| Salah satu unggahan menampilkan Laras berdiri di lantai lima kantor ASEAN di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sambil menunjuk ke arah gedung Mabes Polri dengan caption atau keterangan yang dinilai provokatif. |
Ia dituduh menyebarkan konten bermuatan hasutan dan ujaran kebencian melalui akun media sosialnya saat demonstrasi besar di Jakarta pada akhir Agustus lalu.
Dalam dakwaan yang dibacakan di hadapan Hakim Ketua I Ketut Darpawan, jaksa menyebut Laras mengunggah empat video ke akun Instagram @larasfaizati.
Salah satu unggahan menampilkan Laras berdiri di lantai lima kantor ASEAN di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sambil menunjuk ke arah gedung Mabes Polri dengan caption atau keterangan yang dinilai provokatif.
Jaksa menilai unggahan itu mengandung ajakan membakar gedung Mabes Polri dan menimbulkan rasa benci terhadap institusi kepolisian.
Jaksa menjerat Laras dengan empat pasal. Pertama, Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2)Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang mengatur penyebaran informasi kebencian berbasis SARA.
Kedua, Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang ITE, yang mengatur perbuatan melawan hukum berupa perubahan, perusakan, atau penyembunyian informasi elektronik milik orang lain atau publik.
Ketiga, Pasal 160 KUHP tentang penghasutan untuk melakukan kekerasan atau pelanggaran hukum terhadap penguasa umum.
Keempat, Pasal 161 ayat (1) KUHP tentang penyiaran atau penyebaran tulisan yang berisi ajakan melakukan tindak pidana atau perlawanan terhadap pemerintah.
Kuasa hukum Laras dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Jakarta, Said Niam, menilai susunan dakwaan itu tidak cermat dan tumpang-tindih.
“Formatnya sama, padahal unsur keempat pasal itu berbeda,” ujarnya usai sidang. Ia menyebut sebagian isi dakwaan jaksa bersifat asumtif dan tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan di kepolisian.
Menurut Said, Laras telah menjelaskan bahwa unggahannya bersifat satir dan merupakan ekspresi kekecewaan terhadap institusi kepolisian, bukan ajakan melakukan kekerasan.
“Itu bentuk kritik warga negara atas lembaga penegak hukum yang dinilai perlu direformasi,” katanya.
Penasihat hukum lainnya, Ermelina Singereta, menilai dakwaan jaksa mengada-ada karena tidak menunjukkan adanya niat jahat (mens rea).
“Laras tidak punya pengikut banyak di media sosial, jadi tidak logis kalau dikatakan unggahannya bisa memicu kerusuhan,” ujarnya.
Majelis hakim menunda sidang hingga Selasa, 12 November 2025, untuk memberi kesempatan tim kuasa hukum menyusun eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa. (*)
Sumber: Tempo. co
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »