Menggemakan Prinsip “Jas Merah” Kepada Generasi Muda, Jangan Sampai Sejarah “Kelam” Terulang Kembali

BENTENGSUMBAR.COM - Generasi muda adalah penerus bangsa yang diharapkan mampu belajar dari sejarah. Oleh karena itu, kaum muda diharapkan tak pernah sekali kali melupakan sejarah. Seperti kata Bung Karno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri.” 

Salah satu mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) yang tidak mau disebut namanya ini pernah berujar dalam wawancara singkat dengan awak media. Dia mengaku sering lupa terhadap hari-hari besar nasional.

Meski demikian, dia selalu berusaha untuk tidak melupakan sejarah, seperti momen Hari Kebangkitan Nasional. “Hari Kebangkitan Nasional adalah sejarah berdirinya gerakan pemuda pertama di Indonesia, yakni Boedi Oetomo,” katanya.

Mahasiswi tingkat tiga itu juga mengaku ingin menjadi pemuda yang bisa berkontribusi terhadap bangsa. Sebab, perjuangan di era saat ini bukan untuk berperang tetapi bersaing di kancah nasional juga internasional.

“Pertama tentu kita harus menghormati dan mengingat jasa pahlawan. Nah, caranya dengan berprestasi. Selain itu menjadi pribadi yang lebih disiplin dan rajin,” kata dia. 

Peran sejarah

Sementara itu, Guru Sejarah SMA Negeri 1 Gondang Bojonegoro, Hilal Nur Fuadi, pernah menulis artikel berjudul “Jangan Ciptakan Generasi Lupa Ingatan”. Dalam tulisannya, dia memaparkan alasan peran sejarah begitu penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Karena sejarah memiliki setidaknya enam dimensi yaitu: apa, kapan, di mana, mengapa, siapa, serta bagaimana,” papar Hilal.

Dimensi “apa” berkaitan dengan peristiwa apa yang pernah terjadi pada masa lampau, “di mana” menunjukkan tempat terjadinya suatu peristiwa, dan “mengapa” menunjuk pada hubungan sebab-akibat terjadinya suatu peristiwa.

Adapun “siapa” mengarah kepada siapa saja tokoh yang terlibat dalam suatu peristiwa sejarah, sedangkan “bagaimana” menunjuk pada bagaimana proses terjadinya suatu peristiwa sejarah.

“Dari sini kita semua bisa melihat peran penting sejarah karena selain berfungsi sebagai sebuah mata pelajaran yang tertuang dalam kurikulum pendidikan, sejarah juga memiliki fungsi yang lebih penting yaitu mengingatkan kepada setiap generasi muda tentang perjalanan hidup suatu bangsa,” tulis dia.

Dengan begitu, lanjut Hilal, generasi muda dapat menghargai jasa dan perjuangan para pahlawannya dan menanamkan rasa Nasionalisme semenjak dini kepada setiap generasi penerus bangsa.

Di sisi lain, dia menyebut bahwa banyak kalangan yang menganalogikan belajar sejarah untuk “melawan lupa”. Sebab, tanpa adanya sejarah, hampir dapat dipastikan bahwa generasi muda akan melupakan perjuangan para pendahulunya.

Generasi muda juga akan buta terhadap perjalanan dan perjuangan bangsa ini dalam proses menegakkan kemerdekaan dan kedaulatan. Jika ini benar-benar terjadi, menurut Hilan, Indonesia sedang berada dalam sebuah masalah besar.

“Karena tidak memiliki generasi penerus yang nasionalis dan cenderung melupakan identitas dan jejak-jejak perjuangan bangsanya sendiri,” pungkasnya.

Generasi milenial

Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Sumardiansyah Perdana Kusuma pernah mengungkapkan, pelajaran sejarah bagi milenial harus menjadi sesuatu yang wajib, karena di tangan milenial itulah yang dapat memegang masa depan bangsa.

“Maka, sejarah perlu dipelajari agar masa lalu tidak terulang kembali dan kejayaan masa lalu dapat dihadirkan kembali di masa depan," kata Sumardiansyah Perdana.

Menurutnya, belajar sejarah lebih dari sekadar mengetahui tanggal, bulan dan tahun sebuah peristiwa. Namun, kita akan mendapat manfaat berharga jika mampu menggali esensi dan makna dibalik peristiwa sejarah.

Masa depan Indonesia bergantung pada pemahaman generasi muda, maka mengetahui sejarah bangsa termasuk upaya memajukan bangsa dan negara di masa mendatang.

"Di era globalisasi dan kecanggihan teknologi yang futuristik ini, tidak seharusnya menjadikan generasi milenial lupa akan pentingnya memahami perjalanan sejarah. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan rasa cinta sejarah salah satunya dengan memanfaatkan daya kreativitas di media sosial," ujar Sumardiansyah.

Prinsip “jas merah”

Hal tersebut, lanjut dia, sejalan dengan pernyataan Ketua DPR Puan Maharani yang mengimbau seluruh masyarakat Indonesia untuk selalu menanamkan prinsip 'jas merah' atau jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Ini adalah semboyan terkenal yang diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada HUT Republik Indonesia 17 Agustus 1966.

Menurut Puan, prinsip jas merah memang dikenalkan oleh Presiden Sukarno dan berlaku sepanjang masa. Menurutnya, bangsa yang besar bisa selalu belajar dari masa lalunya. Hal ini termasuk mengakui kekurangan dan berani untuk melakukan perbaikan demi masa depan yang semakin baik.

Mengenang sejarah, menurut Puan, bukan hanya tentang meromantisasi serta melakukan glorifikasi kebaikan di masa lalu, tetapi juga bagaimana masa jaya yang pernah ada dapat terulang atau dipertahankan. Sejarah adalah proses pembelajaran bagi generasi saat ini dan di masa mendatang yang diberikan oleh pendahulu kita.

Masyarakat Indonesia sepakat dengan semboyan Puan Maharani yang mengatakan bahwa generasi muda tidak boleh melupakan sejarah. Negara dan bangsa ini didirikan di masa lalu, sehingga mengetahui masa lalu dalam kontek berbangsa dan bernegara menjadi sangat penting.

Laporan: Mela

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »