| Pengamat politik, Rocky Gerung, merespons soal penetapan tersangka terhadap Roy Suryo Cs di tengah kasus dugaan ijazah palsu Jokowi. |
Menurut Rocky, penetapan tersangka terhada Roy Suryo Cs dinilai tidak tepat lantaran publik memiliki hak untuk mempertanyakan pemimpinnya.
"Kan Roy Suryo Cs itu mempertanyakan ijazah, saya mempertanyakan kemasukakalan kebijakan Jokowi kan sama aja kan," ujar Rocky seperti dikutip dari YouTube pedeoproject yang tayang pada 26 November 2025.
Rocky menegaskan kritik atau pertanyaan publik terhadap kepala negara tidak masuk sebagai kategori pidana.
"Jadi ini problem warga negara dan kepala negara. Di situ enggak ada pidana. Bagaimana warga negara bertanya pada kepala negara kok dipidana, itu intinya begitu," ungkapnya.
Rakyat memiliki hak untuk mengawasi presiden yang dipilih melalui pemilu, termasuk mempertanyakan kebijakan maupun integritasnya selama menjabat.
"Tapi prinsipnya dia dipilih oleh rakyat, maka rakyat berhak untuk bertanya yang saya pilih kemaren itu masih sama enggak tuh hari ini. Jadi diingatkan sebetulnya," ujarnya.
Rocky pun menyindir istilah termul atau ternak mulyono, sebutan pembela Jokowi, yang tiba-tiba muncul di kasus Roy Suryo Cs.
"Lalu termul atau Ternak Mulyono itu ribut karena keluar kandang semua, buat cari makan lah," katanya.
Roy Suryo Cs Jadi tersangka
Diberitakan sebelumnya, Polda Metro Jaya menetapkan delapan orang sebagai tersangka atas kasus tudingan ijazah palsu Jokowi setelah penyidikan yang panjang.
Kedelapan tersangka dijerat dengan Pasal 27A dan Pasal 28 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta Pasal 310 dan/atau 311 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun.
Para tersangka ini kemudian dibagi ke dalam dua klaster sesuai dengan perbuatannya.
Klaster pertama terdiri dari Eggi Sudjana, Kurnia Tri Royani, Rizal Fadillah, Rustam Effendi, dan Damai Hari Lubis.
Klaster pertama juga dijerat Pasal 160 KUHP dengan tuduhan penghasutan untuk melakukan kekerasan kepada penguasa umum.
Sementara klaster kedua terdiri atas Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma.
Mereka dijerat Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 35 UU ITE tentang menghapus atau menyembunyikan, serta memanipulasi dokumen elektronik. (*)
Sumber: Tribun Jakarta
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »