Eksistensi Silek Sabar Menanti Di Pasaman

MINANGKABAU merupakan suatu etnis yang tersebar di seluruh Indonesia. Etnis yang sebagian besar mendiami wilayah Sumatera Barat ini merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia.

Wilayah Minangkabau lebih luas dari wilayah Sumatera Barat secara administrative, hal itu menjadi salah satu faktor yang menjadikan Minangkabau memiliki berbagai keunikan termasuk dalam hal kebudayaan.

Kebudayaan dalam suatu daerah merupakan suatu kearifan lokal yang menjadi ciri khas dari daerah tersebut. Sama halnya dengan Minangkabau. 

Di Minangkabau begitu banyak kebudayaan yang menjadikan masyarakat Minangkabau berbeda dengan masyarakat lainnya.

Kebudayaan tersebut tentunya membuat Minangkabau dikenal oleh masyarakat luas dan menjadi destinasi wisata bagi para pelancong.

Kebudayaan Minangkabau menyimpan berbagai potensi untuk dikembangkan karena memang keunikannya telah diketahui oleh banyak orang. Salah satu contoh kebudayaan yang unik di Minangkabau adalah silek (silat). 

Silek merupakan sebuah olahraga ataupun permainan yang menampilkan gerakan yang cepat untuk membela diri ketika berhadapan dengan musuh. Silek di Minangkabau memiliki keunikan tersendiri di tiap-tiap daerah. 

Baik dari segi gerakan ataupun filosofi yang dipakai. Silek digunakan ketika terdesak ataupun ketika berhadapan dengan musuh. Silek di Minangkabau bukanlah sesuatu yang harus diperlihatkan kepada orang lain. 

Kita tidak boleh menyombongkan kemahiran kita dalam bersilat kepada orang lain karena silat digunakan untuk membela diri ketika sedang terdesak oleh musuh. 

Pepatah minang mengatakan musuah ndak dicari, basobok pantang lari (Musuh tidak dicari, tapi ketika musuh itu ada, maka harus dilawan dan pantang melarikan diri). Pepatah tersebutlah yang menjadi pedoman penggunaan silek di Minangkabau. 

Silek berkembang di seluruh wilayah Minangkabau, baik itu wilayah perkotaan ataupun pedesaan. 

Di seluruh daerah Minangkabau memiliki silek dengan keunikannya tersendiri, termasuk di Nagari Koto Rajo. 

Nagari Koto Rajo adalah sebuah nagari di Kecamatan Rao Utara Kabupaten Pasaman. Nagari ini memiliki berbagai keunikan dalam tradisi maupun kebudayaan. Salah satu kebudayaan yang di miliki dan berkembang di dalam kehidupan masyarakat Koto Rajo ialah silek.

Silek di Nagari Koto Rajo bernama Silek Sabar Menanti. Nama silek yang terbilang cukup unik ini bukan berarti tanpa makna. 

Nama silek ini memiliki makna yang cukup bagus yaitu tidak melakukan serangan terlebih dahulu dan menunggu lawan menyerang lalu memberikan balasan. 

Makna tersebut tentunya sama halnya dengan prinsip yang dipakai silek Minangkabau yaitu tidak mencari musuh.

Silek Sabar Menanti berasal dari Binjai, Sumatera Utara yang dibawa oleh para perantau Koto Rajo. Perantau tersebut belajar silek dari orang Binjai yang dulunya merantau ke negara tetangga yaitu Malaysia. 

Perantau tersebutlah yang membawa dan mengajarkan silek kepada masyarakat Koto Rajo pada masa itu atau sekiar tahun 1970-an. 

Silek Sabar Menanti berkembang dalam masyarakat dan dipelajari pemuda dengan penuh semangat. 

Banyak pemuda mempelajari silek sebagai bekal ketika ingin pergi merantau. Tiap tahunnya pasti ada pertunjukan silek di depan rumah gadang yang ada di Koto Rajo. 

Namun saat ini silek ini tidak lagi dipelajari, tentunya hal ini sangat memprihatinkan mengingat sejarah silek ini yang seharusnya dijaga dan dilestarikan dengan sangat baik oleh masyarakat. 

Meskipun masih banyak masyarakat yang mahir basilek, namun bagi generasi muda silek sudah tidak menarik lagi untuk dipelajari. 

Lalu apa yang menyebabkan Silek Sabar Menanti ini mengalami sedikit kemunduran dan tidak berkembang lagi di tengah masyarakat?

Saat ini silek mengalamai kemunduran karena beberapa faktor. Pertama tentunya faktor yang berasal dari masyarakat itu sendiri yaitu kesadaran pribadi masing-masing. 

Kesadaran masyarakat adalah hal mendasar yang harus dimiliki oleh masyarakat dalam melestarikan suatu tradisi ataupun kebudayaan. 

Kesadaran masyarakat adalah pondasi utama untuk mengembangkan kebudayaan. 

Apabila pondasi ini bermasalah, maka semua upaya pelestarian budaya akan terkena imbasnya. 

Sebetulnya dltidak dalam dunia silek saja yang memerlukan kesadaran masyarakat. 

Semua yang dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat harus bersumber dari hati nurani masyarakat itu sendiri. 

Kesadaran tersebut adalah pokok utama yang mendasari lahirnya upaya-upaya penjagaan ataupun pelestarian kebudayaan. 

Kita bisa melihat bagaimana kesadaran masyarakat pada saat ini. Tingkat kesadaran ataupun kepedulian masyarakat itu sudah berkurang bahkan cenderung sangat rendah.

Banyak masyarakat yang bersikap acuh atas perkembangan ataupub eksistensi sebuah seni bela diri seperti silek. 

Hal ini tentunya akan membuat silek akan tergerus dan perlahan akan membuat silek tersebut punah. 

Bisa jadi beberapa tahun yang akan datang para pemuda tidak mengenal lagi apa itu silek. 

Saat ini masyarakat menganggap sebuah traidisi itu tidaklah begitu penting dan tidak masalah jika hal tersebut hilang. 

Tentunya hal tersebut merupakan suatu keadaan yang sangat darurat mengingat silek yang merupakan warisan leluhur yang terkandung di dalamnya kearifan lokal sudah diambang kepunahan. 

Kita semestinya harus berupaya menjaganya karena biar bagaimanapun kehidupan kita tidak akan bisa lepas dari apa-apa yang telah kita alami atau lalui sebelumnya.

Kemudian, faktor penyebab kemunduran silek yaitu ekonomi. Bagaimana ekonomi membuat silek mengalami kemunduran? 

Ekonomi adalah faktor terpenting dalam kehidupan bermasyarakat, orientasi masyarakat yang mengedepankan ekonomi akan membuat bidang lainnya akan terpinggirkan. 

Kenapa demikian? Tidak lain dan tidak bukan karena silek diyakini tidak akan mencukupi kebutuhan ekonomi. 

Jadi, daripada menghabiskan waktu untuk belajar atau mengenali silek, masyarakat tentunya lebih memilih untuk melakukan sesuatu yang berdampak pada tercukupinya kebutuhan ekonomi demi kelangsungan hidupnya. 

Silek juga bisa memberikan penghasilan, namun penghasilan yang diterima tentunya tidak akan besar dan tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin hari semakin banyak.

Kemudian faktor ketiga penyebab eksistensi silek mulai terpinggirkan ialah teknologi. 

Tidak bisa dipungkiri teknologi memang memiliki peranan penting dalam kehidupan. 

Tidak ada satupun bidang kehidupan yang tidak terkena imbas dari perkembangan teknologi yang semakin canggih. Sama halnya dengan silek.

Teknologi yang berkembang pesat membuat masyarakat terutama generasi muda memiliki hobi baru yaitu bermain game, sosial media, dan lain sebagainya. 

Hal ini memang membantu manusia, namun jika dilakukan secara berlebihan maka akan menyebabkan kecanduan dan timbul rasa malas sehingga tidak mau melakukan apapun selain online atau menatap layar komputer ataupun ponsel. 

Hal ini tentunya semakin memperburuk keadaan silek yang sudah mulai terpinggirkan.

Sebetulnya hal-hal diatas dapat dicegah. Namun tentunya dibutuhkan sinergi yang kuat seluruh aspek masyarakat, mulai dari pemerintah, pelaku seni, ataupun masyarakat biasa.

Demi menambah pengetahuan akan silek, pemerintah bisa mengadakan festival silek atau mengemasnya dengan sangat menarik, seperti dalam bentuk video, ataupun tulisan yang menarik minat masyarakat untuk mempelajarinya. 

Selain itu pemerintah juga harus lebih intens memperhatikan pelaku seni, tidak hanya silek, namun seluruh budaya yang ada harus dikelola sebaik mungkin karena budaya apabila dikelola dengan baik, maka akan menjadi sumber penghasilan tambahan bagi masyarakat. 

Kemudian hal terpenting yaitu sama-sama menumbuhkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar sehingga kita mengetahui bagaimana kondisi budaya sekitar dan tentunya secara perlahan akan menumbuhkan kepedulian terhadap kebudayaan yang sudah berlangsung lama.
 
*Penulis: Muhammad Arjun, Mahasiswa Sastra Daerah Minangkabau Universitas Andalas

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »