![]() |
Satpol PP mengamankan pasangan yang diduga berbuat mesum, lengkap dengan mirasnya di salah satu kawasan di Kota Padang. Fotdok: Amrizal Rengganis. |
POIN ke-2 dari 10 program unggulan Walikota Mahyeldi Ansharullah adalah menyelenggarakan pendidikan, pesantren ramadhan, kegiatan keagamaan, seni budaya dan olahraga yang lebih berkualitas, serta gratis pendidikan SD, SMP, SMA dan SMK Negeri dan pemberian beasiswa bagi semua pelajar dan mahasiswa berprestasi dari keluarga miskin. Dari program unggulan ini tergambar jelas keinginan kuat sang ustad ingin menjadikan Kota Padang sebagai kota pendidikan yang berbasis religius.
Disamping meningkatkan mutu pendidikan di kota ini, sang ustad juga mencanangkan berbagai program keagamaan yang bertujuan untuk menjadikan kota ini Islami, terjauh dari berbagai perbuatan maksiat. Jika pendahulunya Fauzi Bahar mencanangkan hafal Asmaul Husna, maka sang ustad mencanangkan Kota Padang sebagai "Kota Penghafal al Quran" atau "Kota Layak Pengahafal al Quran." Berbagai fasilitas disediakan untuk para penghafal al Quran ini, salah satunya kemudahan mendapatkan pendidikan yang layak di sekolah dan perguruan tinggi yang mereka inginkan.
Program keagamaan lainnya yang saat ini lagi booming di Kota Padang adalah "Pejuang Subuh." Para ‘Pejuang Subuh’ ini adalah anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar, SMP, dan SMA yang terus melaksanakan salat subuh berjamaah di masjid dan musala tanpa terputus selama empat puluh hari. Walikota Mahyeldi Ansharullah terus memotivasi mereka dengan pemberian hadiah atau reward. Program ini bertujuan untuk mendorong anak-anak untuk terbiasa melaksanakan shalat subuh berjamaah di tempat ibadah di dekat tempat tinggalnya, sehingga setelah dewasa mereka terbiasa melakukannya.
Mahyeldi menyebut bahwa program "Hafal al Quran" dan “Pejuang Subuh” sudah berjalan dengan baik. Warga, terutama anak-anak hingga remaja dibimbing orangtua untuk belajar al Quran serta melaksanakan shalat subuh berjamaah berturut-turut di masjid maupun mushalla. Saat ini, Kota Padang menjadi kota terbesar yang melahirkan "Penghafal al Quran" dan "Penjuang Subuh" ini.
Tentu sebagai warga kota yang baik, kita patut memberikan apresiasi kepada Walikota Mahyeldi Ansharullah. Perjuangannya yang gigih dan tak mengenal lelah menjadikan kota ini sebagai kota yang memproduksi "Penghafal al Quran" dan "Pejuang Subuh" patut kita hargai dan suport secara terus menerus.
Kota ini harus menjadi kota Islami, sebab Kota Padang adalah bagian dari Alam Minangkabau yang berfalsafahkan "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato Adat Mamakai." Apatah lagi, pada masa kepemimpinan Walikota Fauzi Bahar, kota ini sudah dinyatakan sebagai "Kota Serambi Madinah al Munawwarah." Artinya, Ranah Bingkuang tercinta ini, harus menjadi kota madani, yang sarat dengan nilai-nilai keislaman.
Tak hanya itu, pada tahun 2014, Sumatera Barat ditetapkan sebagai destinasi wisata syariah oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu. Di Sumatera Barat, salah satu kota yang ditetapkan sebagai destinasi wisata syariah itu adalah Kota Padang. Menurut Mari Elka Pangestu, penetapan destinasi syariah ini penting karena pariwisata syariah tidak hanya berupa daya tarik objek wisata religi atau tempat wisata ziarah semata, tapi harus ada fasilitas pendukung seperti hotel, spa, maupun fasilitas lainnya yang memenuhi standar berdasarkan ketentuan syariah Islam.
Lantas apa hubungannya dengan peredaran miras di kota ini? Kota Padang sudah dirancang menjadi kota Islami, dan ditetapkan pula sebagai destinasi wisata syariah, tentu saja, salah satu syarat mewujudkan kota Islami dan destinasi wisata syariah itu adalah tidak boleh beredarnya dengan bebas makanan dan minuman haram. Pengawasan dan pemberian izin usaha makanan dan minuman yang diharamkan Islam harus diperketat, tak boleh beredar sembarangan, apatah lagi dijalanan.
Ironis memang, disaat Walikota Mahyeldi berjuang mati-matian menjadikan kota ini sebagai kota "Penghafal al Quran" dan "Pejuang Subuh", di satu sisi pengawasan dan pemberian izin tempat hiburan dan peredaran miras justru dinilai longgar oleh sebagian kalangan. Sebagai contoh, pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Padang nomor: 5 tahun 2012 yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Walikota (Perwako) nomor: 6 tahun 2013, jarak tempat hiburan dengan rumah ibadah dan sarana pendidikan minimal 200 meter. Parahnya, Perwako nomor: 6 tahun 2013 tersebut dirubah dengan Perwako nomor: 27 tahun 2014 tentang Izin Gangguan tidak lagi mengatur jarak minimal tempat hiburan dari rumah ibadah dan sekolah. Maka, di kota ini, saat ini, terdapat beberapa tempat hiburan berdiri megah yang jaraknya berdekatan dengan tempat ibadah.
Pertumbuhan tempat hiburan di Kota Padang mengalami peningkatan yang cukup tajam. Data pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang, saat ini ada 22 usaha penyelenggaraan hiburan dan rekreasi yang memiliki izin Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP). Dari 22 jenis hiburan tersebut, delapan merupakan tempat karaoke, satu panti pijat, satu bilyard, dan selebihnya berupa pusat kebugaran, cafetaria, taman rekreasi, dan warung kopi. Saat ini, di Kota Padang salon dan spa yang telah memiliki izin TDUP sebanyak 32 buah, sedangkan akomodasi di Kota Padang sebanyak 139 buah, yang terdiri dari hotel, penginapan dan pondok wisata.
Pada rapat staf setahun yang lalu, tepatnya Rabu, 15 Mei 2015, Mahyeldi menegaskan, mulai 16 April 2015, minuman beralkohol (minol) atau minuman keras (miras) diharamkan dijual di minimarket-minimarket di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 6 tahun 2015 mengenai Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol. Hal ini disikapi Pemerintah Kota Padang dengan segera melakukan pengawasan intensif melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan Energi (Disperindagtamben) dan Badan Pengawas.
Menurut Walikota Padang H. Mahyeldi Ansharullah, pengawasan peredaran miras di Kota Padang sudah dilakukan dengan adanya Peraturan Daerah Kota Padang Nowor 08 Tahun 2012 tentang pengawasan, pengendalian dan pelarangan minuman beralkohol. Dengan Perwako, pembentukan badan pengawas juga sudah dilakukan. Badan Pengawas yang terbentuk tersebut juga sudah melakukan pengawasan ke beberapa mall dan hotel, serta berkoordinasi dengan pihak Provinsi supaya lebih memaksimalkan pengawasan dan pengendalian dari minuman beralkohol.
Pengawasan yang dilakukan intensif ini, sekaligus menjadi gerakan untuk pelarangan minuman keras dijual di ritel, apalagi di warung - warung biasa. Sehingga gerakan ini menjadi suatu bentuk implementasi dari Permendag tersebut secara intensif dan masif. Untuk tindak lanjut dari Permendag ini (No.6 tahun 2015-red), dikatakan Mahyeldi, perlu ada penyesuaian karena mengatur tentang larangan penjualan minuman beralkohol golongan A atau dengan kadar alkohol 5 persen di ritel atau minimarket, jelas Mahyeldi dalam rapat staf tersebut.
Namun apa lacur, warga kota kembali resah. Ternyata miras dijual bebas di kota ini. Menurut Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang, Firdaus Ilyas, titik-titik penjual miras tanpa izin ini, berdasarkan pantauan Satpol PP Kota Padang, ada sekitar 20 titik. Diantaranya terdapat di Simpang Haru, Lapai, dan Alai. Di Pasar Alai ada sekitar empat titik. Firdaus mengakui, saat ini peredaran miras di kota ini sudah jauh berkurang, tetapi tidak bisa dihilangkan. Dan Satpol PP Kota Padang akan terus mengawasi peredaran miras ini.
Sungguh disayangkan, di kota "Penghafal al Quran: dan "Pejuang Subuh" ini, miras beredar bebas di jalanan. Meminjam istilah Zulhardi Zakaria Latif, mantan Ketua GP Ansor Kota Padang yang saat ini mengabdikan diri sebagai wakil rakyat di DPRD Kota Padang, "Keimanan ditingkatkan, maksiat diperbanyak juga," inilah kondisi yang terjadi di Kota Padang saat ini.
Zulhardi pun mendesak Pemerintah Kota Padang untuk menyikat habis peredaran miras yang dijual dijalanan kota ini. Sesuai aturan, katanya, miras hanya boleh diperjualbelikan di tempat-tempat yang diizinkan, seperti kafe, hotel dan tempat berizin resmi lainnya. Itu pun, tidak boleh dibawa pulang, hanya dikonsumsi atau diminum di tempat itu.
Menurut Zulhardi, banyak permasalahan sosial yang timbul karena miras ini. Rata-rata pelaku kriminal di kota ini dalam melakukan aksinya dibawah pengaruh minuman keras. Mereka terlebih dahulu minum minuman keras sebelum melakukan perbuatan tak terpuji dan melanggar norma, seperti mencopet, memperkosa, mencuri, berkelahi, dan segala macamnya.
"Ikan tete dijalo todak.
Dibao nelayan naik parahu.
Bakato tuan dinantidak.
Angin bakisa kami tahu."
Wallahul Muwafiq ila aqwamith Thariq. Semoga Allah menuntun kita ke jalan yang paling lurus.
Ditulis Oleh:
Zamri Yahya, SHI
Anggota Muda PWI Cabang Sumatera Barat/Wartawan Portal Berita BentengSumbar.com/Anggota Libtang Mingguan Sumbar Raya.
Disamping meningkatkan mutu pendidikan di kota ini, sang ustad juga mencanangkan berbagai program keagamaan yang bertujuan untuk menjadikan kota ini Islami, terjauh dari berbagai perbuatan maksiat. Jika pendahulunya Fauzi Bahar mencanangkan hafal Asmaul Husna, maka sang ustad mencanangkan Kota Padang sebagai "Kota Penghafal al Quran" atau "Kota Layak Pengahafal al Quran." Berbagai fasilitas disediakan untuk para penghafal al Quran ini, salah satunya kemudahan mendapatkan pendidikan yang layak di sekolah dan perguruan tinggi yang mereka inginkan.
Program keagamaan lainnya yang saat ini lagi booming di Kota Padang adalah "Pejuang Subuh." Para ‘Pejuang Subuh’ ini adalah anak-anak yang duduk di bangku sekolah dasar, SMP, dan SMA yang terus melaksanakan salat subuh berjamaah di masjid dan musala tanpa terputus selama empat puluh hari. Walikota Mahyeldi Ansharullah terus memotivasi mereka dengan pemberian hadiah atau reward. Program ini bertujuan untuk mendorong anak-anak untuk terbiasa melaksanakan shalat subuh berjamaah di tempat ibadah di dekat tempat tinggalnya, sehingga setelah dewasa mereka terbiasa melakukannya.
Mahyeldi menyebut bahwa program "Hafal al Quran" dan “Pejuang Subuh” sudah berjalan dengan baik. Warga, terutama anak-anak hingga remaja dibimbing orangtua untuk belajar al Quran serta melaksanakan shalat subuh berjamaah berturut-turut di masjid maupun mushalla. Saat ini, Kota Padang menjadi kota terbesar yang melahirkan "Penghafal al Quran" dan "Penjuang Subuh" ini.
Tentu sebagai warga kota yang baik, kita patut memberikan apresiasi kepada Walikota Mahyeldi Ansharullah. Perjuangannya yang gigih dan tak mengenal lelah menjadikan kota ini sebagai kota yang memproduksi "Penghafal al Quran" dan "Pejuang Subuh" patut kita hargai dan suport secara terus menerus.
Kota ini harus menjadi kota Islami, sebab Kota Padang adalah bagian dari Alam Minangkabau yang berfalsafahkan "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato Adat Mamakai." Apatah lagi, pada masa kepemimpinan Walikota Fauzi Bahar, kota ini sudah dinyatakan sebagai "Kota Serambi Madinah al Munawwarah." Artinya, Ranah Bingkuang tercinta ini, harus menjadi kota madani, yang sarat dengan nilai-nilai keislaman.
Tak hanya itu, pada tahun 2014, Sumatera Barat ditetapkan sebagai destinasi wisata syariah oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu. Di Sumatera Barat, salah satu kota yang ditetapkan sebagai destinasi wisata syariah itu adalah Kota Padang. Menurut Mari Elka Pangestu, penetapan destinasi syariah ini penting karena pariwisata syariah tidak hanya berupa daya tarik objek wisata religi atau tempat wisata ziarah semata, tapi harus ada fasilitas pendukung seperti hotel, spa, maupun fasilitas lainnya yang memenuhi standar berdasarkan ketentuan syariah Islam.
Lantas apa hubungannya dengan peredaran miras di kota ini? Kota Padang sudah dirancang menjadi kota Islami, dan ditetapkan pula sebagai destinasi wisata syariah, tentu saja, salah satu syarat mewujudkan kota Islami dan destinasi wisata syariah itu adalah tidak boleh beredarnya dengan bebas makanan dan minuman haram. Pengawasan dan pemberian izin usaha makanan dan minuman yang diharamkan Islam harus diperketat, tak boleh beredar sembarangan, apatah lagi dijalanan.
Ironis memang, disaat Walikota Mahyeldi berjuang mati-matian menjadikan kota ini sebagai kota "Penghafal al Quran" dan "Pejuang Subuh", di satu sisi pengawasan dan pemberian izin tempat hiburan dan peredaran miras justru dinilai longgar oleh sebagian kalangan. Sebagai contoh, pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Padang nomor: 5 tahun 2012 yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Walikota (Perwako) nomor: 6 tahun 2013, jarak tempat hiburan dengan rumah ibadah dan sarana pendidikan minimal 200 meter. Parahnya, Perwako nomor: 6 tahun 2013 tersebut dirubah dengan Perwako nomor: 27 tahun 2014 tentang Izin Gangguan tidak lagi mengatur jarak minimal tempat hiburan dari rumah ibadah dan sekolah. Maka, di kota ini, saat ini, terdapat beberapa tempat hiburan berdiri megah yang jaraknya berdekatan dengan tempat ibadah.
Pertumbuhan tempat hiburan di Kota Padang mengalami peningkatan yang cukup tajam. Data pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang, saat ini ada 22 usaha penyelenggaraan hiburan dan rekreasi yang memiliki izin Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP). Dari 22 jenis hiburan tersebut, delapan merupakan tempat karaoke, satu panti pijat, satu bilyard, dan selebihnya berupa pusat kebugaran, cafetaria, taman rekreasi, dan warung kopi. Saat ini, di Kota Padang salon dan spa yang telah memiliki izin TDUP sebanyak 32 buah, sedangkan akomodasi di Kota Padang sebanyak 139 buah, yang terdiri dari hotel, penginapan dan pondok wisata.
Pada rapat staf setahun yang lalu, tepatnya Rabu, 15 Mei 2015, Mahyeldi menegaskan, mulai 16 April 2015, minuman beralkohol (minol) atau minuman keras (miras) diharamkan dijual di minimarket-minimarket di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 6 tahun 2015 mengenai Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol. Hal ini disikapi Pemerintah Kota Padang dengan segera melakukan pengawasan intensif melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan, Pertambangan dan Energi (Disperindagtamben) dan Badan Pengawas.
Menurut Walikota Padang H. Mahyeldi Ansharullah, pengawasan peredaran miras di Kota Padang sudah dilakukan dengan adanya Peraturan Daerah Kota Padang Nowor 08 Tahun 2012 tentang pengawasan, pengendalian dan pelarangan minuman beralkohol. Dengan Perwako, pembentukan badan pengawas juga sudah dilakukan. Badan Pengawas yang terbentuk tersebut juga sudah melakukan pengawasan ke beberapa mall dan hotel, serta berkoordinasi dengan pihak Provinsi supaya lebih memaksimalkan pengawasan dan pengendalian dari minuman beralkohol.
Pengawasan yang dilakukan intensif ini, sekaligus menjadi gerakan untuk pelarangan minuman keras dijual di ritel, apalagi di warung - warung biasa. Sehingga gerakan ini menjadi suatu bentuk implementasi dari Permendag tersebut secara intensif dan masif. Untuk tindak lanjut dari Permendag ini (No.6 tahun 2015-red), dikatakan Mahyeldi, perlu ada penyesuaian karena mengatur tentang larangan penjualan minuman beralkohol golongan A atau dengan kadar alkohol 5 persen di ritel atau minimarket, jelas Mahyeldi dalam rapat staf tersebut.
Namun apa lacur, warga kota kembali resah. Ternyata miras dijual bebas di kota ini. Menurut Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang, Firdaus Ilyas, titik-titik penjual miras tanpa izin ini, berdasarkan pantauan Satpol PP Kota Padang, ada sekitar 20 titik. Diantaranya terdapat di Simpang Haru, Lapai, dan Alai. Di Pasar Alai ada sekitar empat titik. Firdaus mengakui, saat ini peredaran miras di kota ini sudah jauh berkurang, tetapi tidak bisa dihilangkan. Dan Satpol PP Kota Padang akan terus mengawasi peredaran miras ini.
Sungguh disayangkan, di kota "Penghafal al Quran: dan "Pejuang Subuh" ini, miras beredar bebas di jalanan. Meminjam istilah Zulhardi Zakaria Latif, mantan Ketua GP Ansor Kota Padang yang saat ini mengabdikan diri sebagai wakil rakyat di DPRD Kota Padang, "Keimanan ditingkatkan, maksiat diperbanyak juga," inilah kondisi yang terjadi di Kota Padang saat ini.
Zulhardi pun mendesak Pemerintah Kota Padang untuk menyikat habis peredaran miras yang dijual dijalanan kota ini. Sesuai aturan, katanya, miras hanya boleh diperjualbelikan di tempat-tempat yang diizinkan, seperti kafe, hotel dan tempat berizin resmi lainnya. Itu pun, tidak boleh dibawa pulang, hanya dikonsumsi atau diminum di tempat itu.
Menurut Zulhardi, banyak permasalahan sosial yang timbul karena miras ini. Rata-rata pelaku kriminal di kota ini dalam melakukan aksinya dibawah pengaruh minuman keras. Mereka terlebih dahulu minum minuman keras sebelum melakukan perbuatan tak terpuji dan melanggar norma, seperti mencopet, memperkosa, mencuri, berkelahi, dan segala macamnya.
"Ikan tete dijalo todak.
Dibao nelayan naik parahu.
Bakato tuan dinantidak.
Angin bakisa kami tahu."
Wallahul Muwafiq ila aqwamith Thariq. Semoga Allah menuntun kita ke jalan yang paling lurus.
Ditulis Oleh:
Zamri Yahya, SHI
Anggota Muda PWI Cabang Sumatera Barat/Wartawan Portal Berita BentengSumbar.com/Anggota Libtang Mingguan Sumbar Raya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »