Miris, Kualitas Pendidikan Indonesia Makin Loyo Sejak Pandemi

BENTENGSUMBAR.COM - Wajah pendidikan Indonesia masih karut marut. Pandemi Covid-19 memperlebar jurang kualitas pendidikan antara kota dan pelosok, antara si miskin dan si kaya. Padahal, hanya melalui pendidikan yang baik lah, bangsa ini bisa meraih kegemilangannya.

Ki Hajar Dewantara pernah berujar bahwa “dengan ilmu kita menuju kemuliaan”. Kemuliaan di sini bukan sekadar pintar secara akademis, tetapi juga memiliki karakter kuat yang mengedepankan kepentingan bangsa.

Lebih jauh, Ki Hajar Dewantara juga mengatakan, “Pendidikan dan pengajaran di dalam Republik Indonesia harus berdasarkan kebudayaan dan kemasyarakatan bangsa Indonesia, menuju ke arah kebahagiaan batin serta keselamatan hidup lahir”.

Tak hanya itu, Ketua DPR RI Puan Maharani juga pernah menyebut bahwa menanamkan pendidikan karakter berbasis budaya memerlukan dukungan dari berbagai aspek.

“Tujuan utama kita tentu terus menumbuhkan rasa cinta terhadap kebudayaan bangsa sendiri, khususnya kebudayaan daerah. Bukan hanya untuk generasi muda dan mendatang, tetapi juga orang tuanya,” ucap perempuan pertama yang menjabat Ketua DPR itu.

Pendidikan masa pandemi

Dalam satu tahun belakangan ini, terjadi learning loss akibat pandemi yang membuat pembelajaran terpaksa dilakukan secara daring. Padahal, tak semua wilayah di Indonesia memiliki jaringan internet yang memadai, dan tak semua murid serta orangtua memiliki kemampuan mengaksesnya.

Sejumlah riset mengungkapkan, anak-anak dari kelas ekonomi rendah dan yang tinggal di pedesaan mengalami stagnasi kemampuan akademik dasar atau learning loss yang cukup akut. Namun, kondisi ini agaknya tidak menimpa anak keluarga kelas menengah atas di perkotaan.

Para pakar pun khawatir ketimpangan pendidikan selama pandemi akan melebarkan jurang antara si kaya dan si miskin di masa depan. Contoh saja kasus di Nagari Sisawah Kabupaten Sinjunjung yang berlokasi ratusan kilometer dari Kota Padang, Sumatera Barat.

Selama pandemi Covid-19, puluhan anak usia sekolah di sana terpaksa mendaki bukit dan masuk ke hutan untuk mencari sinyal selama kelas daring dilakukan. Apalagi, bagi sebagian besar mereka, ponsel pintar masih barah mewah yang belum bisa dimiliki.

Felia Siska, akademisi di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Sumatera Barat, mengatakan bahwa hingga saat ini, sekolah dengan jenjang tertinggi di desa baru mencapai tingkat SMP.

Meski demikian,  Ulfah Alifia, peneliti di lembaga pemikir Smeru Research Institute, menyebut bahwa kesenjangan kualitas pendidikan selama pandemi tidak identik pada situasi di Sisawah saja, tapi di seluruh penjuru Indonesia,

Riset yang dilakukan pihaknya mengungkapkan faktornya tak hanya teknologi dan peran orangtua semata. Dia juga menyoroti peran guru dalam stagnasi kemampuan akademik murid selama pandemi.

Menurutnya, tak semua guru melek teknologi. Hal ini membuat mereka kesulitan menyesuaikan pembelajaran secara daring. 

Belum meningkat

Kondisi pandemi memang memperparah ketertinggalan pendidikan di Indonesia. Akan tetapi kondisi sebelum pandemi pun belum bisa dikatakan baik. Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Nisaaul Muthiah menilai pemerintah belum optimal dalam meningkatkan kualitas SDM Tanah Air.

Nisaaul melihat kalau sistem pendidikan di Indonesia saat ini masih membutuhkan banyak perbaikan. Mulai dari aspek sumber daya manusia yang terlibat dalam sistem pendidikan, maupun infrastruktur penunjang proses belajar.

Hal itu didukung oleh studi dari Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 yang menunjukkan kalau rata-rata kemampuan membaca anak usia 15 tahun di Indonesia berada di peringkat 77 dari 77 negara. 

Sementara itu, rata-rata kemampuan matematika dan ilmu pengetahuan berada di peringkat 72 dan 70 dari 78 negara.

Nisaaul juga menyatakan bahwa dari tahun 2003 hingga 2018, jumlah murid di Indonesia yang dapat masuk ke level pendidikan menengah memang meningkat, namun peningkatan tersebut tidak disertai dengan perbaikan kualitas pendidikan yang diberikan.

Menurutnya Kemendikbud Ristek perlu melakukan perbaikan kualitas pendidikan secara menyeluruh. Peningkatan jumlah siswa yang memasuki pendidikan menengah harus disertai dengan perbaikan kualitas guru, kurikulum, strategi pedagogi, dan infrastruktur penunjang pendidikan.

Menurutnya langkah tersebut dapat dimulai dengan memperbaiki kualitas Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG).

"Kemendikbud Ristek juga perlu bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk segera mewujudkan pemerataan akses internet. Dengan langkah-langkah tersebut, harapannya reformasi sistem pendidikan yang dijanjikan oleh Presiden Jokowi dapat terwujud," ungkapnya.

Laporan: Mela

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »