Awalnya Rokok Itu Untuk Obat

Awalnya Rokok Itu Untuk Obat
Ilustasi: Duo Penikmat Rokok. 
SI NENG selalu gusar melihat penulis kecanduan rokok. Berkali-kali si Neng berusaha menghentikan kebiasaan penulis beraktivitas tulis menulis sembari menikmati sebatang rokok. Berkali-kali pula penulis mengatakan kepada si Neng, tanpa rokok inspirasi tak akan terbuka dan apa yang akan ditulis tidak akan tergambarkan dengan baik.

Penulis pun sering menceritakan kebiasaan kiyai-kiyai Nahdlatul Ulama (NU) yang perokok berat, tapi tetap saja sehat dan berumur panjang. NU merupakan ormas Islam satu-satunya yang menolak pengharaman rokok dan menghukuminya dengan mubah (boleh).

Secara fiqh, tentu fatwa ulama NU tersebut memiliki dasar yang jelas. Kiyai Arwani Faishal, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (Kajian Hukum Islam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dengan tegas mengatakan, sampai kiamat pun kiyai NU menolak keharaman rokok.

"Merokok itu mubah atau makruh karena tidak terdapat mudarat, atau membawa mudarat tetapi relatif kecil. Hukum ini berlaku selam tidak berlebihan. Apa saja bila berlebihan dan membawa mudarat yang signifikan, maka hukumnya haram," jelas Kiyai Arwani Faishal, sebagaimana dikutip dari nu.or.id, Senin, 26 Januari 2009.

Adapun bentuk kemaslahatan dapat ditengarai berupa membangkitkan semangat berpikir dan bekerja sebagaimana biasa dirasakan oleh para perokok. Berbeda dengan benda yang secara jelas memabukkan, hukumnya tetap haram meskipun terdapat manfaat karena kemudaratannya tentu jauh lebih besar dari manfaat tersebut.

Menurut Kiyai Arwani Faishal, tidak akurat menetapkan hukum haram merokok dengan alasan kemudaratan rokok yang relatif kecil itu dihukumi haram dengan alasan rokok dalam ukuran banyak atau berlebihan adalah haram hukumnya. Ada kesalahpahaman dalam memahami hadits Nabi SAW. mengenai setiap benda dalam jumlah besar yang dapat memabukkan itu bila dalam jumlah sedikit pun tetap haram.

Hadits tersebut pengertiannya terfokus pada benda yang secara tegas memabukkan atau berhukum haram karena meskipun hanya dalam ukuran sedikit tetap membawa mudarat yang lebih besar dari manfaatnya. Adapun benda-benda yang hakikatnya tidak memabukkan, tentu dalam ukuran sedikit tidak bisa dinyatakan haram meskipun dalam ukuran banyak benda itu diharamkan. Hal ini dapat dipahami, bahwa benda yang substansinya tidak haram itu dalam ukuran sedikit justeru tidak haram karena tidak terdapat mudarat. Demikian penjelasan Kiyai Arwani Faishal.

Pada sekitar tahun 1870-1880-an, di Kudus, Jawa Tengah, seorang Haji bernama Djamhari yang mengidap penyakit asma mempunyai kebiasaan mengoleskan minyak cengkeh pada dadanya. Seiring waktu, Haji Djamhari mempunyai pemikiran bahwa cengkeh yang dioleskan mungkin akan lebih terasa manfaatnya bila masuk ke dalam paru-paru.

Beliau kemudian mencoba meracik tembakau dengan dicampur rajangan cengkeh (ada versi yang menyebutkan pada awalnya Haji Djamhari bukan mencampur tembakau dengan rajangan cengkeh, tetapi mengoleskan dengan minyak cengkeh). Seiring waktu, ternyata penyakit asmanya berangsur-angsur membaik. Berawal dari inovasi pengobatannya inilah, Haji Djamhari memilih untuk menjadikannya bisnis rumah tangga.

Tommy Aditama, alumnus Kedokteran Gigi UGM Plus Ahli Kedokteran Timur, sebagaimana dikutip dari kabarbangsa.com, 4 Agustus 2015, tembakau memiliki khasiat yang luar biasa bagi tubuh. Tembakau disebarkan oleh para dokter ke seluruh dunia.

Menurut Tommy, merokok dapat membuat pertahanan bagi jantung, liver, dan ginjal. Tetapi ia menyarankan, agar tidak merokok rokok putih yang memanfaatkan tembakau sintetis. Sebab tembakau sintetis dibuat dari bahan kertas. Itulah yang sebabnya, rokok putih sangat berbahaya bagi kesehatan. Dalam analisisnya, ada kekuatan global di belakang para dokter yang harus mengatakan bahwa "merokok membunuhmu." Kekuatan  itu mencengkram visi petani tembakau di Asia.

KH Abdul Malik, mursyid thariqah Naqsabandiyah-Al-Husainiyah di Pesantren Sehat Perum Kalianyar, Lawang, Malang melah menjadikan rokok sebagai alat terapi kesehatan. Ia menyembuhkan banyak pasiennya dengan rokok. Dia meracik sendiri rokok buatannya, rokok SIN. Melalui perantara rokok SIN itulah KH Abdul Malik mampu menyembuhkan berbagai penyakit yang dikeluhkan masyarakat. Ternyata rokok mampu menyehatkan.

Sebagaimana dijelaskan di atas, pada awalnya rokok diciptakan sebagai pengobatan. Tapi ironisnya, saat ini kenapa rokok justru dibilang bisa membahayakan kesehatan?

Jika kita berjalan-jalan ke daerah pelosok di Nusantara, akan kita temukan banyak diantara orang yang lanjut usia masih merokok dan segar bugar. Etek (adik perempuan dari ayah, red) penulis, dalam usia lanjut masih merokok. Jika penulis menjelangnya di bulan baik, hari baik, misalnya Idul Fitri, yang diminta kepada penulis terlebih dahulu bukan THR, tetapi rokok Gudang Garam Surya kesukaannya.

Ditulis Oleh:
Zamri Yahya, SHI
Mantan Wakil Sekretaris GP Ansor Kota Padang

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »