Puisi "Keparat Berlagak Malaikat" Bikin Heboh di Perayaan Ultah Pemuda ARUS

Puisi "Keparat Berlagak Malaikat" Bikin Heboh di Perayaan Ultah Pemuda ARUS
BENTENGSUMBAR.COM - Pinto Janir, seorang seniman Minangkabau, Sumatera Barat kembali "nakal" di atas panggung dengan puisi-puisinya. Kali ini, dia membawakan puisi berjudul "Keparat Berlagak Malaikat" pada perayaan ulang tahun Pemuda ARUS Kampung Kalawai, Kecamatan Kuranji ke-61, Minggu malam, 30 April 2017.

Diiringi alunan musik nan mendayu, puisi yang dibawakan Pinto Janir membuat terpada hadirin yang hadir. Tak terkecuali Wakil Walikota Padang, H Emzalmi Zaini, yang juga tokoh masyarakat Pauh Si Ampek Baleh.

Berikut bait-bait pusinya:

Keparat Berlagak Malaikat

Oleh: Pinto Janir

"Keparat berlagak malaikat
rakyat dibujuk-bujuk lalu disikat
bicara lantang angkat martabat
uang rakyat kok  dikerat-kerat
Rakyat melarat masih didamprat
diinjak-injak lalu dibabat

Ini rakyat bung,bukan ketupat!

Konglomerat tambah hebat
rakyat  tambah tersayat
konglomerat makin makmur
rakyat mandi lumpur

Harapan biarkan subur
mimpi biarkan gembur
siapa  berharap siapa terkubur
pemilik mimpi cukur mencukur
Perut koruptor gembur karena makan pizza atau roti,
perut rakyat gembur juga karena kura gizi

Kemana hati nurani?
hati nurani lagi jalan-jalan
sama tuan-tuan dan nyonya-nyonya
beli sini  beli sana
ngembatnya di sini
ngabisinnya di sana

Politik memang taktik,
main cantik biar rakyat tak berkutik
siapa berkutik dikilik-kilik lalu diculik
Tebarkan darah tanpa titik
dipetik sebelum berputik
bencana sahabat tiap detik.
Ah, titik!

Keadilan di ujung bedil,
kedamaian tergaing-gaing di tepi-tepi mimpi
ibarat daging tergayut berayun-ayun di mata belati
Bagaimana hendak cari nasi sepiring
bila tiap hari kepala pusing,
hendak dagang kaki 5 diburu seperti maling
minjam duit  untuk modal di bank syaratnya  saja tujuh keliling
Siapa yang tak hendak pening?
Kalau sudah begini, haruskah diam atau hening?
Kutonton TV di rumah, beritanya tak ada yang ramah
Kalau tak bencana di mana-mana ya berita berdarah-darah,
atau koruptor yang sibuk menjarah berpeti-peti uang berwarna sirah...
sirah..merah...darah!

Hukum bukan hiasan, ditenok-tenok dimainkan
hukum bukan lukisan, dikuas-kuas lalu dilibas
Ketok palu bukan ketok pintu
ketok palu jangan ragu-ragu malu-malu,
emangnya sampeyan mau cari menantu?

Gembel tukang curi ayam dipanggang digantung rame-rame
gembel berdasi kok disanjung-sanjung?
Perang-perang lo liak
kalau tak perang berlaki bini,
ya perang saudara di sana sini,
satu kampung soal sepele saja bisa saling angkat pedang
tapi ketika merah putih diganggu orang
mengapa tak meradang, mengapa diam dihadang
Satu kali beranilah  mati, demi Indonesia yang kucintai ini,
harga diri diinjak-injak, eee masih gelak terbahak-bahak
senyum sana-senyum sini
lambai sana-lambai sini
beri sana embat sini
(kayak pencitraan aja!)

kok malah dibalas pake puisi,
teguhkan hati,
isi amunisi…arahkan senjata ke lawan,
jangan ke saudara sendiri…
Mati gaya kau nanti!

Kemana  lagi hendak berdiri, di mana tegak di sana duri
Tinggal di pantai diancam tsunami
tinggal di gunung diancam longsor,
Tinggal di punggung gunung takut merapi meletus kembali
hendak melaut gelombang tinggi,
pendayung lapuk biduk tiris pula
hendak berladang pupuk tak terbeli
hendak ngojek angsuran motor tinggi  sekali
hendak berdagang nanti diburu-buru lagi
hendak bercinta, saku tak berisi,
hendak lari…dunia tak bertepi,
hendak tidur, mimpi kacau sekali lagi,
hendak jalan-jalan  diajak demonstrasi,
disuruh teriak-teriak ngujat sana sini,
nanti dijanjiin sebungkus nasi,
soal kopi di rumah saja bikin sendiri,
soal rokok, isap-isap saja jari jemari…
hendak bernyanyi suara sumbang sekali,
baru bernada doremi fa sol la si do..
orang-orang pada kabur..
haruskah nasib kutangis-tangisi sendiri sampai mati terkubur?

Ayoooo......
beri hormat  merah putih gagah menari-nari…
kini aku kau kita rakyat  harus bangkit kembali
walau di atas tikar beribu duri-duri
Tak peduli pada keparat berlagak malaikat
tak peduli pada konglomerat hebat ngembat
tak peduli pada politisi peniup harapan pengawal mimpi-mimpi
tak peduli pada siaran televisi pembawa kabar petakut di hati
tak peduli pada ancaman gempa atau tsunami
tak peduli pada gunung meletus atau mau longsor lagi
tak peduli pada penguasa melati bertangan besi

buat apa peduli
apakah bubur pernah  peduli jadi nasi?

bila begitu
mari kita hidup
biarpun merdeka di atas dunia yang belum merdeka
yang penting hidup sajalah itu.... jadilah dulu!

Aku lelaki tegak berdiri
segala tegak semua berdiri
kalau tak percaya coba saja sendiri
sekali kumesrai
rasai....
beranak pinak kau nanti
usah sesalkan bila kupergi!"


Usai membacakan puisi tersebut, Pinto Janir mendapat aplus dari undangan yang hadir pada kesempatan tersebut. Mereka mengaku terbuai dengan lantunan bait-bait puisi yang mereka rasakan sangat menyentuh kondisi kekinian.

Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Pauh IX, Evi Yandri Rajo Budiman memuji penampilan Pinto Janir malam itu. Menurutnya, puisi yang dibacakan Pinto Janir sangat mengena dan mencerminkan kondisi yang terjadi saat ini di tengah-tengah masyarakat.

"Karya seni itu, termasuk puisi kan cerminan dari realita kehidupan di tengah-tengah masyarakat. Puisinya bagus, karena itulah yang kita rasakan saat ini," ungkapnya. (by/in)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »