Catatan Ruchman Basori: Ber-PMII dari Ngaliyan Sebuh Refleksi

BALAI Kelurahan Tambakaji Ngaliyan Kota Semarang 1993 menjadi saksi sejarah. Penulis bersama dua ratusan sahabat menjadi bagian dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Organisasi kemahasiswaan berhaluan ahlussunnah wal jamaah, dengan menjadikan anggotanya komitmen pada nilai-nilai keagamaan dan ke-Indonesiaan. 

Di Masjid Tugurejo di area Pondok Pesantren, kami berbai'at menjadi anggota baru dalam ritus Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) yang dipandu oleh sahabat-sahabat senior Rayon PMII Tarbiyah dan Komisariat PMII Walisongo. Basisnya ada di IAIN Walisongo, sekarang telah menjadi UIN.

Khudmah pertama di PMII didaulat menjadi Ketua Alumni Mapaba 1993, lalu menjadi Pengurus Rayon PMII Tarbiyah dan puncaknya didaulat menjadi Ketua Rayon PMII terbesar waktu itu. Membanggakan karena Rayon ini memiliki jumlah anggota baru sekitar 200-an per tahun bahkan lebih. semangat, dedikasi dan berjuang adalah doktrin dari para senior yang selalu ditancapkan. 

Berproses Menjadi

Berdialektika secara intens dari meja rapat satu ke meja rapat lainnya. Aktif di meja diskusi ke diskusi lainnya, forum seminar sampai berbagai pengkaderan. Kadang di forum-forum lesehan di bawah pohon rindang, di emperan masjid atau di pojok-pojok kampus di sela mengikuti perkuliahan.

Di medan kaderisasi setelah Mapaba, penulis mengikuti Pelatihan Kader Dasar (PKD) di Pondok Pesantren Miftahul Huda Bojo Kendal dan Pelatihan Kader Lanjutan (PKL) yang merupakan kaderisasi tertinggi di PMII bertempat di PP. Edi Mancoro Salatiga asuhan KH. Mahfudz Ridwan teman dekat almarhum Gus Dur. 

PKL dipandu oleh instruktur Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Jawa Tengah, yang waktu itu dipimpin oleh Sahabat Muzammil. Sayang khidmahku hanya sampai Sekretaris Umum Cabang PMII Kota Semarang, karena waktu itu PKC PMII nyaris dibekukan diganti dengan Presidium Cabang-Cabang. Situasinya memang begitu hamper di seluruh Indonesia yang mempertanyakan perlunya PKC.

Dapat dikatakan penulis adalah satu dari sekian ribu kader yang memulai Ber-PMII dari Ngaliyan, untuk menyebut letak geografis kampus IAIN Walisongo. Ngaliyan menjadi penting dalam rentang 1993-2004 bagi penulis dan para kader pergerakan. Kami dikenalkan pemahaman keagamaan Islam ala Aswaja, pelbagai dinamika social-politik, dan wacana-wacana aktual lainnya. Ngaliyan menjadi ruh yang membangkitkan denyut nadi intelektual masa pencarian. 

Ngaliyan bagaikan madzhab baru bagi mahasiswa yang berasal dari berbagai penjuru wilayah Jawa Tengah, bahkan secara nasional. Waktu itu baru beberapa gelintir mahasiswa yang berasal dari luar negeri yang studi di IAIN Walisongo, umumnya dari Thailan dan Malaysia.

Hampir tak pernah absen dalam gerak Langkah kaderisasi mulai Mapaba hingga PKD baik yang diselenggarakan oleh Komisariat PMII Walisongo sendiri maupun Komisariat di lingkungan Kota Semarang, Universitas Diponegoro (UNDIP), Universitas Negeri Semarang (UNNES), Universitas Sultan Agung (UNISULA), IKIP PGRI dan Universitas Tujuhbelas Agustus (UNTAG). Penulis lalui dengan riang gembira menjadi pilihan, karena semata-mata ingin menjadi mahasiswa yang tidak hanya di Menara gading tetapi harus turun di akar rumput (gress root). Belakangan Universitas Wahid Hasyim Semarang (UNWAHAS) dan Sekolah Tinggi Agama Islam Walisembilan (SETIA WS) ketika saya mulai belajar menjadi dosen.

Jrakah-Tugu-Ngaliyan adalah tiga poros wilayah yang membentuk gugus penting aras Gerakan Mahasiswa IAIN Walisongo. Tidak semata-mata tempat tinggal, tetapi tempat belajar, menempa diri dan ladang khidmah bagi para generasi masa depan. Para dosen mengajarkan keilmuan keislaman dengan sangat cukup dipadukan dengan teori-teori sosial, sementara di pergerakan mematangkan paradigma keislaman Aswaja yang moderat. Sementara masyarakat mengajarkan arti pentingnya kepekaan. Belum lagi Kota Metropolis Semarang yang sangat hidup dengan ruang bisnis hampir 24 jam.   

Lapis Emas Kepribadian

Penulis adalah anak kampung yang beruntung. Mempunyai sahabat-sahabat pejuang yang baik dan para senior mentor yang hebat. Menempa dengan gigih dari pola pikir, sikap dan laku ala PMII, ala NU dan ala Aswaja. Islam rahmatan lil álamin menjadi paradigma dan manhaj dalam beragama, berbangsa dan bermasyarakat. 

Idealisme menjadi api yang tak pernah padam, menjadi lapisan emas kepribadian. Kadang mengalami benturan bahkan kerap menjadi korban atas upaya mempertahankan dan memperjuangkan idealisme ini. Penulis dan juga sahabat-sahabat, hidup dengan sederhana, namun kuat mempertahankan diri dari serangan-serangan maut pragmatisme, hedonisme, oportunisme bahkan laku yang kurang terpuji sebagai aktivis gerakan.

PMII telah mengajarkan arti pentingnya hidup bersama (living togerher), kesederhanaan, kejujuran, keuletan, disiplin, kerja keras, tanggungjawab dan menjadi aktivis yang mampu hidup di tengah-tengah masyarakat. Pergerakan ini membonsei kesombongan, keegoisan, individualisme dan segala bentuk yang menjauhkan diri dari komunitas.

Dzikir, fikir dan amal sholeh menjadi trilogy yang menjadikan anggota dan kader PMII manusia yang cerdas sekaligus terampil menjalankan peran-peran sosial. Sebagaimana rumusan Tujuan PMII dalam Anggaran Dasar (AD PMII) BAB IV pasal 4: "Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia".

Terimakasih pergerakanku, ilmu dan bhakti kuberikan, adil dan makmur kuperjuangkan. Untukmu satu tanah airku untukmu satu keyakinanku. Demikian lirik lagu yang senantiasa terngiang dari Mapaba hingga sekarang saat menjadi alumni. Di medan kehidupan PMII telah memberikan bekal terbaik untuk menjadi manusia Indonesia yang paripurna yaitu sebagai ábdun dan khalifatullh fil ard dengan pijakan Nilai Dasar Pergerakan (NDP).

Dari Ngaliyan untuk Indonesia dan dunia. Idealisme telah menjadi lapisan emas kepribadian yang tak ternilai harganya dalam setiap denyut nadi anggota dan kader PMII. Selamat Harlah PMII ke 62, semoga pergerakanku semakin jaya, semakin bermanfaat dan bermartabat. Wallahu a’lam bi al-shawab.

*Penulis Sekretaris Cabang PMII Kota Semarang 1997-1998 dan kini Ketua Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Bidang Kaderisasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »