![]() |
Gambar Ilustrasi. |
PADA masa-masa pemerintahan SBY, saya termasuk orang yang miris sekaligus geli melihat tindakan-tindakannya saat menjabat.
Melihat beliau melakukan proses mundur dengan terhormat, terlepas dari manuver politik yang ada di kepalanya, saya harus menyatakan rasa terima-kasih karena prosesi itu berlangsung dengan tenang dan aman, tidak seperti Mesir yang bedarah-darah.
Beberapa teman agak gagal paham ketika saya menyatakan bahwa saya menghormati beliau, sebab mereka tahu track record saya yg selalu mencela banyak tindakannya. Mereka menganggap bahwa saya adalah orang plin-plan. Isuk dele, sore tempe, kata org Jawa.
Seandainya mereka selalu mencermati kata-kata Imam Ali Kwh, sang gerbang ilmu, sarat nasihat yang mengajarkan untuk tidak melihat individu dalam menentukan kebenaran dan kesalahan. Tapi lihat apa yang dilakukakannya dan verifikasi dengan akal apakah itu benar atau salah. Begitu juga kita diminta untuk mengambil apapun yang terbaik meski itu dikeluarkan orang bodoh sekalipun.
Belajar mengambil makna dari setiap peristiwa dan perantara, memang bukan pekerjaan mudah bagi sebagian orang. Sebagian sibuk menilai bungkus, tanpa pernah berusaha membaca isi-nya. Mereka tidak belajar apapun dalam hidup dan sibuk berkutat dengan kerugian.
Begitu juga yang terjadi ketika saya mengkritik apa yang dilakukan Prabowo dan timses-nya di MK. Saya lalu dituding sebagai pendukung Jokowi yang gelap mata. Mereka tidak pernah mau mengerti bahwa saya suka mempelajari tindakan yang dilakukan seseorang untuk melatih akal saya. Jika kemudian tindakan itu melekat pada diri seseorang, begitulah Allah mengajarkan kita suatu peristiwa melalui perantara.
Jadi supaya tidak gagal paham, lebih bagus kalau kita ngopi sambil berlatih melihat kilaunya 'mutiara' yang terbungkus kotoran yang berbau busuk.
*Penulis Denny Siregar, Pengamat Sosial Keagamaan, tinggal di Jakarta
Melihat beliau melakukan proses mundur dengan terhormat, terlepas dari manuver politik yang ada di kepalanya, saya harus menyatakan rasa terima-kasih karena prosesi itu berlangsung dengan tenang dan aman, tidak seperti Mesir yang bedarah-darah.
Beberapa teman agak gagal paham ketika saya menyatakan bahwa saya menghormati beliau, sebab mereka tahu track record saya yg selalu mencela banyak tindakannya. Mereka menganggap bahwa saya adalah orang plin-plan. Isuk dele, sore tempe, kata org Jawa.
Seandainya mereka selalu mencermati kata-kata Imam Ali Kwh, sang gerbang ilmu, sarat nasihat yang mengajarkan untuk tidak melihat individu dalam menentukan kebenaran dan kesalahan. Tapi lihat apa yang dilakukakannya dan verifikasi dengan akal apakah itu benar atau salah. Begitu juga kita diminta untuk mengambil apapun yang terbaik meski itu dikeluarkan orang bodoh sekalipun.
Belajar mengambil makna dari setiap peristiwa dan perantara, memang bukan pekerjaan mudah bagi sebagian orang. Sebagian sibuk menilai bungkus, tanpa pernah berusaha membaca isi-nya. Mereka tidak belajar apapun dalam hidup dan sibuk berkutat dengan kerugian.
Begitu juga yang terjadi ketika saya mengkritik apa yang dilakukan Prabowo dan timses-nya di MK. Saya lalu dituding sebagai pendukung Jokowi yang gelap mata. Mereka tidak pernah mau mengerti bahwa saya suka mempelajari tindakan yang dilakukan seseorang untuk melatih akal saya. Jika kemudian tindakan itu melekat pada diri seseorang, begitulah Allah mengajarkan kita suatu peristiwa melalui perantara.
Jadi supaya tidak gagal paham, lebih bagus kalau kita ngopi sambil berlatih melihat kilaunya 'mutiara' yang terbungkus kotoran yang berbau busuk.
*Penulis Denny Siregar, Pengamat Sosial Keagamaan, tinggal di Jakarta
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »