Ir. Syafruddin Tasar |
Dikatakan Ir. Syafruddin Tasar, tetapi Ir.Ichsanusataruddin tetap dengan angkuhnya mengatakan, dia bekerja atas perintah Bupati Pessel, untuk mencairkan dana bantuan gempa tersebut. Seharusnya, bantuan yang didapat warga yang rumahnya rusak berat minimal Rp15 juta, rusak sedang minimal Rp10 juta, dan rusak ringan minimal Rp5 juta.
Parahnya, kata Ir. Syafruddin Tasar lagi, pada kenyataanya bantuan yang didapat warga hanya Rp7-10 juta untuk rusak berat, rusak ringan Rp3-7 juta, dan rusak ringan Rp1 juta.
“Saya merasa heran, kok kayak begini penyaluran bantuan tersebut. Jelas ini tidak sesuai dengan pedoman dan aturan penyaluran bantuan berdasarkan DIPA Mengkokesra. Dan kenapa Kepala Dinas Kimpraswil yang menjadi KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) untuk menyalurkan bantuan tersebut,” pungkasnya.
Bupati Pesisir Selatan H. Nasrul Abit ketika dikonfirmasikan, Kamis (12/11) via ponselnya mengatakan, bantuan gempa tahap I dan II sudah tuntas dibayarkan. Sedangkan tahap III memang belum dibagikan semua, karena masih menunggu MoU antara Menko Kesra dengan Gubernur Sumbar.
“Tahap I, tahap II sudah, tahap III memang belum dibayar semua, menunggu MoU antara Menko Kesra dengan Gubernur. Kita hanya selaku pembayar, KPA-nya Gubernur. Kita menunggu petunjuk dari Mengko Kesra dan Gubernur,” pungkasnya.
Terkait surat Bupati Pessel No.050/431.X/Bappeda-PS/2009, dibuat di Padang 19 Oktober 2009 dan ditujukan kepada Gubernur Sumbar, perihal Permohonan Rekomendasi Perubahan Data Gempa Tahun 2007, H. Nasrul Abit menjelaskan, bahwa dia sudah meminta untuk dilakukan pembayaran.
“Kita sudah minta untuk dilakukan pembayaran. Saya sudah lapor kepada Gubernur kok, bahwa saya membayarkan sesuai dengan tingkat kerusakkan. Tidak ada, harus dibayar Rp15 juta di dalam DIPA. Kami ada buku petunjuknya, didalam DIPA itu mengatur maksimal dibayar Rp15 juta untuk rusak berat, maksimal dibayar Rp10 juta rusak sedang, dan maksimal dibayar Rp5 juta rusak ringan,” tuturnya.
Berdasarkan itu, katan H. Nasrul Abit lagi, dibentuk tim teknis untuk melakukan penilaian. Berapa sepatutnya orang itu dibayar. Ada yang dibayar Rp15 juta, ada yang dibayar Rp10 juta dan ada yang dibayar Rp8 juta, semua uangnya kembali ke kas daerah. Jadi tidak ada istilahnya uang itu dipakai untuk Pilkada.
“Mudah-mudahan tidak adalah niat kami untuk itu. Makanya kami minta persetujuan Menko Kesra, sebab kita mau membayarkan tahap III rusak ringan, itu yang belum sampai sekarang,” cakapnya.
H. Nasrul Abit mempertanyakan arah pemberitaan yang ada.
“Kalau arahnya kepada korupsi, kita siap untuk diperiksa. Kita sudah diperiksa kok. Kita tidak main-main tentang bantuan ini, apalagi ini bantuan gempa. Kita punya data akurat, kita ada data masyarakatnya. Kita sudah membayarkan berdasarkan data rumah warga yang rusak. Tidak ada yang tidak kita bayarkan,” tegasnya.
Ketika ditanya mengenai kerugian yang dialami masyarakat terkait pembayaran bantuan gempa yang dinilai masyarakat menyimpang dan merugikan mereka, H. Nasrul Abit mengatakan, bahwa rumah masyarakat sudah dilakukan pengechekan.
“Rumah masyarakat sudah kita chek. Masyarakat yang kita dengarkan sekarang atau peraturan yang kita ikuti. Kita peraturan donk, supaya kita tidak kena. Kita bayarkan nanti, rumahnya harganya cuma Rp5 juta, dibayarkan Rp10 juta, siapa yang bertanggung jawab. Tidak mungkin itu kita lakukan. Tentu kita lihat sesuai tingkat kerusakan rumah. Kalau memang harus kita bayarkan semua, kita bayarkan. Sesuai DIPA yang ada itu, jumlah rumahnya berapa, kita bayarkan. Itu maksudnya,” ujarnya.
Jadi, kata H. Nasrul Abit, jangan sepotong-sepotong membaca surat yang ditujukan kepada Gubernur itu. “Kita lihat peraturannya, kita lihat juklak juknis Menko Kesra, berapa data rumahnya, berapa yang harus kita bayarkan, berapa sisa uangnya kita kembalikan. Rakyat saya, saya kan tahu. Masyarakat Pesisir Selatan ini miskin, tidak mungkin saya mengorbankan mereka, apalagi untuk kepentingan pribadi. Tapi kalau aturan, tidak bisa kita melanggar, nanti kena. Jumlah uangnya kan banyak,” ungkapnya.
(Jawaban H. Nasrul Abit tentang,” jangan sepotong-sepotong membaca surat yang ditujukan kepada Gubernur itu,” maka untuk itu isi surat Bupati Pessel No.050/431.X/Bappeda-PS/2009, dibuat di Padang 19 Oktober 2009 dan ditujukan kepada Gubernur Sumbar, perihal Permohonan Rekomendasi Perubahan Data Gempa Tahun 2007, dimuat utuh dalam berita di hal 16 dengan judul, “Surat Bupati Pessel Kepada Gubernur Sumbar Akal-akalan dan Rugikan Masyarakat”.)
Dikatakan H. Nasrul Abit, sesuai dengan tingkat kerusakan yang dinilai tim teknis yang turun ke lapangan, itu yang dibayarkan. Kalau kerusakannya hanya Rp4 juta, dibayar Rp8 juta, itu tidak mungkin. Kalau rumahnya rusak Rp6 juta, dibayar Rp10 juta.
“Mereka kan menyanggah, kalau bis kuning, rusak sedang, harus dibayar Rp10 juta, begitu. Ada tim teknisnya yang menghitung, berapa rumahnya yang rusak. Rusak sedang itu misalnya, dua dindingnya yang jebol, setelah dihitung kerugiannya hanya Rp6 juta, ya, Rp6 juta kita bayar, tidak mungkin Rp10 juta. Kalau kita bayar Rp10 malah salah. Nanti turun pula tim verifikasi untuk menghitung lagi, lo kok rumahnya hanya rusak Rp6 juta, kok dibayarkan Rp10 juta, kalau sudah sampai ke masyarakat, siapa yang bertanggungjawab lagi,” tegasnya.
Jika ada instruksi, kata H. Nasrul Abit lagi, rusak sedang harus dibayar Rp10 juta, dia siap membayarkan.
“Jadi kami, kalau nanti ada instruksi rusak sedang harus dibayar Rp10 juta, kita bayar. Kita memang hati-hati, termasuk untuk tahap III, belum berani kita membayarkan sebelum ada surat dari Menko Kesra. Sisa uangnya ada di kas daerah, dan setelah kita koordinasikan dengan Kepala Satkorlak Propinsi, dia meminta ditekel dulu, sampai ada surat dari Menko Kesra tahap ke III-nya turun.
Kalau nanti dana itu bersisa, tutur H. Nasrul Abit lagi, dia akan menanyakan kepada Menko Kesra, bisa atau tidak dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur yang rusak, karena infrastruktur 2007 sampai sekarang belum selesai.
“Itu kan ada masyarakat yang mengklaem, mereka merasa rumah mereka rusak berat, kok dibayarkan Rp5 juta, kita bayarkan lagi, ada yang dibayar Rp7,5, ada yang jadi Rp8 juta. Jadi justru kalau kita bayarkan lebih besar dari hasil verifikasi di lapangan, itu yang salah,” cakapnya.
Pengertian masyarakat, kata H. Nasrul Abit lagi, asal rumahnya dibis kuning, rusak sedang dibayarkan Rp10 juta.
“Jadi, ada Juklak Juknis dari Menko Kesra yang kita pedomani. Kita sudah mengacu ke sana. Kita tidak mau terjebak, bencana alam Sumatera Barat sekarang lagi disorot oleh KPK. Saya tidak berani, termasuk yang sekarang sedang berlangsung, saya akan bayar sesuai hasil verifikasi,” cakapnya.
Unand juga melakukan verifikasi, katanya lagi, bahkan hasil verifikasi Unand lebih besar.
“Kami bayarkan lebih dari orang. Ketemu sama kita hanya 800 atau 900, sedangkan Unand menemukan 1.100, kita bayarkan 1.100. Tidak apa-apa, asal untuk masyarakat, yang penting bagi kami ada diback-up. Data lembaga independen dari Unand, itu kita pakai,” tegasnya.
Ketika ditanya berapa sisa dana bantuan rumah rusak berat dan sedang yang ada, H. Nasrul Abit mengatakan dana tersebut masih ada sisanya.
“Ada sisanya, tapi saya tidak ingat, karena rusak berat, contohnya waktu itu 3.000-an ya, tapi itu kan verifikasi pertama, verifikasi kedua kan belum. 3.000 itu adalah yang masuk pertama ke Menko Kesra, sesudah itu ternyata di lapangan tidak begitu, sama dengan rusak ringan, kita laporkan ke Menko Kesra sekitar 5.605 rumah, ternyata setelah diverifikasi belakangan menjadi 12 ribu. Itu contohnya,” katanya.
Dijelaskannya, kemudian yang rusak beratnya tidak sama dengan laporan yang pertama, karena laporan yang pertama itu tanggal 27 September 2007, kenyataan belakangan setelah verifikasi bertambah untuk rusak ringan, yang rusak beratnya berkurang, karena waktu itu belum diverifikasi oleh tim yang turun ke lapangan. Uangnya didrop sesuai laporan yang pada tanggal 27 September 2007.
“Uang yang tidak terpakai ada di kas daerah. Kita belum kembalikan ke Jakarta, karena kata Kepala Kesbanglinmas Propinsi Sumbar, “tunggu dulu pak Bupati, karena akan ada tahap III turun. Kalau dikembalikan kini, besok tahap ke III tidak turun, dengan apa dibayar rusak ringan,” ulasnya.
Ketika ditanya tanggapannya tentang komentar Kepala Kesbanglinmas Provinsi Sumbar H.Sudirman Gani, Rabu (11/11) yang mengatakan, gubernur sudah membalas surat Bupati Pessel tersebut. Balasan surat tersebut menyatakan Bupati Pessel harus mengacu kepada DIPA Menkokesra dan tidak memberikan rekomendasi perubahan data gempa seperti yang diminta Bupati Pessel. Artinya, Bupati Pessel selaku PA Bantuan Dana untuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rumah Masyarakat yang mengalami kerusakan pasca bencana gempa 12-13 September 2007, beserta jajarannya, dalam menyalurkan kepada masyarakat korban gempa harus mengacu DIPA Menkokesra yang telah ada, dan tidak diperkenaan adanya perubahan data. H. Nasrul Abit mengatakan, tidak berani membayarkan.
“Contohnya ada rumah, rumahnya 6x6. Rumahnya itu tidak sampai harganya Rp10 juta, rusak rumahnya, kita ganti Rp10 juta, kira-kira gimana? Ini soalnya, bukan rumahnya, tapi ini bantuan. Siapa yang akan mempertanggungjawabkan apa yang kami lakukan. Kalau toh nanti dana itu harus dikembalikan ke Jakarta, dananya kan masih ada. Ooo…pak Bupati, rumah rusak sedang harus dibayarkan Rp10 juta, kita bayar. Tapi untuk sementara kita tidak bayarkan dulu, karena kita sedang diperiksa juga oleh BPKP, sudah turun BPKP dan BPK untuk memeriksanya,” pungkasnya.
Menurut Sudirman Gani, KPA bantuan gempa tersebut bukan Gubernur, tetapi aparatur kantor Gubernur yang ditunjuk oleh Gubernur yang bernama Abdul Gafar yang sekarang Kepala Biro Sosial Setprov Sumbar. (Yahya)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »