Ada Apa Pemerintah 'Doyan Impor'? Siapa yang Diuntungkan dengan Impor Bahan Pangan?

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen.
BENTENGSUMBAR.COM
- Selama ini apa yang diucapkan pemerintah hanya manis dibibir saja, diatas kertas semuanya bagus dan sempurna, secara perencanaan jago, itulah sebutan dan julukan yang cocok buat pemerintah dan kawan- kawan yang sekarang sedang berkuasa. Lewat subsidi APBN untuk rakyat begitu banyak jenisnya, sangking banyaknya, sampai tidak terhitung banyaknya.

"Berbagai macam jenis mata anggaran subsidi negara disematkan kepada rakyat Indonesia dari Merauke sampai ke Sabang, anggaran negara tersebut bukan sedikit jumlahnya, bila dijumlahkan. Perlu diketahui bersama bahwa semua jenis-jenis subsidi itu begitu rapi tersusun dengan harapan bisa membuat rakyat Indonesia tersenyum, nyata tidak demikian, "ungkap pengamat politik Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen kepada wartawan di Jakarta (12/10).

"Apalah artinya semua bentuk subsidi yang dianggarkan itu? Kalau toh akhirnya bahan pokok rakyat Indonesia di impor? Ya secara tidak langsung itu memperkaya negara asal impor tersebut. Apa yang membuat Indonesia menjadi negara net importir pangan misalnya beras, yang dizaman presiden Soeharto Indonesia bisa swasembada pangan tersebut bahkan bisa surplus, "jelas alumni Lemhanas Pemuda 2009 itu.

Kini anggaran subsidi yang digelontorkan untuk dunia pertanian di ibaratkan seperti menggarami lautan. Hal itu dilakukan secara terus- menerus setiap tahunnya.

"Bahkan cukup signifikan meningkat jumlah anggaran subsidi itu, yang jadi pertanyaan apa dampak dari subsidi tersebut, "tanya Silaen.

"Kalau toh semua anggaran yang dialokasikan untuk subsidi 'bahasa'nya untuk rakyat dan seterusnya, realitasnya tidak membuahkan hasil atau setidaknya dapat mengurangi jumlah ketergantungan terhadap impor bahan pangan pokok yakni beras. Salahnya siapa dan dimana, "sindir Silaen.

"Selanjutnya apakah subsidi yang digelontorkan pemerintah itu tidak berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan dan hasil pertanian rakyat? Sehingga terkesan dana subsidi itu hanya bagian dari bancakan yang harus ada dimata anggaran tapi minim target pencapaiannya, "tebak mantan tenaga ahli fraksi DPR RI 2004- 2009 itu.

Ada baiknya kalau dana- dana subsidi itu diaudit forensik apakah tepat sasaran atau bagaimana? Atau justru meleset kabeh itu subsidi?.

"Tak jelas siapa yang dibantu atau disubsidi negera? Karena tidak memberikan manfaat signifikan bagi rakyat Indonesia, karena importasi bahan pangan beras justru terus- menerus meningkat, "jelas mantan fungsionaris DPP KNPI itu.

Miris rasanya melihat realita yang terjadi dilapangan dengan berbagai macam alasan, ini itu dan lain- lain.

"Jujur saja rakyat kecil pun tak bisa berbuat apa-apa karena diposisi yang lemah, tidak memiliki kekuatan untuk menghadapi kenyataan yang ada. Pemerintah sudah lebih tertarik memperkaya negara lain daripada memperkaya rakyatnya, "kritik Silaen.

Harapan rakyat kecil itu tidak muluk-muluk dan sangat sederhana yaitu rakyat ketika panen, harganya tidak anjlok, sehingga dapat untung sedikit dari jerih payahnya. 

"Ketika ada masalah kesehatan atau gangguan pada tanaman rakyat Indonesia, dapat tertangani dengan baik atas uluran tangan pemerintah di setiap wilayah dan tempat, artinya pemerintah sigap memberikan pertolongan agar tidak sampai tergeletak, "beber Silaen.

"Nahh kalau harganya anjlok maka rakyat menangis sejadinya karena tidak tahu mau berbuat apa- apa. Padahal biaya operasional untuk budidaya tanaman itu, kebanyakan sifatnya 'pinjam yarnen' ke toko obat terdekat dengan harapan bisa bayar setelah panen. Namun apalah jadinya jika hasilnya tidak sesuai harapan!, "ulas Silaen.

"Apalagi impor pangan 'gila- gilaan' banget. Hampir semua komoditas bahan pokok rakyat didatangkan lewat impor, alasan klise untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan ketersediaan cadangan pangan. Wong didalam negeri sendiri tidak pernah dilakukan penyiapan pasokan terintegrasi, justru mengharapkan pasokan ketersediaan dari negara lain seperti Thailand dan Vietnam, "tutur Silaen.

"Kalau tidak ada apa- apanya! Apakah 'segila' itu jumlah impornya? Kan itu pertanyaannya, rakyat kecil itu sebenarnya sudah paham betul, apa yang terjadi dibalik 'doyan'nya pemerintah impor pangan itu. Kalau negera lain bisa kok Indonesia malah terus- terusan tidak bisa! kan aneh banget, ini sepertinya ada unsur kesengajaan yang sistematis, terstruktur dan masif (TSM), "ucapnya.

Pemimpin formal justru tidak benar memperlakukan rakyat Indonesia. Janji manis yang pernah diumbar ketika kampanye kepada rakyat, seolah menguap ditelan bumi.

"Yang ada sekarang justru bagaimana caranya memperkaya 'kroni- kroni'nya penguasa meskipun rakyat menjerit dan teraniaya, sudah tidak dipedulikan, "ujar Silaen.

Diberbagai tempat terjadi kezoliman, rakyat berhadapan langsung dengan aparat penegak hukum misalnya seperti yang terjadi di Seruyan Kalimantan, bagi yang pemilik modal tak mau tahu soal keadilan sosial yang mereka tahu mereka dapat untung sebesar- besarnya. 

"Penegak hukum dibayar oleh pemilik modal untuk menindas rakyat kecil, "tandasnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »