| Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun buka suara soal Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi yang mulai merapat dan memilih bergabung dengan Partai Gerindra. |
Refly menduga bahwa Budi Arie seolah-olah menjadi utusan Jokowi, lantaran mendadak memilih bergabung dengan Gerindra.
Dengan berhasil bergabung dengan kubu Prabowo, Refly menilai bahwa nantinya Budi Arie dapat mengetahui kelemahan istana dan semacamnya.
“Jadi salah satu analisisnya adalah, apa iya ya kan, seolah – olah mereka datang ke Prabowo apakah sebenarnya Budi Arie menjadi utusan Jokowi untuk ‘ngobok – ngobok’ isi istana ya kan,” ujar Refly.
“Untuk mengetahui kelemahannya, atau pura – pura jadi teman dan lain sebagainya, padahal dia punya siasat sendiri, ya wallahualam,” sambungnya.
Refly menegaskan bahwa di dunia ini tidak ada kawan serta lawan yang abadi, semuanya hanyalah untuk kepentingan semata.
“Tidak ada Kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan,” ucap Refly.
“Projo tidak akan bertrasformasi menjadi partai politik, Projo tidak akan menjadi partai katanya. Ya iyalah, kalau partai dia kan harus sibuk, kalau ini dia tinggal nempel kekuasaan,” sambungnya.
Refly menilai langkah yang diambil oleh Budi Arie sebagai langkah yang sangat pragmatis.
“Kelihatannya dia pragmatis saja, cari perlindungan, siapa yang menang dia dukung gitu ya,” kata dia.
Sedangkan klaim Budi Arie yang akan pindah ke Partai Gerindra sendiri, menurutnya akan sulit untuk diterima, mengingat ketua umum Projo ini merupakan Menteri yang direshuffle oleh Presiden ke-8 RI.
“Katanya sendirian aja, enggak tahu bawa pasukan atau tidak, tapi kalau Cuma sendirian, siapa yang mau terima? Budi Arie sendiri adalah Menteri yang direshuffle oleh Prabowo Subianto,” ujar Refly.
Waketum Projo Bongkar Alasan Jokowi Pertahankan Projo
Wakil Ketua Umum (Waketum) Projo Periode 2014 – 2019, Budianto Tarigan membongkar alasan Presiden ke 7, Joko Widodo (Jokowi) masih mempertahankan Organisasi Projo.
Budianto meyakini bahwa semuanya karena kepentingan politik. Menurut pengakuan Budianto, Jokowi saat itu melarang Projo dibubarkan, meski dirinya sudah dinyatakan menang.
“Ya kalau menurut saya kan waktu itu pasti ada kepentingan politik ya,” jelas Budianto, dikutip dari youtube Forum Keadilan TV, Senin (3/11/25).
“Karena waktu itu kita tanya ‘gimana pak? Bapak sudah menang, kita bubar atau tidak?’. (beliau menjawab) ‘oh jangan bubar, relawan jangan bubar, bantu saya untuk memberikan informasi, data ataupun pendapat soal – soal yang strategis dalam pemerintahan saya dalam mewujudkan janji – janji kampanye saya’. Kira – kira itulah beliau waktu itu,” sambungnya.
Saat masih bergabung dengan organisasi Projo tersebut, Budianto mengakui bahwa dirinya sempat memberikan pendapat – pendapat soal kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Ada beberapa dulu kita berikan pendapat soal – soal kehidupan kebangsaan dan negara. Yang saya ingat waktu itu bahwa pembenahan BUMN. Karena banyak di BUMN itu menurut pandangan kita itu adalah orang – orang yang tidak tepat dan ini harus direformasi, itu salah satunya,” urainya.
Selain itu, Budianto juga menyebut bahwa pihaknya sempat terlibat masalah stabilitas politik.
“Terakhir yang saya ikut terlibat langsung adalah masalah stabilitas politik,” jelas Budianto.
“Waktu itu kita mendukung Airlangga Hartanto jadi Ketua Umum Golkar. Bayangkan, Projo yang awalnya relawan jadi ormas, sekarang sudah ormas loh Projo ini, ikut memberikan saran dan pendapat soal pergantian Ketua Umum Golkar waktu itu, partai besar, saya waktu itu jadi pemimpin rombongan ketemu Pak Airlangga,” sambungnya.
Budianto kemudian membahas soal istilah untuk para pendukung Jokowi saat ini. Dirinya sangat menyayangkan, karena Projo kini justru disebut dengan ‘Termul’ (Ternak Mulyono).
“Dulu itu kan ada istilah Namanya haters dan lovers ya, pecinta dan pembenci terus turunannya lagi ada, sekarang kok Termul gitu loh. Inikan makin turun nih kelasnya,” Kata Budianto.
“Kok ternak gitu, saya sedih juga. Kok tiba – tiba pendukung Pak Jokowi ini kok sepertinya jadi seperti hewan gitu ya, ternak Mulyono, malu juga sebenarnya saya, kelasnya kok jadi turun,” tambahnya.
Namun tak menyalahkan sepenuhnya, Budianto juga mengakui bahwa munculnya istilah ‘Ternak Mulyono’ pasti ada dasar tersendiri.
“Tapi mungkin juga pandangan Masyarakat terhadap ini ada dasarnya dong. Kan membela orang itu juga harus pakai rasionalitas tidak asal dukung, tidak asal apa kata Jokowi itu kata Projo,” ungkap Budianto.
“Tidak fanatik brutal, kita kan punya akal sehat, ya gunakan saja akal sehat itu. Tapi kan diatas semua itu kan kepentingan rakyat,” imbuhnya. (*)
Sumber: bali. suara. com
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »