Polusi Udara Mengganggu Kehidupan Masyarakat Ibukota, Ini Kata Puan Maharani

BENTENGSUMBAR.COM - Hidup di Ibukota memiliki segudang masalah. Mulai dari air bersih sampai polusi udara. Saat ini, polusi udara sangat sulit untuk dihindari. 

Apalagi jika tinggal di kota besar yang ramai atau daerah tempat banyak pabrik di sekeliling tempat tinggal. Polutan mikroskopis di udara dapat menyelinap melewati pertahanan tubuh, menembus jauh ke dalam sistem pernapasan dan peredaran darah, merusak paru-paru, jantung, dan otak. 

Tak hanya akibat lingkungan, polusi udara juga dikaitkan dengan perubahan iklim yang ekstrim. Pendorong utama perubahan iklim adalah pembakaran bahan bakar fosil yang juga merupakan kontributor utama pencemaran udara.

Efek kesehatan dari polusi udara sangat serius, di antaranya adalah stroke, kanker paru-paru, dan penyakit jantung. 

Menurut, Direktur Air Quality Life Index (AQLI) Kenneth Lee mengatakan, tingginya angka polusi udara akan berdampak terhadap angka harapan hidup masyarakat. Termasuk di Indonesia.

“Rata-rata orang Indonesia diperkirakan dapat kehilangan 2,5 tahun dari usia harapan hidupnya akibat polusi udara saat ini, karena kualitas udara tidak memenuhi ambang aman sesuai pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk konsentrasi partikel halus (PM 2.5),” kata Kenneth Lee.

Ken mengungkapkan, berdasarkan data dari Energy Policy Institute di University of Chicago (EPIC), dampak kesehatan dari polusi udara paling besar terjadi di Depok, Bandung, dan Jakarta, di mana konsentrasi polusi udara adalah yang tertinggi.

“Di DKI Jakarta, rata-rata orang diperkirakan dapat kehilangan 5,5 tahun dari usia harapan hidup jika tingkat polusi seperti tahun 2019 bertahan sepanjang hidup mereka. Di beberapa daerah penurunan usia harapan hidup bahkan lebih besar, mencapai lebih dari enam tahun usia hidup mereka,” lanjutnya.

Kendati demikian, Ken menuturkan, masyarakat Indonesia kini sudah mulai menyadari ancaman polusi PM2.5 terhadap kesehatan manusia.

Turun selama pandemi

Pandemi membuat keadaan berubah dengan cepat. Salah satunya diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di DKI Jakarta.Ternyata hal itu, berdampak besar pada polusi udara ibu kota selama 20 tahun terakhir.

Diungkapkan Koordinator Bidang Analisis Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Kadarsah PSBB memberikan dampak signifikan terhadap penurunan tingkat polusi Jakarta. 

Menurut data Capaian Tahun Anggaran 2020, Pusat Informasi Perubahan Iklim, Sub Bidang Analisis Komposisi Kimia Atmosfer: Produk Informasi PSBB, menunjukkan perbandingan tingkat polusi udara di Jakarta selama tahun 2020 dibandingkan dengan data pengamatan dari tahun 2000-2019.

Kadarsah mengatakan data tersebut dikumpulkan secara manual di sejumlah lokasi di Jakarta, yakni Ancol, Bandengan, Glodok, Kemayoran, Monas, Bivak, Grogol dan Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Data tersebut dikumpulkan seminggu sekali dan belum ada data real time. "Berdasarkan data terakhir (yang dihimpun), membuktikan bahwa pada saat PSBB, polutan itu memang berkurang secara signifikan. Kami membandingkannya dengan data historis selama 20 tahun terakhir," kata Kadarsah.

Gugatan warga Jakarta

Walaupun kualitas udara di Jakarta membaik, warga tetap melayangkan gugatan tentang pencemaran udara. Melalui koalisi masyarakat dari Lembaga Bantuan Hukum. Adapun gugatan soal polusi udara Jakarta itu diajukan oleh Koalisi Ibu Kota ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 4 Juli 2019. 

Terdapat tujuh tergugat dalam kasus ini, yakni Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat, dan Gubernur Banten.

Menurut, anggota koalisi masyarakat dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Ayu Eza mengatakan, proses sidang gugatan ini telah berjalan selama 18 bulan, dan rencananya baru mau diputuskan pada 20 Mei 2021.

"Awal persidangan baru dimulai Januari 2020 hingga sekarang belum sampai putusan," kata Ayu dalam Media Briefing Koalisi Ibukota yang dilakukan secara daring, Kamis, 6 Mei 2021.

Dalam prosesnya, kata dia, persidangan juga kerap ditunda dengan berbagai penyebab diantaranya ketidakhadiran tergugat, lockdown awal pandemi, hingga hakim ketuanya yang terinfeksi Covid-19.

"Tapi mediasi dihentikan karena Pemprov DKI tidak mau menghentikan pembangunan enam ruas tol dalam kota dan masalah pembakaran sampah di tempat pengelolaan akhir. Kegiatan itu dianggap menyumbang polusi udara di Jakarta," ujarnya.

Ia berharap dalam putusannya nanti, hakim bisa melihat bahwa gugatan ini untuk kepentingan masyarakat umum karena menyangkut hak asasi manusia untuk menghirup udara bersih. "Jadi kami harap hakim memenangkan gugatan kami dan melihat substansi gugatan kami," ujarnya.

Menanggapi hal itu, Ketua DPR Puan Maharani meminta pemerintah memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat selama pandemi berlangsung. Puan menyinggung konstitusi negara menjamin hak-hak konstitusional warga negara yang sedang menghadapi pandemi Covid-19.

Hak-hak konstitusional tersebut termasuk hak pemenuhan ekonomi dan kesehatan di masa pandemi. “Negara harus terus memenuhi hak pemenuhan ekonomi dan kesehatan selama pandemi tanpa terkecuali. Karena ini amanat konstitusi sebagai hukum tertinggi,” kata Puan Maharani.

Laporan: Mela

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »