipakai di Indonesia, masih cukup ampuh melawan varian delta.


Menetralkan Antibody


Varian delta mempunyai dua mutasi pada bagian protein S SARS-CoV-2 yang berikatan langsung dengan reseptor manusia. Sedangkan virus varian awal dari Wuhan tidak ada mutasi pada protein S.


Kedua mutasi tersebut diduga menjadi penyebab varian delta mempunyai daya tular sangat tinggi dan menurunkan kadar antibodi netralisasi (kekebalan tubuh) terhadap infeksi COVID-19.


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 31 Mei 2021 telah menetapkan varian delta (B.1.617.2), bersama varian alpha (B.1.1.7), beta (B.1.351), dan gamma (P.1), sebagai varian yang harus diwaspadai (Variant of Concern, VOC).


Para ahli memprediksi daya tular varian delta 50% lebih tinggi dibandingkan varian alpha. Sedangkan varian alpha mempunyai daya transmisi 70% lebih tinggi dibandingkan varian awal. Hal ini terbukti dengan peningkatan kasus di beberapa negara seperti Inggris, India, dan Indonesia.


Varian delta yang pertama kali terdeteksi di India, telah menguasai 99% virus yang bersirkulasi di Inggris pada Juli 2021. Sedangkan di India, varian delta dianggap sebagai penyebab peningkatan kasus COVID-19 di negara tersebut yang mencapai 400.000 kasus per hari pada Mei 2021.


Di Indonesia, varian delta telah terdeteksi pada 615 virus dari total 2.917 virus yang dipublikasikan di bank data genome virus SARS-CoV-2 GISAID pada 12 Juli 2021.. Angka ini lebih besar, dibandingkan varian yang harus diwaspadai lainnya yaitu 54 varian alpha dan 9 varian beta.


Dampak varian Delta


Penelitian in vitro (di laboratorium) menunjukkan varian delta menyebabkan penurunan kadar antibodi netralisasi (kekebalan tubuh) sebesar enam kali dibandingkan varian awal (wild-type).


Tubuh manusia akan membentuk antibodi netralisasi (kekebalan tubuh), baik karena terinfeksi COVID-19 secara alamiah maupun akibat vaksinasi. Menariknya penurunan kadar antibodi ini menjadi lebih signifikan pada pasien COVID-19 yang berusia lebih tua. Makin tua makin cepat waktu penurunan antibodinya.


Antibodi yang terbentuk setelah vaksinasi akan mengalami penurunan secara terus-menerus seiring berjalannya waktu. Namun demikian, penurunan kadar antobodi  ini tidak berhubungan dengan jenis kelamin dan massa indeks tubuh.


Artinya penurunan kadar antibodi sama levelnya antara pasien laki-laki dan perempuan, dan antara orang yang kelebihan berat badan dan tidak.


Pemerintah tidak menganjurkan pemeriksaan kadar antibodi setelah imunisasi atas kemauan sendiri. Misalnya datang ke laboratorium secara acak, karena hanya laboratorium tertentu yang bisa memeriksa kadar antibodi secara akurat.***(bersambung)


Ditulis Oleh: Reko Suroko, Wartawan Senior di Solo.

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »