Koordinator Kajian Politik Merah Putih, Sutoyo Abadi, menyatakan bahwa enam bulan pertama pemerintahan Prabowo Subianto menjadi fase krusial dalam menentukan arah kepemimpinan nasional lima tahun ke depan. (Foto Ilustrasi: Presiden Prabowo dan Boby, kucing kesayangannya). |
Periode ini bukan hanya menjadi momen konsolidasi kekuasaan, tetapi juga membuka tabir dinamika politik yang makin terang benderang.
“Dari kaca benggala politik terlihat kasat mata, konsolidasi Solo makin dinamis, maju, dan nyata,” ujar Sutoyo kepada Radar Aktual, Kamis (17/4/2025) mengutip pernyataan Said Didu, yang menyebut situasi ini sebagai “senandung manusia merdeka.”
Pasca lebaran, sejumlah menteri tampak merapat ke Solo. Konsolidasi kelompok kekuasaan yang disebut sebagai “Geng Solo” kini tak lagi kasat mata, melainkan mulai mengemuka. Bukan hanya tingkat menteri, pengamatan politik juga mencatat mulai muncul konsolidasi tingkat kepala daerah.
Gerakan terbaru datang dari Gubernur Jawa Timur yang terlihat bergeser arah. Setelah sebelumnya menemui Gubernur Sumatera Utara—menantu Presiden Jokowi—kini ia hadir bersama Pangdam dan Kapolda Jatim menghadap langsung Jokowi di Solo.
Dalam momen lain, saat rombongan Tim Percepatan untuk Urusan Aparatur (TPUA) mengunjungi UGM dan melanjutkan perjalanan ke kediaman Jokowi, sosok bergaya preman tiba-tiba mendapat penghormatan tinggi. Ini memperlihatkan bahwa simbol-simbol kekuasaan informal juga mulai ikut bermain di panggung politik nasional.
“Saat ini kita tinggal menunggu siapa yang menarik pelatuk lebih dulu: siapa menyergap, siapa disergap. Pertarungan kekuasaan ini nyata. Akan ada yang tumbang, akan ada pemenang,” tegas Sutoyo.
Ia juga menyebut bahwa konsolidasi kekuatan di Solo semakin keras dan kasar. Oligarki, menurutnya, tetap menjadi kekuatan pengendali.
“Belum ada dalilnya oligarki kalah dalam pertarungan politik dan ekonomi di Indonesia. Tanpa hiruk pikuk, mereka tetap menerjang, melumpuhkan, bahkan membunuh.”
Isu kudeta terselubung terhadap Presiden Prabowo pun kembali menyeruak. Fenomena “matahari kembar” antara Presiden aktif dan mantan presiden menjadi anomali politik baru.
Intensitas pertemuan Prabowo dan Jokowi dinilai sangat tidak biasa dalam sejarah kepresidenan Indonesia.
Lebih jauh, beberapa menteri yang berada dalam kabinet Presiden Prabowo justru kerap menghadap Jokowi di Solo.
Ada spekulasi bahwa Jokowi sedang mengumpulkan data dan kekuatan untuk melengserkan Prabowo, melalui loyalis-loyalisnya di pemerintahan.
“Presiden Prabowo sudah dikepung. Skenario pembusukan pemerintahan sedang berjalan. Sayangnya, Prabowo kerap melakukan blunder politik yang memperburuk posisi tawarnya,” ujar Sutoyo.
Enam bulan pemerintahan Prabowo sudah cukup untuk membaca gambaran masa depan Indonesia.
Politik kompromi dan langkah defensif Prabowo justru menunjukkan titik lemahnya dalam menghadapi kekuatan oligarki dan tekanan dari mantan presiden.
“Sebagai mantan jenderal, Prabowo seharusnya tidak melupakan semangat perjuangan Jenderal Sudirman,” pungkas Sutoyo sambil mengutip amanat Panglima Besar pada 17 Agustus 1948: ‘Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasadku ini. Tetapi jiwaku akan tetap hidup, tetap menuntut bela siapapun lawan yang aku hadapi.’ (*)
Sumber: radaraktual
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »