Valentine?

Valentine?
MELARANG atau mengharamkan Valentine tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Apalagi mensweepingnya.

Valentine itu hanya sebuah simbol. Simbol yang bahkan tidak semua mengakuinya, hanya sebagai sebuah candaan. Sama seperti april mop yang tidak jelas ujung pangkalnya.

Jika yang dikhawatirkan adalah seks bebas pada hari Valentine, maka akar permasalahannya ada disana. Karena para pelaku seks bebas akan melakukan kegiatannya, entah itu Valentine atau tidak. Valentine cuman sebuah alasan saja.

Sinetron dan infotainment, diskotik, tv kabel yang tanpa sensor dan banyak lagi adalah gurita yang jauh lebih besar daripada sekedar cokelat dan kondom. Para penjual kemasan cokelat dan kondom hanya mengambil momen keuntungan dari kekacauan moral yang suda sangat besar dan terpelihara.

Tidak perlu mengancam-ngancam ABG terhadap hari Valentine, karena ABG yang terdidik pasti akan menghindarinya. Mereka bukan pelaku seks bebas dan Valentine itu hanya bahan ketawaan mereka, hal yang tidak penting, karena mereka sibuk menggali prestasi diri mereka sendiri.

Nah yang menarik adalah kenapa ada ABG yang menyibukkan diri dengan hal remeh seperti Valentine dan akhirnya terjerumus seks bebas ?

Karena mereka sama sekali tidak punya prestasi yang dibanggakan. Prestasi mereka hanyalah gadget yang berganti-ganti, dandanan yang menor, mobil dan motor yang dimodifikasi dengann nilai jutaan supaya keren, uang saku yang penuh dan semua berujung dari kekayaan orang tuanya. Yang tidak kaya, ingin tampak kaya sehingga bagi mereka seks bebas adalah lambang kemakmuran. Mental mereka lemah.

Para ABG tidak bisa sepenuhnya disalahkan sebab bermental lemah, karena mereka juga memakan harta haram yang disuapi orang tuanya.

Haram bukan hanya karena orangtuanya korupsi, tapi juga orangtua yang menyuapi anaknya dari hasil menginjak orang lain. Belum lagi orgtua yang menjual ayat-ayat Tuhan untuk kepentingan pribadinya. Atau mereka yang diberi kemampuan untuk menolong orang lain tapi sibuk memperkaya dirinya.

Kelemahan orang tua adalah juga kelemahan anak. Begitu juga sebaliknya. Karena itu saya tidak lagi heran ketika seorang teman dengan surprise berkata, "Kok anaknya bisa begitu ya ? Padahal bapaknya kyai dan ibunya sering ke pengajian lho.. ?"

Terkadang keyakinan terhadap Tuhan hanya digunakan sebagai lap basah untuk membersihkan kotoran di meja makan. Tuhan pun akan memperlakukan hal yang sama kepada mereka.

Semua akibat pasti ada sebabnya. Itu hukum alam dan hukum Tuhan. Semua pasti adil dan seimbang, seperti perpaduan pahitnya kopi dan manisnya gula.

Valentine ? Budaya barat mah dijadikan becanda aja.. Jangan malah dipakai sebagai senjata untuk terlihat lebih Islami dibanding lainnya. Apalagi untuk menambah umat supaya lebih banyak amplop-nya..

Ditulis Oleh: Denny Siregar, Tinggal di Jakarta.

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »