SAYA sebenarnya sudah menduga apa yang akan diputuskan oleh hakim Sarpin yang memenangkan Komjen BG, tapi tetap saja ada perasaan kecewa. Mungkin ini yang dimaksud menduga yang terburuk, tapi berharap yang terbaik. Kecewa karena dugaan benar.
Saya bukan ahli hukum, tapi saya melihat kekecewaan yang sama datang dari pakar hukum sekelas Prof Dr Hibnu Nugroho, Ketua Pusat Kajian Korupsi Univ Soedirman yang menganggap logika hukum hakim Sarpin sangat aneh. Bahkan Mantan Hakim Agung Joko Sarwoko mengatakan bahwa keputusan hakim itu ngawur dan tersesat. Saya rasa, kita tidak perlu mendebatkan kepakaran mereka di bidang hukum.
Yang menarik bukan itu, karena keputusan adalah keputusan, lepas dari apa yang terjadi nanti di tingkat Mahkamah Agung dan apa yang akan dilakukan oleh Komisi Yudisial. Yang menarik adalah bagaimana Presiden memposisikan dirinya?
Jika merunut apa yang dikatakan Jokowi bahwa keputusan akan diambil sesudah sidang pra peradilan, maka dari permukaan kita akan melihat bahwa Presiden tidak punya alasan lagi untuk tidak melantik BG. Tapi jika melihat bahwa ia sampai mengumpullkan tim 9 dan berbicara kepada Syafii Maarif, maka terlihat juga di permukaan ia tidak akan melantik BG.
Itu di permukaan dan bagi kita yang hanya mampu mellihat di permukaan, kita akan melihat ini sebagai ujian berat bagi Presiden. Presiden Jokowi adalah jenis pemimpin yang semuanya harus sesuai prosedur. Kenapa? Supaya ia tidak menjadi sandera keputusannya yang akan dijadikan senjata bagi musuh politiknya di depan nanti.
Para mantan pimpinan NKRI ini sejak lama sudah main sandera-sanderaan. SBY tersandera Century dan Mega oleh BLBI. Penyanderaan ini akan menjadi tekanan di masa depan sehingga satu saat ia harus melakukan sesuatu yang tidak disukainya hanya karena tersandera atas apa yang pernah dilakukannya. Kesalahan mengambil keputusan sekarang akan ditutupi dengan kesalahan-kesalahan berikutnya.
Pada sisi ini saya tidak berani menganalisa karena apapun yang dilakukan oleh Jokowi akan menohok dia. Jika tidak melantik, maka secara politik ia akan dihajar di DPR, dan jika melantik maka rakyat akan banyak yang menghajarnya karena dianggap pro koruptor. Dan hukuman sosial ini akan dijalaninya selama 5 tahun ia memerintah.
Saya jadi ingat dulu sering nongkrong di Blok M tahun 80 an. Disitu ada pemain catur yang menawarkan "3 langkah mati". Ia menyusun bidak-bidaknya dengan posisi raja yang dipepet 3 bidak lainnya. Ia sendiri memegang raja.
Ia menawarkan orang yang lewat untuk mematikan rajanya dengan 3 langkah, jika tidak berhasil orang harus membayar dia. Kalau berhasil, ia akan membayar 10 kali lipat. Tapi ada saat seseorang atau kelompok yang pintar bermain catur datang dan mematikan rajanya dengan 3 langkah.
Jokowi mirip pemain catur itu, posisinya memegang raja. Ia selalu berhasil menghindar dari '3 langkah mati' dan menuai pujian dari banyak orang. Dan dalam sesi permainan ini, ini langkah pertama yang ( terlihat ) mengancam...
Saya bukan Jokowi defender seperti yang dibilang seseorang yang masih saja tidak beranjak dari masalah pilpres.Saya peminum kopi dan pengamat langkah-langkah yang ada dan menggali yang tidak terlihat daripada yang terlihat, karena itu menantang akal untuk terus berpikir. Kebetulan sesuai dengan minat dan arah kerja.
Itulah kenapa saya tidak ribut berdebat masalah kancing jas. Karena itu merusak pola pikir yang sudah dibawa ke-tingkat yang lebih tinggi dengan strategi-strategi daripada membahas apa yang dipakai seseorang...
Ditulis Oleh: Denny Siregar, tinggal di Jakarta.
Saya bukan ahli hukum, tapi saya melihat kekecewaan yang sama datang dari pakar hukum sekelas Prof Dr Hibnu Nugroho, Ketua Pusat Kajian Korupsi Univ Soedirman yang menganggap logika hukum hakim Sarpin sangat aneh. Bahkan Mantan Hakim Agung Joko Sarwoko mengatakan bahwa keputusan hakim itu ngawur dan tersesat. Saya rasa, kita tidak perlu mendebatkan kepakaran mereka di bidang hukum.
Yang menarik bukan itu, karena keputusan adalah keputusan, lepas dari apa yang terjadi nanti di tingkat Mahkamah Agung dan apa yang akan dilakukan oleh Komisi Yudisial. Yang menarik adalah bagaimana Presiden memposisikan dirinya?
Jika merunut apa yang dikatakan Jokowi bahwa keputusan akan diambil sesudah sidang pra peradilan, maka dari permukaan kita akan melihat bahwa Presiden tidak punya alasan lagi untuk tidak melantik BG. Tapi jika melihat bahwa ia sampai mengumpullkan tim 9 dan berbicara kepada Syafii Maarif, maka terlihat juga di permukaan ia tidak akan melantik BG.
Itu di permukaan dan bagi kita yang hanya mampu mellihat di permukaan, kita akan melihat ini sebagai ujian berat bagi Presiden. Presiden Jokowi adalah jenis pemimpin yang semuanya harus sesuai prosedur. Kenapa? Supaya ia tidak menjadi sandera keputusannya yang akan dijadikan senjata bagi musuh politiknya di depan nanti.
Para mantan pimpinan NKRI ini sejak lama sudah main sandera-sanderaan. SBY tersandera Century dan Mega oleh BLBI. Penyanderaan ini akan menjadi tekanan di masa depan sehingga satu saat ia harus melakukan sesuatu yang tidak disukainya hanya karena tersandera atas apa yang pernah dilakukannya. Kesalahan mengambil keputusan sekarang akan ditutupi dengan kesalahan-kesalahan berikutnya.
Pada sisi ini saya tidak berani menganalisa karena apapun yang dilakukan oleh Jokowi akan menohok dia. Jika tidak melantik, maka secara politik ia akan dihajar di DPR, dan jika melantik maka rakyat akan banyak yang menghajarnya karena dianggap pro koruptor. Dan hukuman sosial ini akan dijalaninya selama 5 tahun ia memerintah.
Saya jadi ingat dulu sering nongkrong di Blok M tahun 80 an. Disitu ada pemain catur yang menawarkan "3 langkah mati". Ia menyusun bidak-bidaknya dengan posisi raja yang dipepet 3 bidak lainnya. Ia sendiri memegang raja.
Ia menawarkan orang yang lewat untuk mematikan rajanya dengan 3 langkah, jika tidak berhasil orang harus membayar dia. Kalau berhasil, ia akan membayar 10 kali lipat. Tapi ada saat seseorang atau kelompok yang pintar bermain catur datang dan mematikan rajanya dengan 3 langkah.
Jokowi mirip pemain catur itu, posisinya memegang raja. Ia selalu berhasil menghindar dari '3 langkah mati' dan menuai pujian dari banyak orang. Dan dalam sesi permainan ini, ini langkah pertama yang ( terlihat ) mengancam...
Saya bukan Jokowi defender seperti yang dibilang seseorang yang masih saja tidak beranjak dari masalah pilpres.Saya peminum kopi dan pengamat langkah-langkah yang ada dan menggali yang tidak terlihat daripada yang terlihat, karena itu menantang akal untuk terus berpikir. Kebetulan sesuai dengan minat dan arah kerja.
Itulah kenapa saya tidak ribut berdebat masalah kancing jas. Karena itu merusak pola pikir yang sudah dibawa ke-tingkat yang lebih tinggi dengan strategi-strategi daripada membahas apa yang dipakai seseorang...
Ditulis Oleh: Denny Siregar, tinggal di Jakarta.
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »