Catatan Jim Lomen Sihombing: Minyak Goreng dari Masa ke Masa

INDONESIA telah beberapa kali menghadapi persoalan kelangkaan minyak goreng. Penyebabnya dan upaya mengatasinya pun beragam, mulai dari intervensi pemerintah hingga kerja sama dengan pengusaha.

Barangkali tak pernah terbayangkan oleh nenek moyang bangsa ini bahwa kelak Indonesia akan menjadi bangsa pencinta aneka gorengan. Ikan, ayam, adonan sayuran, hingga es krim pun kini disajikan dengan cara digoreng.

Namun, kebiasaan konsumsi makanan rebusan ini perlahan tergantikan dengan cara menggoreng. Kebiasaan ini diperkirakan dikenal oleh bangsa Indonesia saat bersentuhan dengan kebudayaan China.

Namun, sebagian teori lain menyebutkan bahwa teknik menggoreng telah dikenal di Nusantara seiring penggunaan logam yang telah dikenal sejak lama, dengan  penggunaan minyak kelapa di sejumlah wilayah.

Setelah Indonesia merdeka, kebiasaan mengonsumsi makanan gorengan kian marak ditemui. Pada tahun 1950-an, misalnya, saat masyarakat Indonesia mulai mengenal slogan 4 sehat 5 sempurna. Slogan ini mulai diperkenalkan setelah Indonesia melalui gejolak revolusi.

Disadari atau tidak, slogan ini pada akhirnya melekat dan mulai tertanam dalam benak masyarakat untuk mengonsumsi ikan, tahu, atau tempe goreng.

Bahkan, dalam buku pelajaran pada era Orde Baru, makanan yang digoreng kerap menghiasi gambar di buku pelajaran, seperti telur mata sapi, ikan goreng, hingga ayam goreng. 

Sejak masa kanak-kanak pun, aneka makanan gorengan telah menghiasi alam pikiran masyarakat Indonesia dalam pendidikan formal.

Tingginya kebutuhan terhadap minyak goreng tidak selalu diiringi oleh ketersediaan stok di pasaran. Hingga kini, minyak goreng juga kerap diberikan dalam setiap bantuan sosial. 

Bahkan, tak jarang minyak goreng menjadi gerbang pembuka bagi aktor politik untuk mendekatkan diri pada masyarakat. 

Kondisi ini menegaskan betapa pentingnya minyak goreng dalam kehidupan sehari-hari.

Sayangnya, tingginya kebutuhan terhadap minyak goreng tidak selalu diiringi oleh ketersediaan stok di pasaran. 

Sejak tahun 1998 hingga saat ini, tercatat Indonesia telah beberapa kali mengalami kelangkaan minyak goreng.

Di tengah gejolak politik dan krisis ekonomi 1998, minyak goreng adalah salah satu kebutuhan yang sulit untuk ditemukan saat itu. 

Daerah-daerah di Indonesia bagian barat hingga Indonesia bagian timur mengeluhkan hal yang sama, yakni kelangkaan stok minyak goreng.

Saat itu, penyebab kelangkaan minyak goreng beragam. Di Makassar, Sulawesi Selatan, kelangkaan minyak goreng terjadi pada Januari 1998 karena pabrikan kesulitan memperoleh kopra sebagai bahan baku.

Kelangkaan minyak goreng pada sejumlah daerah, dan . Tingginya biaya angkut di tengah gejolak politik dan krisis ekonomi turut menjadi salah satu penyebab kelangkaan minyak goreng saat itu.

Kini, persoalan serupa kembali terjadi, kelangkaan minyak goreng disebabkan oleh sejumlah faktor, yakni adanya penimbunan, pengalihan penjualan dengan harga yang lebih mahal, dan kepanikan masyarakat yang memicu pembelian dalam jumlah banyak(panic buying).

Dari catatan sejarah terkait kelangkaan minyak goreng di Indonesia, diketahui bahwa banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kelangkaan minyak goreng.

Gejolak politik, stabilitas harga minyak sawit, pasokan bahan baku, hingga biaya angkut menjadi faktor pendorong yang berdampak pada keresahan sosial di tengah-tengah masyarakat.

Keresahan sosial ini tergambar dari sebagian masyarakat yang rela antri lama untuk mendapatkan minyak goreng dengan harga murah.

Hal ini menegaskan bahwa keresahan sosial akibat kelangkaan minyak goreng bisa menimbulkan krisis kepercayaan kepada pemerintah. Yang berimplikasi pada kerusuhan sosial.

Bagaimanapun, sebagai bahan kebutuhan utama, stok minyak goreng tentu perlu dijamin untuk selalu tersedia di tengah-tengah masyarakat.

Jika tidak, implikasinya tentu akan menyentuh ranah kekuasaan politik karena menimbulkan keresahan sosial.

Berdasarkan sejarah setiap rezim tumbang karena tidak mampu mengelola kebutuhan pokok sandang pangan atau sembako, dan ini menjadi catatan kritis Rezim Jokowi. 

*Penulis: Jim Lomen Sihombing. Koordinator Umum Visi 98

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »