Catatan Pinta Nirwana: Tradisi Bararak di Pasaman

PERNIKAHAN ialah dimana sebuah laki laki dan perempuan yang telah matang melanjutkan ke jenjang yang lebih serius biasanya usia seseorang untuk menikah kurang lebih 23 tahun ke atas , nah kali ini pernikahan di langsungkan dengan tradisi adat , salah satunya  yaitu adat Minangkabau , diminangkabau yaitu sebuah kebudayaan yang ada  di sumbar biasanya memiliki beberapa adat atau tradisi yang di kaji dalam sebuah pernikahan , salah satunya yaitu tradisi bararak.

Bararak, Bararak adalah suatu tradisi yang terdapat dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Tradisi ini dapat ditemui dalam upacara perkawinan, batagak gala (pengangkatan) penghulu, khatam Qur’an dan sunat rasul. Istilah bararak dari KBBI yang saya baca  dimana bararak berasal dari kata "arak" yang mana artinya  berjalan beriringan dimana  sekelompok orang yang sedang berjalan.

Setiap nagari di Minangkabau pada hakikat memiliki tradisi atau aktifitas bararak. Salah-satunya adalah tradisi bararak yang ada di nagari Simpang Tonang. Tradisi bararak dalam upacara perkawinan dinamakan dengan “maantaan langkah”. Maantaan langkah adalah aktifitas pihak keluarga pengantin perempuan (anak daro)
yang didampingi pengantin laki-laki (marapulai) mendatangi rumah mertua (orang tua mempelai laki-laki) untuk pertama kalinya.

Kali ini sebuah tradisi bararak di Kabupaten Pasaman . Pasaman  sebuah kabupaten yang berada di provinsi Sumatera Barat yang mana letaknya berada di perbatasan  antara Sumatera Barat dengan Sumatera Utara ,nah dimana  biasanya  pernikahan  di Pasaman biasanya di adakan dengan tradisi Bararak ,Bararak  bagi masyarakat pasaman sebuah tradisi yang menarik dimana di adakannya bararak semua masyarakat akan memakai pakaian yang bagus dan pernikahan di Pasaman pun biasanya sering juga berarak, biasanya Bararak dilakukan  saat acara pernikahan atau acara turun mandi.

Namun  tradisi bararak yang sering terjadi ini mempunyai ketentuan  juga  biasanya  saat ingin  bararak  itu  harus ada penurunan sapi  dimana   syarat bararak ini masyarakat Kenagarian Simpang Tonang sering menyebutnya dengan " Marobohan jawi " jadi  jika  kita  ingin melangsungkan bararak kita  harus memiliki  modal yang cukup juga untuk membeli jawi ( Sapi ) , dimana jika  tidak  bisa  merobohkan  sapi ( Jawi ) dan mereka  tetap bararak maka  Mamak  atau penghulu yang ada  di daerah ini akan  marah  atau bisa  saja memberikan  sangksi  di keluarkan dari adat atau tidak  di akaui sebagai kemanakan lagi dan juga tidak akan didatangi jika ada yang terjadi Karena mereka  menganggap dengan perobohan jawi maka sebuah rumah tangga akan harmonis, dan jika sebaliknya  jika  tidak ada perobohan jawi maka mereka jika melangsungkan pernikahan di anggap rumah tangganya tidak akan lama.

Nah selain dari perobohan jawi masih ada juga syarat dan ketentuannya salah satunya  adab berjalannya, berjalannya orang yang berarak baik itu anak daro dan marapulai atau acara turun mandi biasanya  langkah atau  adapan pertamanya yaitu hadap mudik  dulu tidak  boleh  kita menghadap hilir  dahulu jadi kita   harus  hal itu merupakan ketentuan ketentuan juga namun  saya juga  kurang mengerti dengan ceritanya. Namun ada ada juga pepatahnya " jikok  pai  mangadok ka mudiak, jikok pulang baputa mangadok ka hilia " dengan artian Pergi menghadap ke mudik jika pulang berputar menghadap ke hilir.

Jika Marapulai dan anak daro berasal dari kampung yang sama atau satu kampung dan melangsungkan pernikahan di hari yang sama maka biasanya  setelah selesai akat marapulai  akan di arak ke rumah anak daro di mana kali ini masyarakat menamainya dengan menjemput anak daro , dan setelah pembincanga adat di rumah anak daro  maka biasanya kedua memplai akan di arak bersamaan ke rumah marapulai  untuk melanjutana simbuan atau manyimbua.

Bararak di Pasaman lebih tepatnya di Kenagarian Simpang tonang biasanya menggunakan gandang dikia  atau lebih tepatnya  Gendang diki, dimana gandang dikia ini mungkin  sudah langka dan jarang di temukan , gandang dikia ini terbuat dari kulit sapi atau kulit kambing juga dan menggunakan pohon nangka sebagai batangnya dan rotan sebagi pengikatnya , Orang yang akan memainkan gandang dikia ini biasanya bisa sepuluh sampai lima belas orang. Saat bararak akan di iringi dengan nyanyia atau orang Simpang Tonang biasanya menyebutnya dengan nyanyian  adat yang mana artinya  ialah sebuah nyanyia yang berbahasakan Arab Melayu. dan jika  marapulai dan anak daro bararak itu biasanya mamaciak atau memegang sapu tangan dengan jalan yang lambat nah dalam perjalanan anak daro biasanya tidak boleh di dahului oleh orang lain biasanya anak daro harus di depankan .

Disamping dari acara bararak jika itu acara pernikahan maka sebelum bararak akan di iringi biasanya dengan dendang dikia atau badikir dimana saat acara pernikahan satu hari sebelum pernikahan dinamakan dengan baetong mamak mamak dimana setelah selesainya mendo’a maka sebagian dari personil akan memainkan gandang dikianya dengan dua orang menarikana tari saputangan , biasanya mamak atau panghulupun akan ikut menyanyikan nyanyinya yang mana nanyi ini biasanya di namakan dengan aliftaza , jadi jika itu acara  bararak pada acara pernikahan berbeda pula dengan acara turun mandi, dimana acara turun mandi biasanya setelah melangsungkana acara bararak maka bayi tersebut akan di nyanyikan dengan parsanji atau bacaan ayat al - quran dimana  pada proses ini biasanya di lakukan pula dengan acara potong rambut , dimana bayi akan di gendong olen ayahnya maka mamak mamak tersebut akan bergiliran memotong rambut dari bayi tersebut. 

Nah ada satu tradisi lagi yang ada di kabupaten Pasaman lebih tepatnya Nagari Simpang Tonang yaitu bararak saat khatam qur’an dimana biasanya tradisi ini tidak dinyanyikan dan juga tidak di iringi dengan gandang dikia , hanya saja bagi anak yang telah khatam mereka akan berjalan beriringan bersama semua orang kampung tersebut dari ujung kampung ke ujung lagi dan menyanyikan shalawat.

Tradisi bararak sebagai salah satu khasanah budaya yang hidup dalam masyarakat Minangkabau pada masa mendatang yang harus tetap di lestarikan agar tetap terjaga dan tidak hilang. Kemudian dari pada itu, fungsi, makna, dan nilai budaya yang terdapat di dalamnya agar tetap di jaga khususnya generasi muda sebagai pelanjut tradisi yang di warisi oleh para pendahulunya. Pada hal dalam aktifitas bararak, terkandung nilai budaya luhur, motifasi yang patut dipelajari dan dilestarikan dalam kehidupan sehari-hari.

*Pinta Nirwana adalah Mahasiswa Sastra Minangkabau, Universitas Andalas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »