BEBERAPA kalangan tidak setuju dengan pendapat sebagian pihak agar dwi tunggal kepemimpinan Mahyeldi - Emzalmi dilanjutkan. Padahal, keinginan tersebut dilandasi oleh beberapa petimbangan.
Pertama, keberhasilan kepemimpinan Mahyeldi-Emzalmi sudah dirasakan warga kota. Keberhasilan ini tentu tidak terlepas dari kepiawaian keduanya dalam menjalankan roda pemerintahan, disamping dukungan dari segenap elemen warga kota yang menginginkan perubahan terhadap kota ini.
Kedua, di mata publik, kepemimpinan Mahyeldi - Emzalmi berjalan harmonis, tanpa ada riak yang berarti. Tanpa ada gesekan karena "kue proyek" pembangunan, apatah lagi dalam pembagian "jatah" penempatan pejabat diposisi tertentu. Itu dimana publik, riak didalam tentu tidak ada yang tahu, kecuali mereka berdua.
Ketiga, pertimbangan politis. Banyak pihak yang menilai, popolaritas Mahyeldi saat ini sulit untuk dikalahkan. Ia dikenal sebagai pemimpin yang merakyat, pemimpin yang melayani. Walikota yang sering turun ke lapangan, menchek langsung drainase yang tersumbat, dan menyapu sampah yang berserakan. Jadi, siapa pun pasangannya pada Pilkada 2018, Mahyeldi diyakini akan mudah memenangkan pilkada tersebut.
Keempat, jika Emzalmi kembali mendampingi Mahyeldi, maka "ongkos" politik yang dikeluarkan tidak akan terlalu besar. Karena posisi Emzalmi hanya untuk calon Wakil Walikota, tentu "ongkos" terbesar akan ditanggung oleh Mahyeldi selaku calon Walikota.
Kelima, pertimbangan perpecahan di tubuh ASN Pemerintah Kota Padang. Kalaulah keduanya maju berpasangan kembali, maka diharapkan tidak terjadi perpecahan ditubuh ASN Pemko Padang dalam dukung mendukung calon. Walau Undang-Undang menegaskan larangan bagi ASN untuk terlibat dalam Pilkada, namun tak bisa dipungkiri dan sudah menjadi rahasia umum, untuk mempertahankan jabatan dan mendapatkan jabatan, mereka akan melakukan pemihakan kepada calon yang mereka taksir menang.
Keenam, justru dengan majunya kembali dwi tunggal Mahyeldi-Emzalmi pada Pilkada 2018 akan menguntungkan bagi Emzalmi. Pasalnya, tersiar kabar yang sahih, Mahyeldi dipersiapkan oleh partainya untuk maju pada Pilkada Gubernur Sumatera Barat 2021. Maka pada tahun 2020, ia harus mundur sebagai Walikota Padang karena mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatera Barat. Maka akan ada kesempatan bagi Emzalmi untuk menjadi Walikota sekitar dua tahun lebih.
Setidaknya, itulah beberapa pertimbangan yang digunakan oleh sebagian kalangan yang menghendaki dwi tunggal kepemimpinan Mahyeldi - Emzalmi dilanjutkan. Namun tentu, Anak Nagari yang selama ini setia mendukung Emzalmi memiliki pertimbangan lain pula, kenapa Emzalmi harus maju sebagai calon walikota, bukan pendamping Mahyeldi.
Salah satu pertimbangannya adalah Emzalmi merupakan putra daerah yang paling siap memimpin Kota Padang. Tak hanya dari segi pengalaman, namun dari segi pertimbangan lain, yaitu kenapa Kota Padang harus dipimpin orang luar, ketika ada putra daerahnya yang mampu untuk itu, dan tak kalah pula kualitasnya dari Mahyeldi.
Rasa "Bagak Sakandang" orang Pauh Basa Ampek Baleh ini kembali akan diuji, jika memang Emzalmi jadi maju sebagai calon Walikota Padang, bukan "ban serap" yang selama ini - sebagaimana anggapan beberapa kalangan - usulannya sering tidak didengar, terutama dalam penempatan pejabat pada posisi tertentu.
Rasa "Bagak Sakandang" ini juga ditunjukan oleh Anak Nagari Pauh Basa Si Ampek Baleh dalam Pilkada Gubernur Sumatera Barat 9 Desember 2015. Karena faktor Irwan Prayitno sebagai Anak Nagari Pauh Basa Ampek Baleh, mereka mati-matian memperjuangkan Irwan Prayitno agar menang dalam Pilkada Gubernur tersebut.
Pertama, keberhasilan kepemimpinan Mahyeldi-Emzalmi sudah dirasakan warga kota. Keberhasilan ini tentu tidak terlepas dari kepiawaian keduanya dalam menjalankan roda pemerintahan, disamping dukungan dari segenap elemen warga kota yang menginginkan perubahan terhadap kota ini.
Kedua, di mata publik, kepemimpinan Mahyeldi - Emzalmi berjalan harmonis, tanpa ada riak yang berarti. Tanpa ada gesekan karena "kue proyek" pembangunan, apatah lagi dalam pembagian "jatah" penempatan pejabat diposisi tertentu. Itu dimana publik, riak didalam tentu tidak ada yang tahu, kecuali mereka berdua.
Ketiga, pertimbangan politis. Banyak pihak yang menilai, popolaritas Mahyeldi saat ini sulit untuk dikalahkan. Ia dikenal sebagai pemimpin yang merakyat, pemimpin yang melayani. Walikota yang sering turun ke lapangan, menchek langsung drainase yang tersumbat, dan menyapu sampah yang berserakan. Jadi, siapa pun pasangannya pada Pilkada 2018, Mahyeldi diyakini akan mudah memenangkan pilkada tersebut.
Keempat, jika Emzalmi kembali mendampingi Mahyeldi, maka "ongkos" politik yang dikeluarkan tidak akan terlalu besar. Karena posisi Emzalmi hanya untuk calon Wakil Walikota, tentu "ongkos" terbesar akan ditanggung oleh Mahyeldi selaku calon Walikota.
Kelima, pertimbangan perpecahan di tubuh ASN Pemerintah Kota Padang. Kalaulah keduanya maju berpasangan kembali, maka diharapkan tidak terjadi perpecahan ditubuh ASN Pemko Padang dalam dukung mendukung calon. Walau Undang-Undang menegaskan larangan bagi ASN untuk terlibat dalam Pilkada, namun tak bisa dipungkiri dan sudah menjadi rahasia umum, untuk mempertahankan jabatan dan mendapatkan jabatan, mereka akan melakukan pemihakan kepada calon yang mereka taksir menang.
Keenam, justru dengan majunya kembali dwi tunggal Mahyeldi-Emzalmi pada Pilkada 2018 akan menguntungkan bagi Emzalmi. Pasalnya, tersiar kabar yang sahih, Mahyeldi dipersiapkan oleh partainya untuk maju pada Pilkada Gubernur Sumatera Barat 2021. Maka pada tahun 2020, ia harus mundur sebagai Walikota Padang karena mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatera Barat. Maka akan ada kesempatan bagi Emzalmi untuk menjadi Walikota sekitar dua tahun lebih.
Setidaknya, itulah beberapa pertimbangan yang digunakan oleh sebagian kalangan yang menghendaki dwi tunggal kepemimpinan Mahyeldi - Emzalmi dilanjutkan. Namun tentu, Anak Nagari yang selama ini setia mendukung Emzalmi memiliki pertimbangan lain pula, kenapa Emzalmi harus maju sebagai calon walikota, bukan pendamping Mahyeldi.
Salah satu pertimbangannya adalah Emzalmi merupakan putra daerah yang paling siap memimpin Kota Padang. Tak hanya dari segi pengalaman, namun dari segi pertimbangan lain, yaitu kenapa Kota Padang harus dipimpin orang luar, ketika ada putra daerahnya yang mampu untuk itu, dan tak kalah pula kualitasnya dari Mahyeldi.
Rasa "Bagak Sakandang" orang Pauh Basa Ampek Baleh ini kembali akan diuji, jika memang Emzalmi jadi maju sebagai calon Walikota Padang, bukan "ban serap" yang selama ini - sebagaimana anggapan beberapa kalangan - usulannya sering tidak didengar, terutama dalam penempatan pejabat pada posisi tertentu.
Rasa "Bagak Sakandang" ini juga ditunjukan oleh Anak Nagari Pauh Basa Si Ampek Baleh dalam Pilkada Gubernur Sumatera Barat 9 Desember 2015. Karena faktor Irwan Prayitno sebagai Anak Nagari Pauh Basa Ampek Baleh, mereka mati-matian memperjuangkan Irwan Prayitno agar menang dalam Pilkada Gubernur tersebut.
Tulisan ini, sengaja saya gantung dulu, biar kelanjutannya makin seru.... ....
Ditulis Oleh:
Zamri Yahya
Wakil Ketua FKAN Pauh IX Kecamatan Kuranji
Ditulis Oleh:
Zamri Yahya
Wakil Ketua FKAN Pauh IX Kecamatan Kuranji
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »