Penceramah yang Tak Mau Dibayar

Penceramah yang Tak Mau Dibayar
BERDAKWAH adalah kewajiban yang ada di pundak setiap muslim, baik dakwah dalam bentuk ceramah atau dalam bentuk-bentuk yang lain. Seorang penceramah yang memasang tarif tertentu kepada pengundangnya, tentu saja nilai keberkahannya kurang. Bisa menimbulkan kebingungan di mata orang, apakah penceramah ini berniat untuk dakwah atau mau cari uang?

Apalagi sampai menolak undangan ceramah hanya semata-mata karena honor yang dijanjikan tidak disepakati, sampai disuruh mencari ustadz lainnya, maka sangat terasa sekali betapa semua itu dikomersilkan. Seolah jasa seorang penceramah agama itu disamakan dengan jasa penghibur, penyanyi, pelawak dan sejenisnya.
"Dan janganlah kamu menjual ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa." (QS. Al-Baqarah ayat 41).  "Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS. Al-Maidah: 44).

Menjadi seorang pendakwah merupakan cita-cita Prof DR H Irwan Prayitno, Psi, MSc., Datuk Rajo Bandaro Basa demi tegaknya kejayaan Islam. Pengetahuan Irwan Prayitno tentang agama melebihi syarat sebagai seorang dai. Banyak ayat-ayat yang mampu dihafalnya di luar kepala sebagai referensi untuk menjelaskan masalah-masalah agama dan kehidupan sehari-hari saat berdakwah. Analisa dan ceramahnya tentang masalah agama dan kehidupan sehari-hari sederhana, masuk di akal dan menyejukkan.

Irwan Prayitno mengakui, kecintaannya terhadap dunia dakwah tersebut bukan tanpa cobaan. Irwan Prayitno tidak memungkiri, banyak yang menuding dirinya banyak menerima amplop dari bayaran berceramah di setiap undangan acara yang dihadirinya. Namun mantan Ketua HMI Komisariat Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) ini menegaskan, dirinya sama sekali tidak dibayar untuk berceramah. Semua ceramah yang dilakukannya gratis, tanpa memasang tarif tertentu.

Pada dasarnya dalam hukum Islam, seorang yang mengajarkan al-Quran dan ilmu-ilmu yang bermanfaat berhak mendapatkan upah atas jasanya itu. Bahkan mengajarkan Al-Quran secara syar`i bisa dijadikan sebagai mas kawin(mahar) dalam pernikahan. Jadi seorang guru atau ustadz yang telah berjuang di jalan Allah untuk mengajarkan ilmu-ilmu Islam, pada dasarnya memang berhak untuk mendapatkan upah atas keringatnya itu.

Karena bila tidak, dari mana dia akan menghidupkan keluarganya yang merupakan kewajibannya. Sedangkan kalau mereka semua berhenti mengajar ilmu-ilmu Islam dan beralih profesi berdagang di pasar, maka siapa lagi yang akan mengajarkan dan mempertahankan agama ini. Karena itu, mereka berhak mendapatkan upah atas kerja mereka yang sangat berharga.

Masalahnya tinggal bagaimana teknisnya. Di beberapa negara-negara muslim, profesi ustaz, pengajar, bahkan imam dan muazzin di masjid itu ditanggung gajinya oleh negara. Dan negara mendapatkan dana itu dari Baitul Mal termasuk dari uang zakat. Sehingga para khatib dan ustaz tidak langsung menerima upah dari murid atau orang yang mereka layani, sehingga tidak terkesan menjual ilmu dan doa.

Namun, dibeberapa negara muslim atau negara non Islam, negara sama sekali tidak memikirkan hal itu, sehingga umat sendirilah yang harus memikirkannya. Dan sayangnya lagi, umat Islam di banyak tempat belum lagi memiliki Baitul Mal untuk menjamin kelangsungan hidup para ustaz dan lainnya. Yang terjadi justru mereka menyisihkan uang untuk dikumpulkan di kas masjid atau kas majelis taklim dan sebagian diberikan kepada ustaz yang mengajar.

Irwan Prayitno berdakwah sejak masih menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi di UI. Aktivitas tersebut semakin meningkat sejak dirinya bergabung dalam HMI. Setelah keluar dari HMI, dia pun tetap melakukan aktivitas dakwah beralih ke masjid di kampus-kampus lewat kelompok-kelompok tarbiah yang lebih berorientasi pada pembinaan aqidah dan akhlaq. Aktivitas tarbiah berpusat di masjid-masjid kampus.

Kebiasaannya berceramah dan berdakwah berlanjut hingga Irwan Prayitno mengambil kuliah S-2 dan S-3 di Universitas Putra Malaysia (UPM), Selangor. Bahkan waktu kuliah di Malaysia, Irwan Prayitno pergi menunaikan dakwah hingga sampai ke London, Inggris. Irwan Prayitno mengaku tidak bisa ingat lagi sudah berapa kali dia berceramah, karena begitu banyaknya. Namun, dalam seminggu, Irwan prayitno mengatakan dirinya dua hingga tiga kali berceramah. Irwan Prayitno sudah pula membuat CD album rekamannya berceramah di berbagai acara. Sudah ada 200 judul ceramah dengan rekaman 8 volume. CD tersebut dibagikan secara gratis kepada masyarakat.

Ditulis Oleh:
Zamri Yahya
Mantan Ketua Bidang Kajian Strategis (Kastrat) Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat IAIN Imam Bonjol Padang

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »