MENARIK sekali Debat Publik Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat 29015 yang diadakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sumatera Barat, Senin (16/11/2015). Betapa tidak, thema yang diambil merupakan persoalan serius yang sedang dihadapi bangsa ini, yaitu merosotnya moral dan hilangnya rasa malu di tengah-tengah masyarakat.
Secara keseluruhan, debat publik tersebut mencoba mengurai pemikiran dan cara pandang pasagan calon di Bidang Sosial Budaya, Agama, dan Pendidikan. Namun, yang paling menarik bagi penulis adalah pertanyaan moderator terkait masalah moral dan rasa malu. Untuk mengatasi merosotnya nilai moral dan hilangnya rasa malu tersebut, Prof DR H Irwan Prayitno, Psi, MSc., Datuk Rajo Bandaro Basa dan pasangannya Drs H Nasrul Abit, MBA mengajukan solusi, yaitu pentingnya pendidikan karakter diberikan kepada anak sejak dini.
Secara keseluruhan, debat publik tersebut mencoba mengurai pemikiran dan cara pandang pasagan calon di Bidang Sosial Budaya, Agama, dan Pendidikan. Namun, yang paling menarik bagi penulis adalah pertanyaan moderator terkait masalah moral dan rasa malu. Untuk mengatasi merosotnya nilai moral dan hilangnya rasa malu tersebut, Prof DR H Irwan Prayitno, Psi, MSc., Datuk Rajo Bandaro Basa dan pasangannya Drs H Nasrul Abit, MBA mengajukan solusi, yaitu pentingnya pendidikan karakter diberikan kepada anak sejak dini.
"Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya, Allah tidak me-nyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri." (QS. Luqman ayat 18). "Demi jiwa serta penyempurnaan(ciptaan)nya, maka Dia (Allah) mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya." (QS. Asy-Syam ayat 7-10).
Pendidikan karakter belakangan sering menjadi pembicaraan umum. Pendapat para pakar dan praktisi pendidikan pun mencuat kepermukaan mengenai pendidikan karakter ini. Pentingnya penerapan pendidikan berkarakter ini sesuai dengan tuntutan UUD 1945, pasal 31 ayat 3 yang menjelaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Jadi sebenarnya secara legalitas Undang-Undang telah dijelaskan bahwa pentingnya pendidikan yang bisa menghasilkan generasi yang cerdas, berkarakter mulia, dan profesional. Dan ini yang belum diterapkan secara lebih rinci dalam dunia pendidikan. Selama ini, pendidikan hanya berkutat pada penerapan ajaran-ajaran pendidikan yang bersifat kognitif tanpa dilanjutkan dengan domain afektif (penghayatan) dan psikomotorik (penerapan). Dimana peran domain afektif dan psikomotorik bisa dikatakan sangat vital dalam pengaruhnya membentuk cara pandang, prilaku serta karakter seseorang.
Sejak dilantik menjadi Gubernur Sumatera Barat pada tanggal 15 Agustus 2010, Irwan Prayitno selalu menekankan pendidikan karakter ini. Dibawah kepemimpinannya, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dengan gencar menggalakan sistem pendidikan berkarakter di daerah ini. Sebagai model penerapan pendidikan karakter ini, SMA Negeri 1 Padangpanjang dijadikan pilot projek. Sekolah lainnya yang menerapkan sistem pendidikan karakter ini adalah sekolah-sekolah yang berada di bawah Yayasan Pendidikan Adzkia, Pesantren Ar Risalah, sejumlah SDIT dan berbagai pesantren lainnya di daerah ini. Saat ini Pemprov Sumatera Barat melaksanakan program pendidikan karakter dengan membentuk satu sekolah model tingkat SMP di 18 kabupaten dan kota untuk kemudian akan diterapkan di seluruh sekolah yang ada.
Sebagai seorang psikolog dan pendidik, Irwan Prayitno sangat memahami pentingnya pendidikan karakter ini. Dalam berbagai kesempatan, baik dalam seminar, kuliah umum dan ketika memberikan kata sambutan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan Dinas Pendidikan Sumatera Barat, Irwan Prayitno selalu menekankan pentingnya pendidikan karakter ini. Menurutnya, ini berkaitan dengan perkembangan dan hasil yang bangsa ini peroleh setelah sekian lama berkutat dengan arah pendidikan yang lebih menerapkan domain kognitif dalam sistem pendidikan.
Domain kognitif adalah sistem pendidikan yang hanya menerapkan pengajaran tentang bagaimana mengenal dan memahami suatu masalah dan persoalan tanpa mengerti, mengahayati, menerapkan ajaran-ajaran posistif serta keteladanan dari para pendidik dalam memberikan pengajaran dan pendidikan. Hasilnya, dapat dilihat bersama pada saat sekarang ini banyaknya timbul kekerasan dan perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan oleh pelajar-pelajar dan generasi muda. Ini adalah efek dan dampak secara tidak langsung kurangnya pengahayatan, pengertian serta penerapan hal-hal positif dalam ajaran pendidikan.
Dulu aksi kriminalitas umumnya dilakukan sebagian preman (biasanya dilengkapi dengan tato). Mereka umumnya kalangan tidak terdidik, putus sekolah atau pengangguran. Jika terjadi pencurian, perampokan, perkosaan dan sebagainya, kelompok inilah yang biasanya menjadi pelaku utama. Belakangan peta kriminalitas itu bergeser, pelakunya tak lagi kalangan preman, tapi mereka kaum terdididik. Motif kriminalitas yang dilakukan juga makin canggih, membobol bank, penipuan pajak, kurupsi dan lain-lain.
Jika maling atau rampok sasaran kejahatannya hanya sampai beberapa puluh juta rupiah, kriminal jenis ini sasarannya puluhan miliar sampai triliunan rupiah. Sungguh luar biasa. Kejahatan jenis ini populer dengan sebutan kejahatan kerah putih. Begitu juga kasus krimanalitas lain dan gangguan keamanan. Jika dulu yang jadi biang tawuran antarkampung adalah oknum preman, maka kini yang jadi biang tawuran merupakan oknum pelajar atau mahasiswa. Sedangkan kasus asusila, perkosaan yang menjadi aktor pelakunya oknum pelajar, mahasiswa atau justru orang yang dianggap tokoh masyarakat.
Kenapa hal itu bisa terjadi? Salah satu jawabannya, karena kualitas moral dan keimanan mereka yang lemah. Hal ini terjadi umum di semua pelosok negeri ini. Kenapa kualitas moral dan keimanan bangsa ini lemah, tentu yang harus dievaluasi kembali adalah proses pendidikan yang membentuk karakter mereka. Proses pendidikan selama ini, disengaja atau tidak, telah tergiring lebih mengutamakan proses kognitif terhadap bahan pelajar.
Lebih celaka lagi karena sekedar untuk mengejar nilai dan bisa lulus ujian, proses belajar yang dilakukan siswa hanya sekedar menghafal. Sejumlah pelajar memplesetkan sistem SKS sebagai sistem kebut semalam. Artinya mereka menghafal semalam saja pelajaran yang akan diuji besok. Setelah ujian mereka lupa lagi apa materi pelajaran yang sudah dipelajari.
Proses pendidikan yang terpadu, memberikan pengetahuan serta perubahan prilaku kepada peserta didik. Dengan demikian mereka tidak hanya memiliki pengetahuan, tapi juga memiliki karakter yang baik. Secara nasional pentingnya pendidikan karakter telah disepakati dan disadari. Konsensus tersebut diperjelas melalui UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.
Menurut Irwan Prayitno, kata kunci kurikulum yang dilaksanakan, keterpaduan antara kognitif, afektif dan psikomotirik. Siswa tidak hanya dilatih untuk sekedar menghafal, tapi mempraktikkan dan membiasakan siswanya untuk melakukan syariat Islam seperti shalat, puasa, berbuat baik, jujur, disiplin, memahami adat dan budaya, memiliki nasionalisme dan seterusnya. Membiasakan siswa melakukan semata untuk membina karakter siswa agar mereka sukses dunia dan akhirat.
Menurut Irwan Prayitno, penerapan pendidikan karakter di sekolah membutuhkan keteladanan dari guru agar pelaksanaanya dapat berjalan efektif. Karena itu guru harus siap menjadi model untuk menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter, sehingga apa yang diajarkan tertanam dalam kepribadian siswa. Selama ini penerapan pendidikan karakter terkendala adanya mata rantai yang putus antara tujuan yang hendak dicapai dengan proses pelaksanaan. Misalnya ketika hendak menanamkan akhlak mulia, yang diajarkan justru bagaimana siswa memahami definisinya dan dapat menjawab dengan benar saat ujian. Akibatnya, banyak siswa yang memahami pengertian akhlak mulia namun hanya pada tataran pemahaman dan tidak sampai pada taraf pengamalan.
Padahal, yang lebih penting adalah bagaimana menanamkan sikap akhlak mulia tersebut dan hal itu hanya dapat dilakukan dengan memberikan keteladanan.Ia mengingatkan, dalam hal ini guru dan kepala sekolah harus siap menjadi model dengan karakter yang baik untuk dijadikan contoh oleh siswa. Kemudian, kendala lain dalam penerapan pendidikan karakter adalah karena selama ini guru hanya diberi kewajiban menyampaikan pelajaran dengan target tertentu tanpa ada amanat bagaimana memberikan contoh yang baik dalam kejujuran, kedisiplinan dan akhlak mulia.
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. al-Ahzab ayat 21). "Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak yang agung." (QS. al-Qalam ayat 4). "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak." (H.R. Baihaqi dan Hakim). "Anas ra. Berkata, "Rasulullah Saw. adalah orang yang paling baik budi pekertinya." (Muttafaq ‘alaih).
Wallahu A'lam Bishawab, dan hanya Allah yang Maha Mengetahui.
Ditulis Oleh:
Zamri Yahya
Mantan Ketua Bidang Kajian Strategis KAMMI Komisariat IAIN Imam Bonjol Padang
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »